Setelah semua perbincangan yang mereka lakukan sejak tadi, tampaknya Kenan masih tidak ingin menyerah.
Kenan masih berdiri di depan Natasya, satu tangan bertumpu pada meja, dan tubuhnya masih sedikit membungkuk ke arahnya. “Apa lagi yang diinginkan pria ini?” batin Natasya, mencoba menebak tindakan Kenan selanjutnya. Natasya mengangkat dagunya, menatap mata pria itu tanpa gentar. Sorot matanya tak berubah, dingin dan tak tertarik, tapi juga tak mundur. Dia tak seperti wanita-wanita lain yang akan terbakar oleh sentuhan itu, oleh kedekatan yang disengaja. Napas Kenan terdengar berat. Bukan karena marah, tapi karena menahan sesuatu yang bahkan dia sendiri tak mengerti. Ada hasrat yang tumbuh, entah dari rasa obsesi, dari keinginan untuk memiliki, atau dari tantangan karena tidak ingin kalah. Namun Natasya terlalu pandai untuk membuatnya terus bertahan dalam ketegangan itu. Ketika Kenan berusaha mendekatkan l