Bian keluar dari ruangan dokter dengan tubuh lunglai. Cukup lama dia berada di sana dengan lelaki yang menangani Gladys itu. Mereka membicarakan kondisi kesehatan Gladys. Dokter menerangkan pada Bian dengan sejelas dan sedetail mungkin. Dari A sampai Z. Dari mayor hingga minor. Dari makro hingga mikro.
Dan fakta yang diketahui Bian setelah itu membuatnya sakit sendiri.
“Itu nggak mungkin, Dok,” bantah Bian setelah dokter menjelaskan padanya hasil diagnosa penyakit Gladys.
“Maaf, Pak Bian, tapi memang begitu faktanya. Sabar ya, Pak.”
Bian menggeleng-gelengkan kepala, menolak menerima kebenaran yang baru saja dia dengar. Vonis dokter atas penyakit Gladys membuat hatinya tersayat-sayat. Lelaki itu kemudian masuk ke ruang rawat Gladys. Sang kekasih melempar senyum hampa padanya dengan wajah yang pucat. Bian mencoba membalas senyuman itu, tapi bibirnya begitu berat untuk digerakkan.
“Bi, kapan kita pulang?”
“Belum hari ini ya, Dys, dokter belum kasih izin soalnya.”
“Jadi kapan dong? Aku