Mbak Arsitek Perancang Cinta

Mbak Arsitek Perancang Cinta

By:  Astika Buana  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
17 ratings
101Chapters
85.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Lituhayu tidak menyangka bahwa kemampuannya sebagai arsitek diragukan hanya karena dia seorang perempuan! Bahkan, pekerjaan yang ditawarkan padanya seketika diubah oleh Mahendra–bos barunya yang merasa perempuan cantik tidak mungkin bisa serius dalam bekerja. Oleh karena itu, Lituhayu merasa tertantang untuk melakukan yang terbaik di sana dan membuktikan bahwa dirinya layak di dunia yang mayoritas laki-laki itu. Akankah dia berhasil? Atau, justru tenggelam karena keterlibatan cinta yang tidak diharapkan….

View More
Mbak Arsitek Perancang Cinta Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Nur Habibah
ini bacaan ke 2 , sangan suka...terimakasih untuk karyanya
2024-02-19 18:15:49
0
user avatar
Azitung
Sedikit-sedikit bacanya.
2023-03-23 20:13:48
1
user avatar
Astika Buana
Cerita ini sudah ada update terbaru, ya. Terima kasih sudah sabar menunggu. ...
2023-01-22 15:07:28
3
default avatar
MyLusiana
Belum ada up nih kak, ditunggu up nya yaa
2023-01-12 11:22:29
1
user avatar
Michelle Putri
ditunggu upnya kok luamaa,,,
2023-01-11 22:16:41
0
default avatar
MyLusiana
Ditunggu up nya kak
2023-01-03 22:18:26
0
user avatar
Astika Buana
Selamat Tahun Baru. Sehat, sukses, dan bahagia selalu. . Terima kasih atas dukungannya selama ini. .
2023-01-01 00:48:12
0
user avatar
Afifa Nufus
ko tidak bisa dibuka ya
2022-12-21 06:59:18
0
user avatar
Hana Asmita
seru ceritanya
2022-12-18 16:14:56
1
user avatar
Nisa Nisa
seru bgt ceritanya syukaaaa deh
2022-12-15 20:54:36
2
user avatar
Zubaidah Zubaidah
cerita bagus...lucu...aku suka karena gak ada typo ......
2022-12-11 03:23:38
1
user avatar
Rapuncell Sheila Y
bagus ceritanya g bertele tele suka...
2022-12-09 06:48:21
1
user avatar
N’dank Widianing
Cerita nya Indonesia banget wanita pekerja keras aku suka bagus banget
2022-12-09 05:24:25
1
user avatar
Wanti Warsih
perempuan yang berkompeten, diremehkan, tunjukkan terus kemampuanmu litu. kamu tetap rendah hati
2022-12-07 16:41:20
1
user avatar
Astika Buana
Maaf, ya. Minggu ini tersendat update. . Penulis lagi siaga satu. Alhamdulillah sudah dilancarkan proses persalinannya, dan baby boy lahir dengan selamat. . Ikuti kelanjutan keseruan kisah Lituhayu, ya. . Terima kasih atas dukungannya.
2022-11-25 22:20:42
2
  • 1
  • 2
101 Chapters
Bab 1. Keraguan
"Saya menyuruh kamu mencari arsitek, bukan perempuan! Apalagi modelnya seperti dia!" teriak laki-laki berwajah keras. Suara samar terdengar jelas di telingaku, walaupun ruangan ini terbatas kaca lebar. Dua laki-laki di dalam terlihat berdebat dengan mengacung-ngacungkan berkas di tangannya. Iya berkas portfolioku yang aku bawa hari ini. Satu berkulit terang dengan baju rapi dengan dilengkapi jas, dan satunya lagi berkulit lebih terang berbaju rapi juga, tetapi tanpa menggunakan jas. Tidak begitu jelas wajah mereka dari luar sini. Namun, dari penampilan mereka menunjukkan posisi yang penting di perusahaan ini. "Dia yang terpilih sesuai portfolio yang dikirim melalui email itu!" sanggah lelaki satunya. Keadaan seperti yang biasa aku hadapi. Keraguan akan kemampuanku, hanya karena aku seorang perempuan. Di dunia yang mayoritas laki-laki ini, memang beresiko buatku sebagai perempuan. Kualitas kami yang tidak diperhitungkan, membuat aku lebih keras berusaha lagi, dan disinilah aku. Se
Read more
Bab 2. Kita Hanya Berdua
"Satu pertanyaan saya. Maaf, ya. Litu, ini benar karya kamu?" tanyanya dengan menatapku tajam, tangannya menunjukkan portfolioku yang sedari tadi dibawanya."Pak Sakti meragukan ini karya saya?" Aku menyerngitkan dahi, keraguan kemampuan berdasarkan gendre aku pikir hanya terjadi di lapangan saja. Ternyata, di perusahaan yang bonafit seperti ini dan kabarnya sudah go internasional masih berfikir sempit seperti itu.Pak Sakti tersenyum dan menyandarkan punggungnya. Dia memiringkan kepalanya dengan masih menatapku. Ih, orang ini tidak tahu kalau aku kesal dengan keraguannya, malah tersenyum tidak jelas. Senyumnya ternyata manis juga dan wajahnya tidak seserius pada awalnya, lebih bersahabat."Saya tidak meragukan kamu, tetapi perlu bukti.""Itu sama saja, Pak. Apa yang harus saya lakukan untuk membuktikan itu karya saya? Soft copy sudah saya berikan, begitu juga hard copy. Sudah ditangan, kan?" ucapku melontarkan pertanyaan balik. Tangan ini tak terasa menggenggam erat, menahan kekesala
Read more
Bab 3. Malunya Aku
Aku diam sejenak, di depan pintu lift. Teringat apa yang dikatakan Pak Sakti."Saya tunggu makan siang. Cepat naik!" Dia bilang, naik ke atas. Jadi ada dua kemungkinan tempat makan, cafetaria di lantai sembilan atau top party di rooftop. Paling tepat cafetaria lantai di sembilan. Sip! Aku ke cafetaria. Tantangan cemen seperti ini, kalau salah membuat malu sekampung.TringPintu lift terbuka, aku langsung masuk, sendiri. Pencet naik angka sembilan. Pintu tertutup dan jalan.Terpantul bayanganku dari dinding yang full stainless, tinggi semampai berambut panjang, dan wajah lumayan tidak jelek. Hanya sering kali orang sekitarku mengatakan aku kurang riasan, terlihat pucat, kalau ibu bilang lebih sadis, 'nglubut' tingkatan diatasnya dekil. Untung secara fisik menyerupai Ibu yang dulunya kembang desa, putih dan ayu. Kalau mirip Bapak bisa-bisa harus pakai lampu karena terlalu gelap, itu becandaan Ibu kalau menggodaku.Karenanya sering diomeli, supaya kelihatan fash
Read more
Bab 4. Beneran, yang Direkrut Cewek?
Menahan rasa malu, aku langsung bergegas bersiap. Merapikan baju, rambut dan berias sedikit. Hanya bedak tipis dan lip gloss. Aku harus menjelaskan ke Pak Sakti, jangan sampai dia menganggapku menggodanya.Pak Sakti duduk di ruang makan, sudah ada makanan terhidangkan di sana. Ternyata, panggilan tadi untuk makan. "Pak Sakti, maaf tadi saya tidak sengaja. Bukan bermaksud untuk ....""Sudahlah. Saya sudah hafal dengan anatomi. Tidak usah dijelaskan, saya sudah kebal! Kalau tidak, sudah saya terkam kamu tadi!" ucapnya dengan tertawa. Aku pun ikut tertawa kikuk. Jangan-jangan Pak Sakti ini ....Ah, biarlah. Kalaupun iya, itu bagus untukku.Kami langsung menghabiskan makanan di depan kami, nasi uduk dengan lauk ayam goreng.***Setiba di ruang meeting, sudah berkumpul para tenaga sipil. Dari kepala proyek, kepala pengadaan barang sampai mandor. Kali ini, kami mengadakan pertemuan tentang proyek yang masih berjalan. Sebenarnya, aku belum mempunyai andil apapun dipertemukan, tetapi ini
Read more
Bab 5. Tidak Sengaja
Aku memantaskan diri di cermin. Mengenakan setelah celana kain berwarna merah maroon lengkap dengan blazernya. Dilengkapi dengan kemeja merah muda dengan renda di bagian dada. Terlihat simple tetapi fashionable. Sengaja sebelum berangkat ke Jakarta, aku memesan beberapa stel baju ke Alysia-teman kos ketika kuliah dulu. Saat ini dia mengembangkan butik warisan keluarga di ibu kota ini. Awalnya, aku merencanakan hanya tinggal sementara di tempat sahabatku itu sebelum mendapat tempat yang cocok. Namun, rencana diambil alih olehnya dengan berbagai alasan. Termasuk, tidak tega melepasku di kota besar ini. "Litu! Di sini jangan disamakan dengan Jogja, yang model orangnya santai. Kemana-mana pakai sandal jepit masih dihargai. Di sini, penampilan nomor satu. Kamu akan dilirik orang, kalau penampilanmu menarik. Setelah itu, baru kualitas kamu akan mendapatkan kesempatan untuk dinilai!' terangnya ketika aku baru sampai. Terdengar ngeri mendengar penjelasnya. Kalau tidak karena panggilan ke
Read more
Bab 6. Panggil Saya Mas Sakti
Entah mengapa, setelahnya kami pun terdiam, hingga orang di lift sudah tinggal kami berdua. Setelah sampai di lantai tujuan, aku mengikuti Pak Sakti menuju ke ruangan kami. Tiba-tiba, dia berhenti dan membalikkan badan ke belakang. "Kamu kenapa berjalan di belakangku? Kita jalan seperti bebek dengan anaknya!" selorohnya dengan tertawa kecil. Aku menatap wajahnya dan ikut tertawa setelah memastikan tidak ada apa-apa karena kejadian tadi. "Kita jalan sambil berbincang. Ingat, kira rekan kerja bukan baginda raja dan bawahannya," ucapnya berjalan melambat mensejajari aku. "Siap, Pak!" ucapku bersikap kembali seperti semula. Saat ini, aku masih menjajaki Pak Sakti. Apakah dia termasuk golongan seperti rekan kampusku dulu, yang melihat kami bukan berdasar gendre, atau seperti laki-laki pada umumnya. "Bagus penampilanmu saat ini, daripada kemarin. Baju baru?" tanyanya, menoleh ke arahku. "Ini karena sahabatku, Alysia namanya. Kami tinggal bersama dan dia di sini mempunyai butik. Kar
Read more
Bab 7. Perbincangan Panas
"Mas Sakti, kita di tunggu Pak Mahendra sekarang. Meeting diajukan," ucapku membuat dia berdiri dan tersenyum kepadaku sambil berkata, "Kamu sudah siap menghadapi singa perusahaan ini?" Aku tersenyum dan mengangguk berusaha menguatkan dan menenangkan jantung yang berdetak kencang. Kucing kecil ini akan menunjukkan cakarnya di depan singa perusahaan ini. 'Siap!'* "Kamu tidak usah kawatir. Siapapun dia, kita tetap sama. Sama-sama makan nasi!" kelakar Mas Sakti. "Saya tidak kawatir," elakku. "Tapi takut, kan?" ledeknya sekali lagi. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Persiapan mental, itu yang utama. Kalau keilmuan atau kreatifitas sudah ada di genggaman. Setiap di tempat kerja, aku mempunyai misi. Seorang perempuan pun berhak dan bisa menjadi seorang arsitek dengan kemampuan yang bisa diperhitungkan. Itulah yang menjadi semangat dan kekuatanku menghadapi siapapun di bidang ini. "Kita ke sana sekarang. Dia paling tidak suka dengan ketidaktepatan waktu," ingat Pak Sakti. "Kan Pa
Read more
Bab 8. Bersama Si Vampir
"Kedua, dia menunggu kita untuk makan siang bersama," bisiknya dengan mendekatkan wajahnya ke arahku."Maksudnya dia…. Pak Mahendra?!" tanyaku dengan mata membulat sempurna ke arahnya.'Aduh!'"Kenapa? Cacing kamu langsung mogok lagi?" ledek Mas Sakti terkekeh. Mungkin melihat wajahku yang sebelumnya semangat ingin makan, berubah terlihat aneh."Beneran, kita makan bersama Pak Mahendra yang tadi itu? Mas Sakti saja mungkin?" tanyaku tidak percaya. Bukannya tadi bicara denganku saja seperti mau muntah. Kenapa sekarang malah menghadirkanku di meja makannya? Jangan-jangan aku akan dimakan hidup-hidup dan dicabik-cabik oleh vampir itu."Sama kamu jugalah! Tadi sudah dibilang, kan," jawabnya sambil melangkah mengikuti Mbak Endah ke ruang VIP yang berada di ujung, aku berlari kecil untuk mensejajarinya."Hiiii," desisku sambil mengangkat bahu."Kenapa, Litu?" "Ngeri!" jawabku spontan. Mas Sakti terbahak mendengar ucapanku.Setiba di depan pintu, Mbak Endah membukakan pintu dan membungkuk m
Read more
Bab 9. Semobil
Hari ini, aku bersiap untuk survey lapangan. Menggunakan baju senada seperti kemarin, hanya berbeda warna saja. Hari ini biru cerah, aku ingin kegiatan hari ini cerah sebiru bajuku. Aku menggunakan sepatu trepes, masih terlihat resmi tetapi lebih santai dan nyaman. Tidak ketinggalan, kaca mata hitam anti silau. Yang terakhir ini sebagai andalanku untuk meningkatkan penampilan. "Wah, sepertinya ada yang sudah tidak sabar lagi!" teriak Mas Sakti melihat aku sudah bersiap. Dia berpakaian lebih santai lagi, celana kain dan baju lengan panjang yang di gulung sampai siku. "Pagi Pak Sakti!" sapaku. "Hlo, kok Pak?" tanyanya heran. "Latihan. Supaya tidak keceplosan!" jawabku. Kemarin Mas Sakti sudah memberitahu, aku harus memanggilnya pak, di depan Pak Mahendra yang kolot itu. Jangan sampai salah, aku tidak mau ada ungkapan yang mematik keinginanku untuk menimpuk kepalanya. Terlalu ekstrim, ya? "Okey! Up to you, lah!" ucapnya sambil bersiap. Kami bergegas ke ruangan Pak Mahendra dan m
Read more
Bab 10. Aku Ikut, ya?
"Kamu kenapa, Litu?" suara berat terdengar di sebelahku, membuatku kaget. Hampir saja ponsel di tanganku terpental. Ternyata kalau bersuara lirih, kedengaran di telinga berbeda. Ada rasa menggelitik di hati ini, menyelusup dan gimana gitu."Ti-tidak, Pak. Tadi minum kopi terlalu kental," jawabku asal nyomot. Tidak mungkin aku berterus terang penyebab sebenarnya. Bisa jadi, aku langsung di pecat. "Sakti, tadi kalian minum kopi tanpa makan apapun?!" tanyanya dengan suara agak keras. "Iya, tadi kita tunggu lebih setengah jam sambil minum kopi. Yang lebih kasihan itu Litu. Karena terlalu bersemangat, datangnya lebih awal. Pasti dia tidak sempat sarapan!" seloroh Mas Sakti berbalas pelototan mata dariku. Sialan aku dijadikan alasan. "Baik, aku minta maaf sudah terlambat. Kamu mau makan pagi apa, Litu? Saya traktir," ucapnya dengan menatapku. Aku langsung menatapnya balik, beneran yang bicara barusan si Vampir itu? Minta maaf? Dan, dengan suara pelan lagi. Lebih enak didengar tetapi te
Read more
DMCA.com Protection Status