Malam harinya, aku bertemu dengan Kendru. Dia juga membawa istrinya, Diana.
Mereka sangat gembira melihatku. Mereka menanyakan keadaanku, hingga aku merasa sangat bersahabat.
Namun, aku tidak menyangka Dama akan datang bersama istrinya.
"Paman Dama, Bibi Lanny," sapa mereka dengan sopan.
Dama hanya berdeham. Tindakannya itu dianggap sebagai sapaan padaku.
Aku meminta semua orang untuk duduk.
Kendru duduk di sebelahku. Dia terus berbicara padaku.
"Edo, aku mengajak Pak Dama. Kamu nggak keberatan, 'kan?"
Aku berkata sambil tersenyum, "Tentu saja nggak keberatan. Aku merasa suatu kehormatan kamu bisa datang. Aku sangat senang."
Kendru tertawa. "Edo sangat pandai berbicara. Dia juga dokter yang andal. Dia sangat disenangi. Dama, karena kamu sudah di sini, berhentilah merajuk. Sepertinya kamu sengaja bersikap dingin padaku."
Dama mendengus dengan nada dingin. "Aku ingin bersikap dingin padamu. Aku bilang aku nggak bisa datang, tapi kamu memaksaku untuk datang. Bagaimana mungkin aku sebagai