"Sudah berapakali aku tegaskan, dia itu bukan kekasihku, bukan Mas bukan, dia itu dokter yang membantuku selama ini," imbuhku lagi.
Aku benar-benar makin geram saja sekarang, pasalnya omongan Mas Nata itu makin hari makin ngaco. Dan tuduhannya itu benar-benar tak bisa kuterima.
Enak saja dia mengira aku punya kekasih, dia pikir aku wanita apa?
"Ya ya terserah kau saja," balasnya sambil bangkit lalu kembali membanting bobot ke atas kasur.
Dasar pria keras kepala, daripada kepalaku lama-lama pecah, aku memilih pergi saja ke kamar Ayyara.
"Yaraaa."
Aku celingukan memindai setiap sudut kamar gadis yang sepertinya kosong itu. Entah kemana Ayyara pergi, atau apa mungkin dia sekolah? Ya Tuhan, padahal dokter sudah bilang dia harus bed rest.
Brukk.
Sesuatu terjatuh saat aku tak sengaja menyenggol plastik kecil, cepat kupungut, ternyata obat-obat yang diceritakan Dokter Fauzan.
Aku mengulum senyum, syukurlah ternyata Ayyara sudah benar-benar mengurungkan niatnya untuknya menggugurkan kandun