"Kalau tebakanku benar, kamu datang untuk membicarakan kerja sama denganku karena kamu nggak punya pilihan lain, 'kan?"
"Tapi, kerja sama itu hendaknya dilakukan dengan kooperatif, bukan dengan sikap merendahkan seperti yang kamu lakukan sekarang."
Aku mengungkap kesulitan Tiano.
Aku tahu ini akan membuatnya kehilangan muka, merasa malu dan terhina.
Bagaimanapun, dia adalah bos yang pernah mendominasi di ibu kota. Banyak orang tunduk yang padanya.
Sementara aku hanyalah manusia biasa yang tidak berarti. Namun, sekarang aku bahkan berbicara padanya seperti ini.
Tiano mencengkeram leherku. Wajahnya tampak sangat masam. "Edo, aku pikir kamu cari mati!"
Aku berkata sambil tersenyum tidak setuju, "Bunuh saja. Kalau kamu punya nyali, kamu benar-benar bisa membunuhku."
Aku tahu Tiano tidak berani.
Tiano ragu sejenak. Namun, akhirnya dia melepaskanku.
Dia masih menatapku dengan tatapan dingin. "Edo, jangan nggak tahu diri. Aku bernegosiasi denganmu sekarang. Sebaiknya, kamu bekerja sama dengan
