Jerat Gairah Lelaki Penguasa

Jerat Gairah Lelaki Penguasa

By:  Lia Scorpio  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
25Chapters
1.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Tak terbayang oleh Intan bahwa Panji, sang kekasih yang dia cintai, berselingkuh dengan sahabat baiknya sendiri. Pergi adalah pilihan yang Intan ambil untuk lari dari pedihnya luka yang tertoreh di hati. Namun, siapa yang menyangka hal tersebut membawanya pada Lingga, CEO tampan yang menjadi atasannya. Gairah pria itu menjerat Intan walau seribu penolakan telah terlontar. Di antara Panji, cinta lama yang masih bersemayam di hatinya, atau Lingga, pria yang menginginkan hati dan tubuhnya, siapakah yang akan Intan pilih?

View More
Jerat Gairah Lelaki Penguasa Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
KarRa
pengen geplak Panji, apa pun itu pengkhianatan tetap pengkhianatan. Intan semangat, kamu bisa dapat yang lebih baik
2022-09-20 11:48:20
1
user avatar
Lia Scorpio
Selamat membaca
2022-09-20 11:35:08
1
25 Chapters
Terkejut
"Hem, Panji pasti terkejut melihat kedatanganku. Sudah tidak sabar rasanya untuk bertemu," Intan Sasmita gadis 23 tahun bermonolog sendiri, sambil melangkahkan kaki melewati beberapa orang yang ada di bandara. Tujuan Intan kali ini bukan rumah melainkan kantor Panji—sang kekasih—. Hari kepulangannya memang dua hari lagi. Namun, dia percepat kepulangan mengingat hari ini bertepatan dengan anniversary 3 tahun berpacaran. Sesampainya Intan di kantor Panji, beberapa karyawan yang memang sudah mengenal Intan, merasa terkejut. Seperti ada ketakutan tersirat dari tatapan mereka. 'Ada apa dengan mereka? Kenapa melihatku seperti itu? Memangnya aku ini hantu?' gumam Intan, mengernyitkan kening heran seraya melanjutkan langkah. Di depan pintu ruangan Panji kini Intan berdiri. Salah satu ruangan yang Intan rindukan, selama ini dirinya menuntut ilmu di negeri paman Syam. Tangannya cepat membuka pintu, tidak sabar memberi kejutan untuk sang kekasih. "Sayang, surpr
Read more
Hari pertama bekerja
Intan duduk termenung di dalam kamarnya. Pada dasarnya, Intan bukanlah seorang gadis yang lemah, apalagi jika itu hanya urusan percintaan. Hanya saja, kekecewaan yang mendalam atas dasar nama 'persahabatan' membuat Intan merasa dibohongi mentah-mentah. Kalau untuk Panji sendiri, benar yang dikatakan sang ayah. Batu kerikil memang harus dibuang, karena akan menyulitkan dalam langkah ke depan. "Sepertinya aku harus bekerja untuk melupakan kejadian kemarin. Berlarut-larut seperti ini juga tidak akan mengubah apapun. Toh, kuliahku juga hanya menunggu wisuda saja." batin Intan, memikirkan sesuatu. Keputusannya sudah bulat, Intan bergegas keluar dari kamarnya mencari keberadaan sang ayah. Ayah Intan merupakan salah satu pemilik perusahaan besar yang terkenal di bidangnya. Sifat keras kepala dan pantang menyerah, Intan turuni dari sifat sang ayah. "Yah, Intan mau bicara," ucap Intan, duduk di samping sang ayah. "Bicara apa, Tan? Sepertinya serius?" tanya ayah Intan, menghentikan keg
Read more
Presdir gila
Intan berjalan melewati beberapa karyawan yang berlalu lalang sibuk dengan urusan masing-masing. Setibanya Intan di ruang asisten bernama pak Agung. Dengan rasa percaya diri yang tinggi, tangannya terkepal dan terangkat mengetuk pintu ruangan. "Masuk!" Suara bariton terdengar dari dalam ruangan, memerintahkan Indah. Perlahan pintu ruangan terbuka. Intan yang mengira asisten presdir itu tua, hanya bisa melongo tak percaya. Tua? Bahkan wajahnya jauh dari kata itu. Seorang pria tampan dan penuh wibawa menatap Intan dengan tatapan datar. Intan sempat tertegun menatap sang asisten, sampai suara bariton itu mempersilahkan Intan duduk. "Silahkan Nona Intan!" Intan terkesiap malu. Wajahnya sedikit memerah, lalu duduk di kursi tepat di depan sang asisten. "Saya akan menjelaskan tugas dan jabatan nona Intan. Berhubung sekretaris pak Presdir baru saja memundurkan diri. Pak Presdir tidak memiliki sekretaris sekarang ini. Saya akan menempatkan
Read more
Perjalanan menuju Lombok
Intan kembali ke ruang kerjanya. Baru hari pertama bekerja, Intan sudah mengalami kesulitan. Memang benar dengan dirinya bekerja, Intan mulai melupakan pengkhianatan mantan kekasih dan sahabatnya. Namun, masalah lain justru datang dari atasannya sendiri. 'Apa aku harus ikut ke Lombok? Aku kan baru bekerja, belum terlalu kenal dan tau bagaimana presdir di perusahaan ini. Kalau ternyata dia presdir mesum, bagaimana?' batin Intan, bergidik ngeri membayangkan hal itu. Dirasa ragu dan takut, akhirnya Intan menghubungi sang ayah. Cukup lama panggilan Intan masuk, akhirnya tersambung juga. "Ada apa Ntan? Kenapa nelepon Ayah? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya sang ayah. "Intan bingung Yah, semuanya sih baik-baik saja," jawab Intan. "Bingung kenapa? Ceritakan pada Ayah!" "Tadi kan Intan menghadap pak Presdir. Katanya besok, Intan harus ikut pergi ke Lombok karena ada jadwal di sana. Ini kan hari pertama Intan bekerja, masa iya s
Read more
Tidur berpelukan
Perjalanan yang ditempuh harusnya hanya delapan jam, kini harus di luar dari perkiraan, karena ada kesalahan. Intan dan Lingga akhirnya tiba di hotel yang mereka tuju menjelang tengah malam. Hotel mulai terlihat sepi, hanya ada satu atau dua orang saja yang berjalan melewati meja resepsionis. Lingga menarik tangan Intan menuju meja resepsionis untu memesan kamar. "Permisi Mbak! Saya mau pesan dua kamar," ujar Lingga. "Maaf sekali Pak, kamar yang tersisa hanya sisa satu," sahut resepsionis itu, menangkupkan kedua tangannya di dada. "Hanya ada satu kamar? Apa tidak ada kamar lain lagi?" tanya Lingga, tidak percaya. "Maaf Pak, tidak ada," jawab resepsionis itu lagi. "Hotel sebesar ini, masa iya tidak ada kamar lagi, Mbak?" Kali ini Intan yang bertanya, menurut Intan mustahil jika kamar hanya tersisa satu saja. "Maaf Mbak, memang hanya sisa satu. Dikarenakan banyak sekali kunjungan ke tempat wisata, dan ini adalah satu-sa
Read more
Bos mesum
Seusai keluar dari kamar mandi, Intan duduk di atas tempat tidur dengan beberapa alat make up di depannya. "Aku tidak terbiasa memakai make up, terus, bagaimana cara memakainya? Kalau tidak pakai make up, nanti pasti terlihat pucat," Intan bermonolog sendiri, bingung. "Tidak usah memakainya kalau tidak bisa! Yang ada, kamu nanti akan terlihat seperti badut mampang yang ada di trotoar," ejek Lingga, yang baru saja keluar kamar mandi. Intan menoleh ke arah Lingga, tanpa sadar langsung menutup matanya. "Bapaak! Kenapa keluar kamar mandi hanya menggunakan handuk saja?" jerit Intan. Lingga memperhatikan tubuhnya sendiri di kaca kamar itu. "Hei! Tidak perlu menjerit seperti itu! Memangnya apa salahnya? Saya ini pria, jadi ini hal wajar saja. Lain lagi kalau kamu yang seperti ini. Dasar aneh! Apa kamu tidak pernah melihat badan pria lain sebelumnya?" "Cepat masuk ke kamar mandi lagi! Gunakan pakaian Bapak dulu, baru keluar. Bisa-bisa ternoda mata suci saya ini. Y
Read more
Diancam dipecat
Intan yang tadinya merasa lapar, kini tidak berselera lagi untuk kembali ke restauran tempat Lingga berada. Intan memutuskan kembali ke kamarnya. "Baru satu hari di sini, berarti masih ada sisa enam atau tujuh hari lagi. Apa aku bisa bertahan selama itu, apalagi satu kamar dengan bos gila seperti dia," gumam Intan, duduk membelakangi pintu kamar. "Siapa yang kamu sebut bos gila? Kamu mengatai saya di belakang?" tanya Lingga, entah dari mana dan kapan munculnya. Mendengar suara Lingga, sontak Intan berbalik. "Bapak? Ka-kapan Bapak kembali?" tanya Intan, menepuk keningnya sendiri. "Kapan saya kembali, itu tidak penting. Ternyata kamu memang suka membuat masalah, ya? Masalah yang sebelumnya saja, sudah membuat kamu mau dipecat, sekarang membuat masalah baru. Apa kamu mau dipecat sekarang?" tanya Lingga, perlahan mendekati Intan. Intan memundurkan posisi duduknya. "Berhenti Pak! Bapak mau a-apa?" Wajah Intan sudah ketakutan. "Saya mau apa? Itu terser
Read more
Bertemu seseorang
Lingga bergegas keluar dari kamar, pintu yang tadinya terbuka, kini terlihat kosong. "Tidak ada orang? Lalu, siapa yang membuka pintu tadi?" Lingga nampak mengerutkan keningnya. "Apa ini ulah gadis itu? Tapi, gadis itu tidak terlihat di mana pun," lanjut Lingga, terus bermonolog sendiri. Lama Lingga berdiri di depan pintu kamar. Intan yang merasa kondisi sudah mulai aman, melangkah santai menghampiri Lingga. "Sedang apa Pak?" tanya Intan, bersikap biasa saja. Lingga menatap tajam Intan, matanya terus menelisik gadis yang kini berdiri di depannya. "Dari mana saja kamu? Apa tadi kamu sempat kembali?" "Dari makan Pak. Kembali ke mana maksud Bapak?" tanya Intan, pura-pura tidak mengerti. "Tidak ada apa! Lupakan saja! Sekarang bersiap, kita akan ke perusahaan Giant Super!" Lingga memilih masuk ke kamar lebih dulu. 'Sepertinya gadis itu tidak tau apa-apa. Mungkin benar bukan dia pelakunya.' batin Lingga. Intan tersenyum penuh kemenangan. Sandi
Read more
Intan berbohong
Intan menelan air liurnya kasar. 'Aduh, kenapa ayah bisa ada di sini? Bisa gawat ini. Semoga ayah tidak menyapa aku,' batin Intan. Meeting yang dilaksanakan oleh para petinggi perusahaan akhirnya usai juga. Disaat Lingga sedang sibuk berbincang dengan para relasi bisnisnya, Intan milih untuk mendekati sang ayah. "Yah, kenapa Ayah bisa ada di tempat ini juga? Kemarin, waktu Intan bilang akan pergi, Ayah tidak mengatakan apa-apa," tanya Intan. "Ayah sengaja, Ayah mau melihat langsung kinerja kamu bagaimana? Apa sudah pantas, jika nanti harus menggantikan Ayah. Bagaimana kabar bos kamu? Apa dia memarahi kamu selama di sini?" tanya sang ayah. Intan melirik Lingga yang berada jauh, lalu kembali lagi menatap sang ayah. "Pak Lingga baik kok, Yah. Dia tidak memarahiku. Yah, nanti jangan bilang siapa-siapa, ya!" pinta Intan. "Bilang apa?" Ayah Intan mengerutkan keningnya bingung. "Itu Yah, jangan bilang kalau aku ini putri Ayah!" bisik Intan. "Iya, ga
Read more
Naik Angkot
Lingga berjalan ke sana ke sini mencari keberadaan sekretaris magangnya--Intan. Lama mencari, akhirnya Intan ditemukan juga. Intan masih berdiri mematung di tempatnya. Walaupun sang ayah sudah lama pergi, tetap saja penyesalan itu membuat Intan tidak bisa beranjak dari tempatnya. "Kamu di sini? Dari tadi saya cari ke mana-mana, ternyata santai di sini!" omel Lingga, memegang pundak Intan. Intan tersadar, kemudian menormalkan ekspresi wajahnya. "Ada apa Pak?" tanya Intan, berbalik ke arah Lingga. "Ada apa kamu tanya? Dari tadi saya bicara panjang lebar, kamu cuma tanya itu? Keterlaluan sekali kamu," Wajah Lingga memerah menahan emosi. "Apa meetingnya sudah mau dimulai Pak?" tanya Intan, mengalihkan pembicaraan. Tangan Lingga terkepal menahan emosi. "Tidak jadi meeting, saya mau kembali ke hotel saja. Kamu berdiri di sini saja, tidak usah ikut!" geram Lingga, melenggang pergi meninggalkan Intan yang menatapnya bingung. "Bos mesum itu kenapa? Marah?"
Read more
DMCA.com Protection Status