"Tentu tidak, Sayang," jawab Shena sambil tersenyum lembut. "Papa pasti akan tetap ingat Sheira. Papa tetap sayang sama Sheira."
Anak itu mengangguk kecil, meski raut wajahnya masih menyimpan kebingungan. Shena memutuskan untuk mengalihkan perhatian putrinya.
"Sheira, besok kita bikin taman bunga di halaman belakang, mau nggak? Sheira kan suka bunga-bunga. Kita tanam banyak bunga warna-warni, biar rumah kita lebih ceria."
Mata Sheira sedikit berbinar, meski rasa sedihnya belum sepenuhnya hilang. "Boleh, Ma. Tapi Sheira mau bunga warna pink, ya. Sama ungu."
Shena tersenyum, merasa lega bisa sedikit menghibur putrinya. "Tentu dong, Sayang. Apa pun yang Sheira mau. Besok pagi kita pergi ke toko bunga, ya."
Setelah beberapa saat, Sheira kembali terlelap di pelukan Shena. Namun, hati Shena masih berat. Ia tahu, menjelaskan semuanya pada Sheira adalah langkah pertama. Tapi tantangan sebenarnya baru saja dimulai. Kini ia harus menjalani hidup sebagai orang tua tunggal, memberikan yang terbai