"Andai saja Aku bisa mendampingimu selamanya, Maira ..." lirih Rein dengan suara bergetar. Napasnya memburu menahan gemuruh yang kian menyesakkan dada. Tanpa ia sadari air matanya luruh begitu saja. Tubuhnya bergetar hebat. Tangan kokohnya memukul stir bertubi-tubi. Menumpahkan segala amarah. Ya, Rein marah pada dirinya sendiri. Karena tidak bisa membahagiakan wanita yang ia cintai.
Dari area parkir yang berada persis di depan lobby, Rein tergugu di dalam sebuah mobil berbeda dari yang biasa ia gunakan. Ia tak mau ada satupun yang mengenalinya. Rein juga menggunakan kacamata gelap dan masker. Walau kaca mobil itu tak dapat melihat jelas dari luar.
Lima belas menit kemudian Rein melihat Raka dan Pratama memasuki lobby utama. Ada rasa gelisah memenuhi relung hatinya.
"Untuk apa Raka dan Ayah Pratama ke sini? Apa mereka akan aktif kembali di Eternal Group setelah Aku tak ada?" Semua pikiran buruk mulai terlintas di benak pria itu.
"Maira ... Maira ... Aku rindu!" Pria tampan dengan j