Bab 10 Tanda tangan palsu
“Jangan asal ngomong kamu ya, ini rumah saya, enak sekali kamu mengaku – ngaku rumah orang!” protes si ibu berdaster itu.
Pak Alwi menautkan kedua alisnya. “Tolong jangan ribut. Jika kalian terus ribut, kita tak bisa mengetahui duduk perkaranya. Sebaiknya kita duduk dan membicarakan masalah ini baik – baik,” pintanya bijak
Ke lima orang itu lalu duduk di ruang tamu.
“Coba jelaskan Pak Rahman, bagaimana Anda bisa menuduh Ibu Bening dan adiknya pencuri di sini?”
Pak Rahman – pria bersarung itu menceritakan kronologisnya. “Jadi begitu ceritanya, Pak.”
Pak Alwi manggut – manggut. Dia melihat ke Bening yang tampak cemas. “Sekarang, tolong gantian Ibu Bening yang bercerita, biar saya tidak salah paham.”
Bening menarik napas dalam – dalam sebelum bicara. “Rumah ini adalah rumah saya, Pak RT. Saya membelinya saat masih lajang, sebelum menikah dengan Mas Ibra. Beberapa bulan lalu, perkawinan kami diterpa badai. Mas Ibra dan selingkuhannya, Intan mengusir saya bersama