Begitu sampai di rumah, Natasya membanting pintu kamarnya tanpa peduli suara berdebam yang memantul di dinding. Tas kerjanya dia lembar ke sofa, dan blazer hitamnya dibiarkan jatuh begitu saja di lantai. Kamar itu terang, tapi hampa. Seperti dirinya sendiri.
“Melelahkan sekali,” ujar Natasya dengan lesu. Dia berjalan menuju kamar mandi, membuka keran shower hingga suara air menenggelamkan segalanya. Tanpa menunggu air menjadi hangat, dia berdiri di bawah guyuran itu, membiarkan bajunya basah, membiarkan air mengguyur rambut dan kulitnya sampai napasnya berembun di kaca. “Arggh!” Teriakan itu menggema, meledak dari dalam dadanya yang penuh amarah. “Sialan. Kenan benar-benar sudah kehilangan akal.” kesal Natasya lagi. Napasnya memburu. Air yang mengalir bahkan tak bisa menenangkan apa pun. Kenapa pria itu tiba-tiba melamarnya? Setelah semua yang terjadi, setela