Akibat salah paham, Zahra dipaksa menikah dengan Zyan, bosnya di kantor. Keduanya tak bisa menolak karena alasan masing-masing. Zyan terancam tidak akan mendapat warisan, sementara Zahra terdesak oleh keadaan. Mereka pun akhirnya sepakat membuat perjanjian sebelum menikah, yang menuntut Zahra agar menurut dan melakukan apa pun yang Zyan inginkan. Lantas, apakah Zahra bisa bertahan dalam pernikahan itu, sementara ia harus menyaksikan Zyan tetap menjalin hubungan dengan wanita lain? Atau akankah Zahra berpaling pada seorang pengusaha muda yang gencar mendekatinya?
View More“Sepertinya begitu, Pak. Saya juga baru tahu soal ini. Tim sama sekali tidak memberi tahu saya.” Faisal juga tak dapat menyembunyikan keterkejutannya melihat banyak orang membawa lembaran kertas besar dengan berbagai macam tulisan. Intinya mereka menolak pembangunan proyek di sana.Alis tebal Zyan tampak bertaut. “Bagaimana bisa ketua tim tidak memberi tahu soal ini? Apa mereka mau menyembunyikannya dari kita? Untung saja kita ke sini tidak mengabari dulu, jadi tahu keadaan sebenarnya di lapangan.” Pria itu merasa geram. Menurut laporan yang diterimanya, semua berjalan dengan lancar, termasuk izin dari pemerintah dan warga setempat. Namun nyatanya masih ada orang yang demo di sana.“Saya nanti akan menyelidikinya, Pak,” lontar Faisal.“Harus itu! Aku tidak mau ada masalah di proyek ini. Kita sudah menghabiskan banyak dana dari para investor,” tukas Zyan.Faisal kemudian memerintahkan sopir untuk masuk ke area proyek. Bangunan di sana sudah berdiri dengan kokoh meskipun belum jadi sera
“Assalamu’alaikum, Bidadari Surga abang.” Zyan menyapa sang istri kala panggilan videonya diterima oleh pujaan hatinya.Senyum Zahra semakin lebar setelah mendengar sapaan sang suami tercinta. “Wa’alaikumussalam, Abang,” balasnya.“Abang kangen, Ra,” ucap Zyan sambil terus menatap layar ponselnya.“Aku juga, Bang,” sahut Zahra yang juga melakukan hal yang sama seperti suaminya.“Baru beberapa jam berpisah saja, rasanya sudah kaya bertahun-tahun. Abang memang ga bisa jauh dari kamu,” cakap Zyan.Zahra kembali tersenyum. “Abang sudah sampai di hotel?” Dia memilih mengalihkan pembicaraan daripada terus membahas kerinduan yang mereka rasakan.Zyan mengangguk. “Iya. Ini Abang baru masuk kamar terus video call kamu. Di jalan tadi, abang ga dapat sinyal. Alhamdulillah di sini sinyalnya lumayan bagus. Kalau kamu nanti ga bisa hubungi abang, bukan berarti abang matiin hape ya, tapi sinyal di sini yang susah.”“Iya, Bang. Aku tahu kok kalau di sana agak susah sinyalnya. Abang nanti mau ke proye
Zyan menghentikan kegiatannya memijat kaki Zahra. Pria itu menatap lekat netra sang belahan jiwa. “Bukan begitu maksud abang, Ra. Kamu sudah salah paham. Tadi abang bilang mau kerja di rumah biar kamu ga capek wira-wiri dari rumah ke kantor atau sebaliknya. Abang ga minta kamu berhenti bekerja, kamu tetap kerja sebagai sekretaris abang, tapi ngantornya di ruang kerja abang,” jelasnya agar Zahra tidak salah pengertian.“Terus aku kerja di rumah, abang di kantor?” Wanita yang sedang hamil itu tiba-tiba terlihat linglung.Zyan menggeleng. “Abang juga kerja di rumah kok bareng sama kamu. Kalau ada meeting baru abang pergi sama Faisal atau asistennya,” terang CEO itu.“Oh, begitu. Kirain Abang ingin aku berhenti kerja.” Zahra merasa malu karena sudah salah paham dengan ucapan suaminya. Entah kenapa malam ini otaknya tidak bisa berpikir jernih. Apa mungkin karena kecapekan setelah seharian beraktivitas dan tak sempat istirahat siang? Dia tidak tahu juga penyebabnya.“Abang tidak akan menyu
Sebelum berlanjut ke prosesi selanjutnya, Zahra berganti terlebih dahulu. Bumil itu melepas kebaya kemudian menggantinya dengan atasan yang terbuat dari roncean bunga melati. Zahra sebelumnya sudah menggunakan dalaman sewarna kulit agar tidak terlihat auratnya saat mengenakan roncean melati.Zahra kemudian duduk di tempat acara siraman akan berlangsung. Air yang digunakan untuk acara siraman harus berasal dari tujuh sumber yang kemudian diberi bunga tujuh rupa. Arti dari prosesi adalah membersihkan diri baik secara fisik maupun mental.Yang pertama melakukan siraman adalah Prabu, selanjutnya Rania, kemudian Umar, Maryam, dan beberapa kerabat yang dituakan. Zyan yang paling terakhir menyiramkan air ke tubuh istrinya.Setelah itu Zyan melakukan prosesi pecah telur. Calon ayah itu menempelkan telur ayam kampung di kening dan di perut Zahra. Zyan kemudian menjatuhkan telur melewati kain yang dililitkan secara longgar pada perut istrinya. Begitu telur yang dijatuhkan pecah, hal itu menjadi
Tanpa terasa kehamilan Zahra sudah menginjak usia tujuh bulan. Rania menginginkan ada acara tujuh bulanan secara besar-besaran karena merupakan calon cucu pertama. Zyan dan Zahra hanya bisa menurut, karena percuma saja menolak, Rania tetap akan memaksakan kehendaknya. Zyan sebenarnya hanya menginginkan pengajian dan berbagi dengan anak-anak yatim seperti usulan mertuanya, tapi Rania bersikukuh ingin mengadakan tingkeban atau acara tujuh bulanan. Menurut wanita paruh baya itu, sebagai keturunan Jawa mereka harus melestarikan budaya leluhur. Saat Zyan dan Zahra menikah tidak menggunakan upacara adat, jadi Rania ingin melakukannya saat tujuh bulan kehamilan menantunya. Seperti biasa, Rania yang mengurus semuanya dibantu oleh asistennya. Semua tinggal datang dan menjalankan perannya saat pelaksanaan acara tujuh bulanan.Upacara tujuh bulanan itu dilaksanakan di kediaman Dharmawangsa, tepatnya di halaman belakang, di dekat kolam renang. Hal itu untuk memudahkan Zahra berganti pakaian di k
"Sejak kapan dia masuk jadi anggota?" Zyan bertanya pada anggota klub motor yang duduk tak jauh darinya."Sebulan atau dua bulan yang lalu. Kamu sih ga pernah kelihatan jadi ketinggalan info," sahut anggota klub itu.Zyan berdecak. "Namanya juga pengantin baru. Inginnya berduaan terus. Ini kami juga belum lama balik dari baby moon.""Iya, ngerti. Berita tentang kamu sama istrimu 'kan selalu ada saja," timpal pria tersebut."Pesanku, hati-hati sama dia. Jangan sampai pasanganmu digoda sama orang itu." Zyan kembali membahas pria yang baru datang.Anggota klub itu mengernyit. "Memangnya istrimu pernah digoda?"Ingatan Zyan sekilas berkelana ke masa di mana dia menolong Zahra dari Edwin, hingga membuatnya harus menikah dengan sekretarisnya itu. "Bisa dibilang sudah dilecehkan secara verbal. Tapi itu sebelum aku menikah dengan istriku. Kalau sekarang dia berani melakukannya lagi, aku tak akan segan menghabisinya," terang Zyan dengan rahang mengetat. Pada kenyataannya Edwin pernah kembali
Sabtu malam selepas Isya, Zyan dan Zahra pergi berdua. Pria itu menepati janjinya mengajak sang istri bertemu dengan teman-temannya sesama anggota klub motor, seperti janjinya beberapa hari yang lalu. Malam ini, Zahra mengenakan celana jin untuk ibu hamil, kaos putih lengan panjang, dan jaket kulit warna hitam yang dibeli di Turki. Kepalanya ditutup dengan hijab warna hitam, sementara untuk alas kaki, bumil itu mengenakan sepatu bot pendek yang warnanya senada dengan hijabnya. Tak beda jauh dengan Zyan. Pria itu juga mengenakan celana jin, kaos pas badan warna putih, dan jaket kulit serta sepatu bot yang couple-an dengan sang istri. Membuat penampilan kedua orang itu tampak serasi bila disandingkan. Outfit mereka malam ini diatur oleh Zyan.Zyan berani mengajak istrinya naik motor setelah sebelumnya berkonsultasi dengan dokter kandungan. Begitu sang dokter mengizinkan, dia pun langsung merancang semuanya, termasuk outfit yang mereka kenakan malam ini. Pria itu membeli helm, kaos tan
Zyan terkejut mendengar pertanyaan sang istri. Pria bercambang tipis itu sontak menginjak pedal rem sampai mentok. Membuat mobil berhenti mendadak dan menimbulkan suara berdecit. "Astaghfirullah!" seru Zahra yang kaget karena mobil berhenti mendadak. "Kenapa berhenti, Bang? Apa mobilnya bermasalah?" tanyanya kemudian. Zyan tak menjawab. Dia melihat kondisi jalanan sembari menyalakan lampu sein kiri, lantas menepikan kendaraannya begitu ada kesempatan. Untung saja jalanan cukup lengang jadi tidak menimbulkan kecelakaan karena Zyan mengerem mendadak. Meskipun membuatnya diumpat banyak orang, dia tidak peduli. "Bang, mobilnya beneran ada masalah ya? Kok malah minggir dan berhenti?" Zahra kembali bertanya karena suaminya sama sekali belum memberi jawaban. Zyan menggeleng. "Mobilnya tidak apa-apa." Pria itu akhirnya bersuara. "Terus kenapa kita berhenti?" cecar Zahra. "Abang harus bicara dan meluruskan sesuatu sama kamu." Zyan melepas sabuk pengaman lalu duduk menyamping menghada
Rahang Zyan mengetat melihat Zahra berbicara dengan Baron. Baru ditinggal sebentar saja, sudah ada pria yang mendekati istrinya. Bagaimana kalau ditinggal lama? Bisa jadi belahan jiwanya itu dikelilingi banyak pria.Pria bercambang tipis itu memarkirkan mobil begitu dekat dengan tempat istrinya menunggu. Tanpa mematikan mesin mobil, dia keluar dari kendaraan mewahnya lalu berjalan menghampiri sang pujaan hati.“Ayo, kita pulang.” Zyan mengulurkan tangan kanannya pada Zahra.Wanita yang mengenakan hijab merah muda itu tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia kemudian meraih tangan Zyan. Pria yang sudah menghalalkannya itu lantas membantunya berdiri.“Mas Baron, terima kasih sudah ditemani. Aku pulang dulu.” Zahra berpamitan pada teman kakaknya itu sebelum pergi.“Ya, hati-hati. Salam buat Ayah dan Ibu,” sahut Baron.Zahra mengangguk. “Insya Allah, kusampaikan.”Tak mau istrinya berbicara lebih lama dengan pria berpenampilan necis itu, Zyan lekas mengajak Zahra masuk ke mobil. Seper
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.