"Butuh yang bagaimana, Dok?"
Tentu Karina terperanjat mendengar alasan Yudha ketika Karina tanya kenapa dia begitu bernafsu hendak menikahi dirinya.
"Saya butuh kamu untuk saya nikahi, untuk menyelamatkan masa depan saya, Rin."
Kembali Karina terperanjat, dia syok dan terkejut luar biasa dengan kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut laki-laki itu. Ini maksudnya gimana?
"Pardon?" alis Karina berkerut, laki-laki ini benar-benar lain!
Yudha nampak menghela napas panjang, sementara Karina masih menatap sosok itu dengan saksama. Sebenarnya ada apa sih? Kenapa jadi Karina dihubungkan dengan misi penyelamatan masa depan sosok dokter bedah umum itu? Memang ada apa dengan masa depan laki-laki jutek dan menyebalkan macam Yudha?
"Jadi begini," Yudha menatap lurus ke dalam manik mata Karina, "Kamu tahu, kan, umur saya ini berapa?" tanya Yudha serius.
"Lah mana saya tahu, Dok? Memang umur Dokter berapa?" jawab Karina balik bertanya yang sontak mendapat pelototan mata dari Yudha.
"Umur saya 35 tahun, Karin." Yudha menjawab sendiri pertanyaannya tadi. "Dan oleh karena itu, saya terus didesak orang tua agar segera menikah."
Karina membulatkan bibirnya, pantas sih kalau sudah diuber-uber disuruh kawin, hampir kepala empat. Masuk usia krusial bagi warga +62 jika diusia matang begini belum menikah.
"Ibu saya sudah mengultimatum, jika sampai bulan depan saya tidak bawa calon ke rumah, maka saya akan djodohkan, Rin, dan saya nggak mau."
Kini Karina melotot, dia yang hendak dijodohkan dan hendak dikawinkan sama orang tuanya, kenapa jadi Karina yang korban masa depan?
"Lah, tapi kenapa Dokter malah mau nikahin saya?" Karina masih belum terima jika dia harus menikah dengan sosok dokter menyebalkan di hadapannya ini.
"Kamu lupa apa yang kamu ucapkan pagi tadi?"
Karina sontak lemas, pasti itu yang digunakan Yudha untuk senjata, bukan? Benar-benar sial! Karina menghirup udara sebanyak-banyaknya.
"Tapi Dok, tadi itu han--."
"Saya tidak terima alasan apapun!" potong Yudha yang makin membuat Karina terjepit. "Kamu membawa nama Tuhan dan disaksikan belasan teman-temanmu sebagai saksi, dan kamu mau mengelak sekarang? Nggak takut kualat kamu?"
EH!
Karina tersentak, matanya membulat menatap Yudha yang tampak begitu serius malam ini. Kualat? Kenapa sekarang bawa-bawa kualat?
"Kamu mau sial terus seumur hidup? Jadi koas bau dan dikerjain terus-terusan sama senior dan residen? Atau mau ujian UKMPPD berkali-kali nggak lolos karena kamu mengingkari janji buat nikahin saya?" cecar Yudha yang makin membuat Karina melongo di tempatnya duduk.
Rasanya Karina ingin melemparkan piring di hadapannya ke wajah laki-laki itu, menyiramkan air soda dalam gelasnya lalu pergi begitu saja meninggalkan laki-laki ini.
Namun kata kualat dan kemungkinan-kemungkinan yang Karina bisa saja alami karena mengingkari janji membuat Karina mengurungkan niatnya untuk melemparkan benda yang ada di hadapannya.
"Kita sama-sama membutuhkan satu sama lain, Rin." gumam Yudha lagi ketika Karina hanya diam membisu. "Saya butuh kamu agar supaya saya tidak dijodohkan dengan gadis pilihan ibu saya, dan kamu butuh saya agar tidak kualat karena sudah terlanjur janji mau menikahi saya."
Apa-apaan ini?
Jadi besok dia akan menikah bukan karena mencintai laki-laki yang dia nikahi, tetapi karena saling membutuhkan satu sama lain? Ini pernikahan model apa?
"Ta-tapi--."
"Intinya saya tidak mau dengar apapun, Karina!" potong Yudha segera. "Saya mau nikahin kamu dan kamu harus mau sesuai dengan apa yang sudah kamu ucapkan tadi pagi."
SKAKMAT!
"Masalah restu dari orang tuamu, saya tidak mau tahu dan tidak menerima penolakan. Intinya saya datang lamar, saya harus dapat ACC dari beliau. Bagaimana caranya, itu terserah kamu."
Kembali Karina membelalakkan matanya, kurang ajar! Kenapa enak sekali laki-laki ini? Dia pikir gampang meluluhkan sang papa? Kenapa jadi Karina yang harus berjuang mendapatkan restu orang tuanya untuk pernikahan yang sebenarnya tidak dia inginkan ini?
"Loh, kenapa harus saya sih, Dok?" protes Karina keras.
"Iya lah, biasanya kalau anaknya yang merayu, orang tua akan luluh. Lagipula siapa yang tadi bilang mau jadiin saya suami? Kamu, kan?" Yudha tersenyum sinis, terlihat sekali sorot mata itu berapi-api.
"Ya tapikan ...." Karina tidak melanjutkan kalimatnya, ia sendiri sampai bingung hendak berkata apa.
"Ah, saya punya ide." ujarnya kemudian. "Ada satu cara yang bisa membuat beliau mau tidak mau merestui kita menikah, Rin."
Kening Karina berkerut, ini pasti ide yang cukup gila!
"Apa memangnya?" Karina sebenarnya malas bertanya, tetapi dia penasaran. Jangan bilang kalau ....
"Saya bisa hamili kamu dulu, kan mau tidak mau kita harus menikah, bukan?" jawab Yudha dengan seringai lebar.
"APA?" Karina sontak memekik, laki-laki ini selain sedingin es dan sekaku kanji juga sedikit gila dan kurang waras!
"Makanya kamu tinggal pilih, mau cara satu atau dua!" Yudha kembali tersenyum penuh kemenangan. "Saya nggak keberatan kok kalau kamu mau kita pakai cara kedua, saya rela babak-belur dihajar papamu, yang penting kita menikah dan saya tidak harus menikahi gadis pilihan ibu saya."
***
"Dokter memangnya nggak punya pacar apa?" tanya Karina sambil bersandar lesu di jok mobil. Mereka sudah dalam perjalanan pulang, acara makan malam absurb mereka sudah selesai."Nggak, terakhir punya pas internship. Ilang ditikung residen, habis itu males pacaran lagi." jawab Yudha santai dari balik kemudinya.
Karina rasanya ingin tertawa mengejek nasib laki-laki itu, namun dia sudah tidak bernafsu. Ia sedang menikmati nasibnya yang begitu sial hari ini.
"Besok ingin mahar apa? Resepsi di mana?"
Karina seperti dilempar mendengar pertanyaan itu. Ia benar-benar heran, orang satu itu kenapa seperti menyepelekan sekali pernikahan? Main asal hendak menikahi Karina hanya karena tidak mau dijodohkan dan karena ucapan terkutuk yang tadi Karina ucapkan.
"Dok, pernikahan itu suci loh, seumur hidup sekali dan Dokter dengan begitu santai hendak ...." Karina benar-benar tidak mengerti lagi, bagaimana caranya menjelaskan pada laki-laki itu?
"Rin, saya tegaskan sekali lagi, saya serius mau nikahin kamu. Memangnya saya terlihat main-main?" kembali Yudha menegaskan niatnya, memang ada laki-laki matang yang bermain-main dengan hal seperti ini?
"Tapi orang nikah itu nggak cuma cukup sama ada duit sama calonnya, Dok."
Karina sudah putus asa. Antara putus asa menjelaskan sesuatu yang dia sendiri bingung bagaimana caranya menjelaskan hal itu pada Yudha, dan putus asa mencari cara agar Yudha membatalkan rencana pernikahan dadakan yang begitu gila ini.
"Apa lagi memangnya? Cinta?" tanya Yudha sambil menoleh sekilas.
Karina memejamkan matanya, ya ... itu! Cinta! Kalau orang menikah karena cinta saja banyak yang kemudian cerai, lantas bagaimana dengan dirinya nanti?
"Kalau masalah itu, saya punya jalan keluarnya."
Karina menoleh, ia makin tidak mengerti. Jalan keluar? Jalan keluar yang seperti apa?
"Jalan keluar? Jalan keluar bagaimana?"
Yudha menepikan mobilnya, menghentikan mobil itu di trotoar yang cukup sepi dan agak gelap. Membuat Karina sontak merinding dan sedikit ketakutan."Dok, mau ngapain?" kontan Karina panik, mau apa lagi sih dosen absurb-nya ini? Kenapa juga dia tidak ada panggilan cito mendadak? Jadi Karina tidak bisa kabur melarikan diri."Membicarakan jalan keluar untuk masalah kita." Yudha menoleh, menatap Karina yang memucat itu dengan tatapan serius.Karina menelan ludahnya dengan susah payah, jalan keluar yang seperti apa sih? Memang dokter menyebalkan satu itu punya rencana gila apa lagi selain tiba-tiba mengajaknya menikah?"Ja-jadi jalan keluar yang seperti apa, Dok? Dokter hendak membatalkan rencana kita menikah?" tentu itu harapan Karina, bukan? Namun sepertinya tidak semudah itu.Yudha mengayunkan tangannya, mencubit pipi Karina sampai gadis itu terkejut dan berteriak kesakitan."A-aduh ... aduh! Sakit, Dok!" teriak Ka
Yudha memasukkan mobilnya ke dalam garasi, setelah mematikan mesin mobil dan melepas seat belt, ia bergegas turun dan melangkah masuk ke dalam. Ia baru hendak membuka pintu ketika pintu itu sudah terhempas terbuka."Gimana, Yud?"Yudha menghela nafas panjang, sebegitu inginnya sang ibu melihatnya menikah? Bahkan sampai rela menunggu Yudha pulang selarut ini?"Apanya yang bagaimana, Bu?" tanya Yudha mencoba membelokkan arah pembicaraan.Sontak tangan Ningsih terayun, mengebuk gemas pantat Yudha sampai laki-laki tinggi tegap itu melonjak kaget."Aduh ... sakit, Bu!"Yudha menatap gemas ke arah sang ibu, sungguh memalukan sekali! Untung sejawat dosen dan dokter serta mahasiswanya tidak ada yang melihat, kalau ada yang melihat? Bisa hancur reputasi Yudha dalam sekejap."Makanya, jangan suka bercandain orang tua!"Yudha menghela nafas panjang, "Yudha bercanda yang bagaimana sih, Bu? Baru aja pulang loh
Yudha tergelak ketika foto-foto selfie gadis menyebalkan yang notabene adalah calon istrinya itu masuk ke dalam ponselnya. Dari mulai foto resmi sampai foto selfie alay semua dikirim ke nomornya. Entah berapa jumlahnya, Yudha tidak hitung pasti, yang jelas foto-foto itu memenuhi galeri ponsel miliknya yang biasanya kosong."Lebay!" Yudha mencibir, sedetik kemudian senyumnya merekah. "Cantik juga tapi!"Tentu Yudha tidak berbohong, Karina memang cantik kok. Tubuhnya mungil, wajahnya cantik dengan kulit putih, intinya dia begitu menggemaskan! Hanya saja satu, sikapnya rese dan menyebalkan sekali yang kadang membuat Yudha naik darah menghadapi gadis satu itu.Yudha masih membuka-buka foto itu, sampai di salah satu foto, tampak Karina berpose full body dengan memakai blouse bercorak bunga dan celana yang sangat pendek. Celana yang mengekspos kaki putih mulus miliknya dengan begitu sempurna.Yudha mendengus pelan, ada gairah yang muncul dari
Mata Yudha melotot tajam melihat foto-foto apa yang di-posting gadis itu di laman akun In*tag*am-nya. Foto-foto itu ... Yudha mendengus kesal, segera men-screenshoot beberapa foto yang menurut Yudha tidak pantas ada di akun sosial media itu. Agaknya dia harus memperhatikan dan mengawasi Karina dengan seksama!Yudha segera mengirimkan hasil screenshot foto itu ke nomor Karina. Ada lebih dari 20 puluh file yang dia kirim. Setelah memastikan puluhan file itu centang dua alias sudah terkirim dan diterima, Yudha segera menekan nomor Karina, kembali menghubungi calon istri dadakan Yudha yang menyebalkan sekali itu."Apaan lagi sih, Dok? Apa lagi?" suara itu langsung nge-gas begitu panggilan Yudha dia angkat.Yudha menghela napas panjang, mencoba sabar menghadapi Karina yang sejak dulu Yudha tahu betul tidak pernah akur ketika berhadapan dengan dirinya."Sudah buka chat saya?" Yudha mencoba tetap sabar. Melatih diri untuk sabar sebelum na
Karina sontak merinding dengan kalimat yang Yudha bisikkan kepadanya itu. Secara refleks Karina mendorong wajah itu menjauhi wajahnya. Sebuah tindakan yang membuat wajah Yudha berubah masam seketika.“Dokter jangan macam-macam sama saya, ya! Ingat perjanjian apa yang sudah kita buat kemarin?” Karina tentu ingat betul janji apa yang sudah Yudha berikan kepadanya, sebuah janji yang membuat Karina lantas setuju dengan semua rencana gila yang Yudha jabarkan itu.Nampak Yudha mendengus perlahan, ia lantas menutup pintu mobil Karina dan merebut kunci mobil dari tangan gadis itu. Karina melotot, terlebih ketika kemudian Yudha menarik tangan Karina dan membawanya keluar dari halaman parkir kost.“Eh ... eh ... apa-apaan ini, Dok?” tentu Karina protes, hendak dibawa kemana lagi sih?“Ikut saya ke kampus! Setengah jam lagi saya ada kelas.”Mendengar hal itu, Karina sontak melotot. Dia harus ikut dosen rese ini ke kampus? N
“Hus! Jangan teriak-teriak begitu, Rin!”Yudha terkejut luar biasa. Bagaimana tidak? Karina tiba-tiba berteriak macam itu dengan suara kencang, untung saja jantung Yudha tidak meloncat dari tempatnya. Yudha terus membawa mobil menuju kampus, tidak peduli Karina berteriak macam tadi, dia hampir telat.“Biarin! Saya benci pokoknya sama Dokter! Benci banget!” Karina kembali memukul-mukul lengan Yudha dengan membabi buta, membuat Yudha lantas menepikan mobilnya dan bersandar di jok.Karina sontak berhenti memukul lengan Yudha, ia melepas seat belt, hendak melomcncat turun kalau saja tangan Yudha tidak buru-buru mencekal tangan Karina.“Et!” Yudha mencengkeram kuat tangan itu. “Saya berhenti bukan buat kasih kesempatan kamu melarikan diri, ya?”Karina mendengus, menatap kesal ke arah Yudha yang tampak bersorot mata tajam. Mimpi apa Karina harus berhadapan dengan takdir yang menyebalkan macam ini? Agaknya Y
[ Di mana? ] Isi sebuah pesan yang masuk ke dalam ponsel Kirana. Pesan yang dikirim oleh kontak dengan nama 'My Lovely Husband', nama alay yang di ketik sendiri oleh si pemilik nomor. Rasanya ingin Karina abaikan saja pesan masuk itu, tetapi mengingat berapa horor hukuman yang akan Karina terima jika Karina kabur dari Yudha, membuat Karina sontak mengetikkan balasan dan segera mengirimkannya. [ Perpus fakultas, kenapa? ] Tanpa menunggu lama, pesan itu langsung dibaca oleh Yudha dan balasan pun langsung Karina Terima. [ Jangan kemana-mana. Saya kesana! ] Karina menghela napas panjang, ia meletakkan ponsel di atas meja. Menutup wajahnya dengan kedua tangan. Hal gila apa lagi yang akan terjadi setelah ini? Keributan apa yang akan pecah di antara mereka? Karina masih menutup wajahnya, ketika tepukan lembut itu tiba-tiba mendarat di bahu Karina. "Apaan lagi sih, Do--." Karina tertegun, bukan Yudha yang menepuk bahu
Karina tercekat mendengar kalimat itu. Dikecewakan? Ditinggalkan? Ia melirik Yudha yang wajahnya kini berubah sedu. Apa yang sebenarnya terjadi? Hal yang membuat lelaki itu begitu menyebalkan macam ini?Karina menghirup udara sebanyak-banyaknya, menoleh dan mulai memberanikan diri kembali bersuara."Tapikan nggak semua perempuan kayak begitu, Dok." tentu! Karina tidak mau kena imbas dari orang masa lalu Yudha dan berujung dia diawasi secara ketat macam tadi. Dia bukan tahanan kota!"Nggak semua, tapi kebanyakan iya, Rin!" tukas Yudha datar. Matanya masih tetap fokus pada jalanan yang ada di depannya."Tapi saya nggak kayak gitu, Dok! Saya bukan perempuan macam itu!" Karina kembali terpancing, Dia tipe orang yang bisa dipercaya dan dia tidak pernah mengecewakan orang yang sudah memberinya kepercayaan!"Bisa saya pegang omongan kamu?" kini Yudha menoleh, hanya sebentar karena ia kemudian kembali fokus pada setirnya.