Silakan follow akun instagramku untuk mengetahui informasi seputar karya-karya terbaru yang aku kerjakan. IG: _azuretanaya Sekuelnya bisa langsung dibaca di Karyakarsa dengan judul Love Romance, dan dengan akun pena Azuretanaya.
Sepasang netra berwarna cokelat kehitaman memandang kagum sosok tinggi yang berjalan tegap melewati tempat duduknya. Walau mengetahui pasti senyuman tipis yang diterimanya merupakan sikap profesional dari laki-laki tersebut, tapi tetap saja berhasil menciptakan rona kemerahan pada kedua pipinya. Menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi Sandara Pramesthi Baskara saat diberi senyuman tipis sekaligus memabukkan oleh laki-laki yang sangat dielu-elukan di seantero tempatnya menuntut ilmu. Apalagi dari kabar yang didengarnya, laki-laki tersebut sangat banyak mempunyai penggemar rahasia. Salah satunya adalah dirinya sendiri. Mata Sandara langsung mengerjap. Bahkan, ia memekik nyaring karena saking terkejutnya saat tiba-tiba saja pipinya tersengat benda dingin. Ia spontan menutup mulutnya saat menyadari dirinya kini menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di kantin. Sambil menyengir kaku ia mengangguk canggung sebagai tanda permintaan maafnya karena tanpa sengaja telah membuat kegaduhan
Levin memelankan laju kuda besi yang dikendarainya saat melihat seorang perempuan sedang menuntun motor matic-nya. Tanpa mengetahui siapa perempuan tersebut, Levin langsung menepikan mobilnya. Setelah memastikan kendaraan roda empatnya yang terparkir tidak menghalangi pengguna jalan lain, ia pun segera keluar dari mobil tersebut. “Kenapa dengan motornya, Mbak?” Levin bertanya setelah berjarak beberapa langkah dari perempuan tersebut. Perempuan tersebut langsung menoleh ke belakang saat mendengar ada seseorang yang bertanya padanya. Alangkah terkejutnya perempuan tersebut saat mengetahui pemilik suara yang beberapa detik lalu bertanya padanya. “Pak Levin,” ucapnya kaget. “Sandara?” Levin tak kalah terkejut setelah melihat wajah perempuan tersebut, yang ternyata dikenalnya. “Kenapa motormu?” tanyanya ulang setelah kembali dari keterkejutannya. “Bannya pecah, Pak,” jawab Sandara sedikit gugup dan tanpa berani menatap wajah Levin yang kini telah berdiri di sampingnya. “Sepertinya di d
Levin mendengar rengekan Barry kepada ayah mereka saat ia memasuki rumah keluarganya. Selama ini ia memang masih tinggal dalam satu rumah bersama orang tua dan adiknya. Sebenarnya ia sangat ingin hidup mandiri dengan tinggal di rumah pribadinya, tapi sang ibu tidak menyetujui pemikirannya tersebut. Daripada membuat sang ibu sedih, akhirnya ia pun memutuskan untuk mengalah. Sang ibu mengizinkannya hidup terpisah saat ia telah berkeluarga nanti. “Vin,” panggil sang ibu dari arah dapur sambil membawa nampan berisi dua cangkir teh hangat dan segelas jus melon saat melihat kedatangan putra sulungnya. Karena melihat kedua tangan sang ibu masih memegang nampan, Levin memutuskan hanya mencium kening wanita yang sangat disayangi dan dihormatinya tersebut. “Mereka lagi bahas apa, Ma?” tanyanya pada sang ibu. “Pesta ulang tahun,” Dianti Cantika Adyatama menjawabnya sambil tersenyum. Levin hanya menanggapinya dengan anggukan kepala tak acuh. Bukannya Levin tidak peduli kepada Barry, hanya saja
Levin melakukan kegiatan wajibnya di pagi hari sebelum melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai tenaga pengajar di kampus, yakni berjoging mengitari kompleks tempat tinggal keluarganya. Jika biasanya ia melakukannya seorang diri, tapi tidak dengan pagi ini. Barry ikut dengannya joging mengitari kompleks. Bukan Levin yang mengajaknya, melainkan Barry sendiri yang ingin ikut. Seperti biasa, aktivitas pagi Levin selalu diiringi oleh musik kesukaannya melalui earphone bluetooth yang terpasang pada telinganya. Menurut Levin ikut tidaknya Barry bersamanya, rasanya tetap saja sama. Tidak ada yang istimewa. Ia selalu menikmati kegiatan paginya seperti hari-hari biasa. Tidak tahan dengan kebisuan di antara mereka, Barry pun menghentikan gerak kakinya. Ia mendengkus sambil mengembuskan napas dengan sedikit keras, walau yakin tidak akan didengar oleh Levin karena telinga kakaknya tersebut telah tersumpal earphone. Sejak mulai menggerakkan kakinya, sang kakak sedikit pun belum ada mengelu
Hari ini kesialan tengah menimpa Sandara sehingga membuatnya harus menahan malu di hadapan semua teman-teman di kelasnya, termasuk Ranty dan Barry. Setelah kelas berakhir, Sandara langsung diminta ikut ke ruangan dosen oleh pengajar yang tadi memberinya materi perkualiahan. Alhasil, kini ia pun sedang duduk sambil menundukkan kepala di hadapan seorang dosen muda dan tampan. Rasa malunya semakin membumbung ketika di dalam ruangan dosen tersebut terdapat seseorang yang selama ini sangat dielu-elukannya. Terlebih kemarin sempat memberinya pertolongan dan mentraktirnya bersama Ranty makan malam di sebuah restoran ternama. Entah kenapa rasa malu yang menderanya kini jauh lebih besar kepada Levin dibandingkan dosen tampan di hadapannya. Padahal sangat jelas urusannya saat ini dengan dosen tampan yang duduk tepat di hadapannya. “Sampai kapan kamu akan terus menundukkan kepalamu seperti itu, Sandara?” Dimas bertanya sambil terkekeh melihat mahasiswi di hadapannya. “Saya tidak marah atas tinda
Di kediaman Adyatama, pasangan Saguna dan putri bungsunya sedang berkunjung sekaligus untuk memenuhi undangan makan malam dari sang tuan rumah. Firman Saguna dan Gibran sudah menjalin persahabatan sejak keduanya masih menduduki bangku sekolah menengah pertama. Bahkan, setelah sukses dengan bisnis masing-masing dan sudah sama-sama berkeluarga pun keduanya masih menjadi sahabat akrab, meski mereka tidak selalu bisa menghabiskan waktu bersama. Sebenarnya acara makan malam berlangsung satu jam lagi, tapi keluarga Saguna sengaja datang lebih awal dari waktu yang diberitahukan, karena sang istri ingin membantu Dianti membuat hidangan. Lagi pula tidak ada salahnya juga bagi Firman untuk datang lebih awal, jadi ia bisa mengajak Gibran bermain catur sambil menunggu istri masing-masing dibantu sang putri membuat hidangan makan malam. “Anak-anakmu belum ada yang pulang, Bran?” Firman bertanya kepada Gibran saat mereka sedang bermain catur di ruang keluarga kediaman Adyatama. “Sudah. Mereka ada
Menyadari saat ini dirinya masih bersama orang tuanya di dalam mobil setelah meninggalkan kediaman Adyatama, Sava berusaha keras mengontrol bibirnya agar tidak menyunggingkan senyuman lebar dan semringah karena besok ia akan bepergian bersama Levin satu hari penuh. Untuk mengalihkan pikirannya dari ingatan atas setiap obrolannya tadi bersama Barry dan Levin, Sava sibuk memainkan benda pipih kesayangannya. Sava hanya tidak ingin perasaan antusias sekaligus kegirangan hatinya disadari atau tertangkap basah oleh orang tuanya, karena hal tersebut akan membuatnya sangat malu. Sava langsung mengalihkan perhatiannya dari ponsel di tangannya saat mendengar pembicaraan orang tuanya yang menyebut nama Dinda, salah satu sepupu perempuannya dan yang paling dekat dengannya. Sava baru menyadari bahwa mobil yang ditumpanginya bersama orang tuanya ternyata sudah memasuki halaman rumah keluarga Saguna. Setelah mobil yang membawanya beserta orang tuanya terparkir rapi di carport, Sava pun turun lebih d
Usai membeli bahan-bahan yang dibutuhkannya untuk nanti malam di salah satu supermarket yang tadi dilewatinya dan mengisi perut masing-masing di sebuah rumah makan, Barry mengajak ketiga sahabatnya melanjutkan perjalanan menuju vila. Kini di dalam mobil tidak ada lagi yang tidur, karena kuda besi milik Barry sudah memasuki lokasi vila yang menjadi tempat tujuan mereka. Sayang saja rasanya jika mereka mengabaikan pemandangan hijau sekaligus menyejukkan mata di sisi kanan dan kiri yang dilewati oleh mobil Barry. Tidak hanya itu, mereka juga melewati banyak vila yang dari luar terlihat sangat nyaman jika ditempati. “Kira-kira kapan ya aku bisa mempunyai vila seperti itu?” tanya Deni yang tengah memandangi bangunan yang dijumpainya. “Yang jelas nanti saat kamu kaya dan mempunyai banyak uang, Den. Pasti vila-vila di sini harganya ratusan juta. Bahkan, bisa jadi ada yang harganya sampai milyaran,” Ranty menjawab sekaligus menimpali. “Tujuanku ingin mempunyai vila bukan untuk dijadikan tem