Bukan Nona Pengganti

Bukan Nona Pengganti

Oleh:  Vervitta  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
56Bab
2.9KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Laura Zara, wanita berusia 24 tahun yang tiba-tiba terbangun lemas di sebuah kediaman mewah milik Leon Halton. Laura yang sama sekali tak mengenal Leon pun bersikeras untuk melarikan diri dan mencari kekasihnya yang baru saja hilang tanpa jejak, yaitu Andrea Devano. Menganggap bahwa kini Laura adalah tunangan barunya, tentu Leon tak tinggal diam. Ia ingin Laura melakukan tugas serta tanggung jawabnya terlebih dahulu dan berperan sebagai nona pengganti di keluarga Halton. Laura tidak mengerti dengan apa yang Leon katakan. Padahal dia merasa bahwa ini adalah pertemuan pertamanya dengan Leon. Laura juga tak ingat kalau dirinya pernah membuat perjanjian dengan sosok CEO dari perusahaan Halton Group itu. Lalu kesalahpahaman apakah yang sebenarnya terjadi diantara mereka? Akankah Laura dapat membongkar kebenaran dan kembali pada kekasihnya yang lama? Ikuti terus ceritanya dalam novel "Bukan Nona Pengganti" by Vervitta. IG : @seyvervitta_

Lihat lebih banyak
Bukan Nona Pengganti Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
56 Bab
Chapter 1
Pagi ini, tepat satu hari setelah Laura terbaring lemas tak sadarkan diri. Kepala terasa sakit, bahkan tubuh pun juga tak ingin lepas dari ranjang empuk yang sedang ia tempati.Perlahan Laura membuka mata dengan tangan kanan terus memegangi sisi kepalanya. Merintis kesakitan, mencoba memperjelas penglihatan yang buram.Begitu terkejut Laura saat menyadari bahwa ia sedang berada di sebuah kamar mewah.Bingung? Tentu saja, iya. Bahkan rasa takut pun ikut menyertai. Laura terdiam bisu dengan detak jantung tak beraturan."Di mana ini? Bagaimana aku bisa ---"Baru saja hendak melanjutkan perkataannya, tiba-tiba suara seorang wanita lain mengagetkan Laura."Selamat pagi, Nona. Baguslah kalau Anda sudah sadar. Ini saya bawakan sarapan dan teh hangat untuk Anda. Jika butuh sesuatu, Nona bisa panggil saya," ucap seorang pelayan cantik yang perkiraan usianya tidak jauh di bawah Laura.Seketika, tubuh Laura semakin lemas. Ia mencoba mengingat semuanya. Tapi di kondisi panik seperti ini, tentu
Baca selengkapnya
Chapter 2
Di taman belakang rumah, Leon membawa neneknya yang berada di kursi roda ke hadapan Laura. Demi mempercepat waktu agar bisa segera pergi dari sana dan mencari Devano, Laura benar-benar menuruti perintah Leon.Nek Risa menyuruh Leon untuk masuk ke dalam rumah karena ia ingin bicara berdua saja dengan Laura.Tak mau melawan perintah dari orang yang disayangi, Leon hanya diam. Ia pun masuk ke dalam rumah dan mempercayakan Nek Risa kepada Laura.Di kursi taman, mereka duduk bersebelahan sambil menatapi indahnya langit yang membiru."Siapa namamu, Sayang?" tanya Nek Risa. Dengan sedikit gugup, Laura menyebutkan nama panggilannya. "Nama yang cantik. Sama seperti orangnya," puji Nek Risa pada Laura yang membuatnya tak dapat merespon lebih dan hanya bisa tersenyum tipis.Dalam hati Laura kembali tumbuh rasa grogi yang hampir tak terkendali. Bagaimana tidak? Dia harus bicara empat mata dengan nenek dari seorang Leon Halton yang baru pertama kali bertemu dengannya."Laura," panggil Nek Risa
Baca selengkapnya
Chapter 3
Setelah selesai makan siang, Leon beranjak dari meja makan dan mengajak Laura agar segera pergi.Tau bahwa Leon mau membawanya untuk mencari Devano, Laura malah mengurungkan niat dan berkata kalau ia berubah pikiran dan tidak ingin mencari Devano.Leon menganggap kalau Laura berubah pikiran dan lebih memilih untuk tidak jadi pergi karena takut kebohongannya terbongkar. Ya, Leon masih mengira kalau hilangnya kekasih Laura hanyalah sebuah alasan yang dibuat-buat untuk melarikan diri darinya."Aku sadar kalau sekarang aku adalah tunanganmu. Ma---maksudku tunangan palsu," seru Laura tak berani menatap mata Leon.Waktu pun berjalan begitu cepat. Saat malam tiba, Laura tak keluar kamar sama sekali dan hanya terpaku diam di sudut ruangan barunya tersebut.Perlahan ia mengambil ponsel miliknya di atas meja kemudian memberanikan diri untuk menghubungi kedua orang tuanya.Sudah lebih dari 10 panggilan keluar, tapi tak ada satu pun yang di jawab. Di saat yang bersamaan, ada notifikasi pesan mas
Baca selengkapnya
Chapter 4
2 hari kemudian, Leon dan Laura sedang berada di restoran yang baru saja Leon sewa."Kenapa sepi sekali?" tanya Laura dengan polos."Bukannya malah bagus? Jadi hanya ada kita berdua saja," jawab Leon.Laura tersenyum kecil, kemudian menempati salah satu meja yang sudah dihiasi oleh beberapa vas bunga dan lilin penghias.Bingung? Tentu saja, iya. Laura tidak mengerti alasan Leon membawanya ke sini. Padahal mereka sama sekali tidak membuat janji untuk makan bersama.Setelah makanan yang mereka pesan sudah datang, Leon segera mengambil garpu dan pisau untuk menikmati hidangan. "Leon," seru Laura, membuat Leon menghentikan tangannya sejenak. Laura bertanya apa alasan Leon membawa dirinya ke tempat itu. Karena ia mulai sadar bahwa sepertinya Leon memang menyewa tempat tersebut, khusus untuk mereka berdua."Alasannya jelas, karena ini adalah hari ulang tahunmu," ungkap Leon. Nada bicaranya masih tak berubah, sangat lembut.Seketika Laura sangat kaget. Dari mana Leon dapat mengetahui tangg
Baca selengkapnya
Chapter 5
Tanpa dipungkiri ternyata Leon membawa Laura ke pusat perbelanjaan terbesar di kota Jakarta.Ia memerintahkan Laura untuk membeli banyak pakaian, tas, sepatu, maupun kebutuhan lainnya. Apalagi sekarang Laura harus tinggal di rumahnya, sedangkan pakaian yang Leon belikan waktu itu dirasa kurang.Leon memberikan kartu ATM miliknya pada Laura dan menyuruhnya berbelanja. Minimal harus habis 100 juta, tidak boleh kurang."Leon, tapi itu terlalu banyak. Aku tidak akan bisa menghabiskannya sendirian. Bagaimana kalau uang sebanyak itu kita gunakan saja untuk membantu orang-orang yang membutuhkan? Sedangkan aku akan berbelanja dengan uang yang tersisa," kata Laura yang memang dikenal hemat."Untuk membantu orang-orang yang tidak mampu, aku akan menyiapkan biaya yang lebih banyak dari ini. Karena aku juga tau bahwa berbagi itu jauh lebih penting. Jadi sekarang kamu berbelanjalah dengan tenang tanpa memikirkan apapun."Tak bisa lagi membantah, Laura pun menuruti perintah Leon. Kini mereka mulai
Baca selengkapnya
Chapter 6
Sejak tadi Leon masih tak merespon ketukan Laura sedikit pun. Merasa sangat khawatir, Laura berpikir untuk membuka pintu secara diam-diam saja, meski ia tau itu bukanlah tindakan yang sopan."Tidak dikunci," ucap Laura.Pintu terbuka sedikit dan Laura pun mengintip. Melihat Leon sedang memegangi perutnya sambil membersihkan sisa-sisa darah, Laura sangat kaget dan langsung masuk ke kamar tersebut tanpa pikir panjang."Leon," panggil Laura pada Leon yang sedang membelakanginya. Mendengar itu, Leon terkejut dan langsung berbalik badan. Bajunya masih berlumuran darah, dan lantai pun juga dipenuhi oleh bercak-bercak cairan berwarna merah tersebut."Kenapa kamu bisa ada di sini?""Seharusnya aku yang bertanya padamu, kenapa kamu tidak bilang kalau kamu sedang terluka parah dan malah mengurung diri di kamar."Leon membuang pandangan dan menundukkan kepala. Menyadari akan Laura yang malah terus melangkah mendekatinya, Leon langsung memberi perintah untuk berhenti di tempat."Jangan! Jangan
Baca selengkapnya
Chapter 7
Dengan sangat baik Leon mempresentasikan hasil kerjanya di hadapan para klien. Ia menjelaskan apa saja yang akan menjadi target perusahaannya untuk 5 tahun ke depan, strategi apa yang harus digunakan untuk memaksimalkan hasil, dan perkiraan resiko yang akan mereka terima.Kebetulan di meeting kali ini ada Alice yang ikut hadir sebagai perwakilan dari perusahaan ayahnya.Seperti biasa, Alice hanya memandangi wajah Leon. Ia bahkan sering kali memanfaatkan kesempatan yang sama hanya untuk bertemu dengannya. Meski dia tidak mengerti apa yang Leon katakan secara keseluruhan."Baik, sekian dari saya. Semoga pertemuan kali ini bisa menjadi pertimbangan untuk membawa perusahaan-perusahaan kita ke jenjang yang lebih baik lagi," ucap Leon menutup presentasinya.Setelah semua sudah selesai dan tidak ada lagi yang mau dibahas, para klien pun mulai keluar ruangan satu per satu.Kini hanya tersisa Leon dan Alice saja dalam ruangan tersebut. Dengan cuek, Leon fokus membereskan berkas-berkas yang ta
Baca selengkapnya
Chapter 8
Setelah kondisi semakin membaik, Laura bersama Damian dan Felix akhirnya diizinkan untuk masuk ke ruang rawat.Tak memperdulikan keadaan sama sekali, Laura masih terus menangis di sisi Devano. "Kak ...," panggil Felix, nadanya terdengar seperti orang yang sedang ketakutan."Hmm," seru Laura, masih merenung."Apa Kakak menyadari sesuatu?"Mendengar pertanyaan Felix, tentu Laura kebingungan."Kamu ngomong apaan sih? Cepat katakan saja langsung ke intinya!" cetus Laura dengan tangisannya hingga tak ingin menancapkan pandangan sama sekali kepada Felix."Tapi tolong jangan marah-marah padaku, ya! Ini semua salah Kak Damian."Laura kembali tak mengerti tentang apa yang sebenarnya ingin Felix katakan."Cepat katakan," pinta Laura sembari mengangkat kepala dan menatap wajah Felix.Felix diam, kemudian matanya melirik ke wajah pria yang tengah terbaring di ranjang pasien tersebut.Merasa heran, Laura ikut meliriknya. Dia sangat terkejut saat tau ternyata itu bukanlah Devano yang selama ini di
Baca selengkapnya
Chapter 9
Seperti biasa, Leon tidak suka diperiksa lama-lama. Ia meminta sang dokter untuk mempercepat pemeriksaan.Dokter yang sudah kenal cukup lama dengan CEO Halton Group ini pun menyayangkan keadaan.Ia bilang harusnya Leon datang ke sana lebih awal, tepatnya setelah luka itu baru saja didapatkan. Dengan begitu, kemungkinan besar luka Leon tak separah ini."Syukurlah luka Anda masih bisa diobati," tutur si dokter dengan ramah."Oh iya, satu lagi! Jika rasa sakitnya tak kunjung hilang, silakan segera datang kembali ke sini secepat mungkin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut," seru dokter seraya menggoreskan tinta pulpennya pada secarik kertas resep obat.Setelah tak ada lagi yang perlu dibicarakan, dengan senang hati Leon menerima resep obat tersebut."Terima kasih," ujar Leon yang kemudian beranjak untuk pergi.Keesokan hari.Leon tengah memakai dasi di depan cermin dengan Angel yang berada di sebelahnya. Sepertinya biasa, Angel selalu melayani Leon dengan sangat baik setiap kali he
Baca selengkapnya
Chapter 10
Dengan fokus tingkat tinggi, Leon masih meladeni si hacker dengan penuh semangat yang membara."Hebat juga dia. Bisa-bisanya dia melawan diriku, seorang hacker yang tak mudah dikalahkan oleh orang lain," ujar seseorang yang menjadi pihak bayaran dari perusahaan pesaing.Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Yang namanya seorang ahli, pasti akan menguasai hal di bidangnya. Sama seperti hacker yang sedang meretas perusahaan Leon. Tentu kemampuan dan keahliannya membuat dia berhasil mendapatkan data-data penting dari Halton Group."HAHAHA!" tawa hacker dengan keras, walau tak bisa di dengar oleh siapapun, apalagi Leon.Melihat kehebatan lawan, Leon mulai menghentikan jarinya dan tersenyum kecil. Ya, senyuman yang belum pernah dia tunjukkan pada siapa pun, kecuali saat dirinya sedang sendirian saja.Leon sangat paham bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya sia-sia. Begitu pun dengan usaha dia kali ini. Kekalahan Leon bukanlah masalah baginya. Justru dengan begini, Leon dapat mengeta
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status