Satu bulan berlalu. Di sela-sela kegelisahannya Bian mencoba menikmati pekerjaan yang dia lakoni sehari-hari. Bertemu dengan berbagai wanita cantik dan seksi berbagai rupa bukanlah hal yang baru baginya. Namun sejauh ini Bian tidak goyah dan tergoda sedikit pun. Mungkin jarak dan waktu bisa memisahkan mereka saat ini. Namun hati, perasaan dan cintanya hanya untuk Tatiana seorang.
Hingga pada suatu siang yang terik di musim panas Bian menerima berita yang membuatnya nyaris tidak bisa bernafas. Seperti mimpi buruk yang menjadi nyata dan merongrong kehidupannya hingga bertahun-tahun ke depan.
“Zayn, aku ingin bicara denganmu sebentar,” kata Sergio memanggil Bian yang sedang berada di ruang linen.
“Ada apa?” tanya Bian tak bersemangat.
“Ke sini sebentar.” Sergio mengajak Bian ke ruangannya.
Di dalam hati Bian bertanya-tanya sendiri apa gerangan yang akan disampaikan pria yang banyak berjasa itu padanya.
“Silakan duduk dulu!” Sergio menunjuk kursi. Lelaki itu lantas menghela nafas sembari