Kisah cinta Arjuna Mollary, seorang dokter yang kehilangan cinta pertamanya Meysa Adriana. Lima tahun merajut kasih, tiba-tiba Meysa pergi tanpa alasan yang jelas ketika Arjuna hendak melamarnya. Arjuna terus mencari keberadaan Meysa. Di tengah perjalannya, ia bertemu dengan Ziya Thalia. Kebersamaan setiap hari membuat Ziya merasakan gelayar aneh ketika bersama Arjuna. Akankah Arjuna menemukan Meysa? Atau cintanya berlabuh pada Ziya? Yuk ikuti kisahnya.
Lihat lebih banyakZiya bersemangat turun dari motor Arjuna. Ia mengenakan kebaya berwarna peach dengan celana berbahan satin berwarna senada. Rambutnya digerai dan hanya diikat beberapa helai ke belakang. Riasannya pun sederhana, kalau tidak dipaksa sang ibu, dia malas melakukannya."Eh, mau ke mana?" tanya Juna menarik lengan Ziya."Mau masuk lah, Kak. Acaranya 'kan di dalam," tunjuk Ziya ke arah masjid.Arjuna turun dari motornya dan melepas helm yang dikenakannya. "Masuk masjid pake helm?" decak Arjuna tertawa terbahak."Eh!" Ziya meraba-raba kepalnya lalu menyengir kuda. Segera ia lepas helm lalu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan melalui kaca spion motor Juna."Nih, Kak. Makasih ya," ujar Ziya mengulurkan lengannya.Langkah Ziya pun semakin dipercepat, tak sabar menjadi saksi kebahagiaan kakak pertamanya. Mungkin karena mengenakan flat shoes, makanya ia mudah berlari.
"Zii? Zizi? Ziya?" seloroh Arjuna melambaikan tangan, memanggil Ziya yang lagi-lagi terbengong."Eh," Ziya terkejut. Ia pun jadi salah tingkah karena ketahuan menatap Arjuna sedari tadi.Ziya mengalihkan pandangan ke sembarang arah. Jemarinya menyelipkan anak rambutnya yang tidak berantakan ke belakang telinga. Ia juga meraih gelas dan minum untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba terasa kering."Segitunya liatin aku. Naksir ya?" goda Arjuna melipat kedua lengannya di atas meja, sambil tersenyum lebar pada Ziya. Memperlihatkan kedua lesung pipinya."Apaan sih. Tadi, tanya apa, Kak? Maaf lagi nggak fokus," elak Ziya tidak berani menatap manik sang lawan bicara."Eemm ... kenapa kemarin malam-malam telepon? Aku telepon balik tapi nggak tersambung," tanya Arjuna kembali melanjutkan makannya.Ziya terdiam, ingatannya berputar pada kejadian malam itu. Tubuhnya kembali ge
Juna mengerutkan alisnya. Pasalnya tiba-tiba malam-malam begini Ziya telepon. Banyak pertanyaan di benaknya. Namun baru sepersekian detik dingkatnya, sambungan terputus. Bahkan mati ketika ditelepon balik."Ada apa, ya? Ah mungkin mau mastiin aja kali lusa aku dateng apa nggak," pikir Arjuna meletakkan kembali ponselnya lalu merebahkan tubuhnya dan tidur.Sementara itu, Ziya masih gemetaran dipelukan Alvin. Pria itu lalu melepas jaketnya dan dipakaikan pada Ziya. Alvin keluar dari gudang memapah Ziya. Pandangannya mengedar mendapati tas dan seisinya berhamburan di jalan yang amat sepi tersebut."Udah, tenang aja. Ada aku, okay?" ucap Alvin menenangkan Ziya. Gadis itu hanya mengangguk, sesekali menyeka air mata yang berjatuhan."Jangan tinggal," rengek Ziya ketika Alvin hendak memunguti barang-barangnya."Aku mau ambilin tas kamu. Tuh bukunya juga. Bentar, tenang aja. Temen-temenku pasti ud
Langkah kaki tanpa suara, dengan pandangan lurus ke depan, senyum yang tak lepas dari bibirnya menyapa siapa saja orang yang dikenalnya.Ziya Thalia, perempuan tegas dan tidak bisa feminim seperti wanita pada umumnya, mulai menyesuaikan diri dengan dunia perkuliahan. Namun ia benci pada pria yang agresif dan terang-terangan mendekatinya.Baru saja memarkirkan motor matic dan melepaskan helm, seseorang menepuk bahunya. Sontak Ziya memutar pandangan menatap sang pemilik tangan."Ih, apaan sih Al pegang-pegang! Bukan muhrim tahu!" tandas Ziya pada Alvin--teman satu kelasnya, sembari menepis tangan pria itu."Yaelah, Zi jangan galak-galak napa sama Abang," ujar Alvin terus menggodanya.Ziya memutar bola matanya malas. Kalau saja teman-temannya kuliah juga, sudah tak berbentuk tuh muka. Malah, bisa jadi rata kali dihabisi para Catuda.'Hemm ... jadi rindu kalian,' gumam Ziya melangkah masuk kelas.Walau dicuekin, Alvin tak gentar untuk ter
Sudah beberapa jam berlalu, Arjuna masih bergelut dengan pikiran dan hatinya. Ia memutuskan keluar kamar, tak sengaja berpapasan dengan Ziya yang mau ke dapur."Eh! Mau ke mana, Kak?" tanya Ziya. Matanya yang tadi mengantuk tiba-tiba melek lagi."Cari angin," balas Arjuna singkat.Ziya melihat jam dinding masih menunjukkan pukul 2 malam. "He? Tengah malam mau cari angin di mana? ACnya mati?" ucap Ziya lagi.Namun tak membalas lagi, Arjuna melenggang ke dapur. Ia mulai membuka kulkas dan menuangkan air putih lalu meneguknya dengan cepat. Ziya yang tadinya ingin minum pun mengikutinya.Setelahnya, Arjuna tak langsung kembali ke kamar. Ia duduk di kursi makan tak jauh dari dapur. Kedua lengannya menopang dagunya."Apa yang sedang kakak pikirkan?" tanya Ziya memperhatikan sedari tadi."Bukan urusanmu!" jawab Arjuna tanpa menoleh.'Lah, perasaa
Klontang!Sendok yang digenggam Arjuna tetiba terlepas dari tangannya. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tidak baik. Tapi ia sendiri pun tak tahu apa itu.Rio dan Reza beralih pandang pada pria itu. Pandangannya mendadak kosong. Sebuah senggolan di lengannya membuyarkan lamunannya."Ada apa, Jun?" tanya Reza khawatir."Eh, enggak apa-apa, Za." Arjuna meneguk segelas air putih dalam 4 kali tegukan besar."Kalau gitu, aku mandi dulu, Kak," ucap Rio bergegas meninggalkan ruang makan.Arjuna nampak sudah tak berselera makan. Ia meletakkan sendoknya. Mengembuskan napas beratnya berulang kali."Mungkin kamu lelah, beristirahatlah. Bibi sudah menyiapkan kamar tamu untukmu," terang Reza."Iya, terima kasih," balas Arjuna beranjak menuju kamarnya.Tubuhnya yang memang terasa amat letih, membuat Arjuna cepat terlelap. Melemaskan otot-oto
Arjuna masih menangis, tanpa mempedulikan pertanyaan Ziya. Pandangannya menunduk tak mau beralih, seolah lantai itu adalah sesuatu yang sangat menarik."Kak! Tolong katakan sesuatu, jangan diam saja!" pekik Ziya menarik-narik baju Arjuna.Pria itu masih diam saja, ia terus mengabaikan Ziya yang terus berteriak di sampingnya. Sampai pada akhirnya, Arjuna beranjak dari duduknya. Berjalan gontai entah kemana.Ziya menarik lengan Arjuna, "Apa yang Anda lakukan pada ibu saya!" geram Ziya berteriak.Arjuna hanya melirik lengannya, menatap Ziya yang berlinang air mata. Juna masih merasakan sesak di dadanya. Tenggorokannya masih tercekat.Pintu operasi terbuka, semua perawat mendorong brankar dengan senyum mengukir wajah mereka. Mengangguk ketika melihat Ziya."Ibu," sapanya melepas lengan Arjuna mendekati brankar."Operasi berhasil, beliau masih di bawah pengaruh bius. Aka
"Atas nama adikku, saya benar-benar minta maaf. Langsung saja ini darurat. Apa kamu seorang dokter kardiologi?" tanya Reza tanpa basa basi setelah masuk ke ruang IGD.Arjuna mengangguk tanpa suara. Keduanya saling bersitatap, tampak sorot mata kesedihan dipancarkan oleh Reza. Dokter spesialis kanker itu mengembuskan napas lega. Ia seolah mendapat oksigen berlebih di sekitarnya setelah sedari tadi dadanya serasa sesak terhimpit beban yang sangat berat."Saya Reza, atas nama klinik ini saya mohon bantuanmu untuk menyelamatkan nyawa ibu saya sekali lagi. Ini sangat darurat. Kondisinya semakin melemah. Kepala divisi kardiologi sedang seminar di luar kota, dokter bedahnya mengalami kecelakaan." Reza menatap penuh permohonan.Arjuna berkerut kening, "Apa yang bisa saya bantu, Dok?" tanyanya.Hembusan napas kasar Reza terdengar menggelitik indera pendengaran. "Tolong operasi ibuku," ucap Reza lirih menepuk
Wanita baya itu menoleh sangat pelan, bibinya bergetar ingin mengatakan sesuatu namun tak bisa terucap. Sampai pada akhirnya ibu itu pingsan. Dengan sigap Arjuna menopangnya.Lalu Arjuna beranjak dan merebahkan tubuhnya perlahan untuk memosisikan agar nyaman. Bukan di kursi, melainkan di trotoar. Karena letaknya yang datar dan keras. Ia berlutut sejajar dengan kepala dan bahu ibu tersebut.Sampai beberapa saat, Catuda Squad berbondong-bondong hendak berangkat ke pangkalan ojek, minus Ziya."Gengs, itu laki-laki yang kita tolong bukan?" Edi menunjuk ke arah Arjuna yang menghadap ke jalan raya."Iya betul. Eh eh, ngapain tuh orang. Gila mau bunuh orang di keramaian," cetus Sofyan menimpali.Mereka segera menghampiri Arjuna. Lalu segera turun dan memiting tangan Arjuna ke belakang."Mau ngapain kamu?" sembur Wahyu."Apaan sih, tolong ibu itu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen