Suara hujan di luar seharusnya membuat suasana sahdu bagiku dan juga Luna, tapi nyatanya, aku melewati malam panas ini bersama Aini. Istri pertamaku.
"Mbak, s-saya gak tahu kenapa tadi tubuh saya rasanya panas. Jadi, Luna memberikan minuman alkohol. Terus saya minum... terus.... "
"Terus ke sini?" sela Aini kemudian tersenyum tipis.
"Iya." Aku tidak tahu mau jawab apa. Aku hanya bisa duduk bersandar di kepala ranjang dengan sebagian tubuh yang ditutupi selimut. Rasanya sangat malu sekali dengan Aini. Mati-matian aku menghindar agar tidak menyentuhnya sama sekali, satu jam yang lalu, malah aku kayak orang kesurupan meminta hakku padanya.
Sekarang aku bahkan tidak berani menoleh ke kiri. Aini juga sama-sama duduk di sebelahku.
"Aw!"
"Kenapa?" tanyaku kaget.
"S-sakit, Mas," katanya sambil menggigit bibir.
"Mau ke kamar mandi?" tanyaku ragu.
"Iya, mau bersih-bersih. Jadi, kalau nanti mau siaran ulang yang tadi, udah bersih he he he.... "
"Dih, siapa yang mau lagi? Udah, ayo, aku ba