If the plan doesn' work, change the plan not the goal
-unknown
---
Hening mengerjabkan maniknya, tangannya reflek mengambil ponsel yang berada di atas nakas. Dalam sekejap ia mengumpat saat melihat jam digital yang tertera di sana. Lalu bergegas pergi ke kamar mandi. Tanpa mempedulikan panggilan Genta yang masih bergelung selimut, di ranjang yang baru saja mereka beli kemarin.
Seharian kemarin adalah hari paling menyibukkan bagi mereka berdua. Mereka menghabiskan waktu untuk membeli beberapa perabotan utama, untuk di gunakan di rumah baru yang akan ditinggali untuk ke depannya.
“Mau ngapain sih buru-buru? Masih pagi gini.” Genta bertanya masih dengan selimut membalut tubuhnya di atas renjang. Tidak berniat untuk bangkit ke manapun.
“Kantor.” Hening menjawab singkat, membenarkan lilitan handuknya sejenak, dan kembali mencari kemeja untuk dikenakan. Lalu, ia teringat sesuatu. “Mas, anterin ke kos gih, eh ke hotel dulu, motorku k
I wanna stay with you until we're grey and oldJust say you won't let go ... By James Arthur -- “Buruan, mau ngomong apa?!” Hening berucap dengan nada tak ramah kepada sosok pria di depannya. “Lo, serius udah nikah?” “Udah! Berkat mantan istri lo itu! sampein makasih gue ke dia!” Sarkas Hening dengan ketus. Ada rasa syukur sebenarnya di hati Hening, karena jika bukan karena Dea, dirinya saat ini mungkin tidak bisa menikah, dengan pria yang sudah dikaguminya sejak pertama kali bertemu. Meskipun dengan cara yang sedikit salah, tapi, semua sudah di gariskan, dan Hening hanya mengikuti jalannya saja. Dewa menarik nafas panjang penuh keputus asaan. “Begini Ning, ada yang harus gue jelasin ke elo. Gue memang nyuruh Dea ketemu elo, tapi, cuma buat minta maaf atas apa yang udah dia perbuat dengan foto-foto itu. dan gue gak pernah nyuruh dia buat nyelakain elo.” “Gak ngaruh juga sih sebenarnya, dia ma
Nothing will knock you down quicker than offering the best of yourself to someone and it still not being good enough — M.W Poetry -- Genta membuka matanya dan lagi-lagi tidak menemukan istrinya itu disampingnya. Sejenak ia melihat ke luar jendela, lalu menghela nafas. Sinar matahari saja belum masuk menembus tirai putih yang menggantung pada ventilasi rumahnya, tapi Hening sudah tidak ada menemaninya hanya untuk sekedar bergelung menikmati dinginnya pagi. Kaki Genta melangkah menuju kamar mandi, namun tidak juga mendapati istrinya itu di dalamnya. “Hening.” Samar terdengar suara Hening menyahut dari luar kamar. Genta segera keluar untuk mencari di mana gadis itu tengah berada. Genta mencoba menahan tawa saat melihat dapur yang sedikit berantakan. Ada dua buah roti bakar yang tergeletak di atas meja makan, yang warnanya sudah melewati ambang batas kehidupan. Dalam artian sudah tidak dapat lagi di selamatkan oleh sistem
A Mother holds her children’s hands for a while…their hearts forever – Unknown -- Tidak ada keramahan yang tampak dalam wajah kedua perempuan, yang sedang duduk berhadapan disebuah kafe saat ini. Mereka berdua sudah tau, seperti apa kapasitas dan posisi peran masing-masing saat ini. Belum ada yang menang ataupun kalah dalam perseteruan yang baru saja dimulai. “Tadi aku ke kantor kamu, katanya kamu udah resign.” “Mbak nemui saya, cuma mau tanya itu?” Wanita cantik itu sedikit menghela nafas. “Sampai kapan kamu mau seperti ini, Ning, Kamu gak kasihan, lihat Mas Genta sama mamanya ribut terus? seharusnya ya, kamu itu sadar diri, posisi kamu itu ada di mana?” “Saya sadar kok Mbak, posisi saya sekarang itu, ada di hatinya Mas Genta, jadi Mbak Ara gak perlu repot-repot buat ngingatin saya.” Apa? Mas? Anak kecil ini sudah gak manggil Om lagi?! Ara membatin sangat kesal di dalam hatinya, terlebih lagi m
Is it the look in your eyes, or is it this dancing juiceWho cares baby, I think I wanna marry you -By Bruno Mars -- Hening menarik tangan kiri Genta dengan cepat dan meletakkannya di atas dadanya. “Gue, sakit jantung! Kayaknya!” Ucap Hening dengan membeliakkan matanya menatap Genta. “Tangan gue, bisa di geser agak ke bawah dikit gak?” Hening menggeram kesal, menghempaskan tangan suaminya dengan kasar. Membuat Genta sontak tertawa pelan dengan jahil. Sesuai dengan permintaan Mama Ruby kala itu, akhirnya Genta membawa Hening ke rumahnya sore ini. Dan, sudah hampir sepuluh menit mereka berdua berada di dalam mobil, namun Hening belum sanggup untuk keluar, karena merasakan gugup yang luar biasa. “Ayok ah! Mau sampe kapan di sini, mama udah nunggu di dalam.” Genta keluar mengitari badan mobil, membukakan pintu penumpang untuk istrinya. Namun, Hening masih bergeming seraya mengatur nafas memegang erat kain pelap
When something goes wrong in your life, just yell "plot twist!" and MOVE ON! -Unknown -- Suara tawa disertai percikan air, terdengar sangat jelas dari dalam kamar mandi yang pintunya tidak tertutup itu. “Jadi, entar malam, Esa ikut ikut juga.” Hening mengangguk dengan senyum mengembang sembari duduk memeluk kedua kakinya di dalam bathub yang berisi air hangat. “Umi Ziah?” Genta bertanya kembali dengan tangan yang masih sibuk melepas kepangan rambut Hening yang panjang itu dengan lembut. “Gak mungkin gak ikut, kalau Umi sih,” Setelah selesai menggerai lepas rambut istrinya, Genta itu mengambil shower dan mengaliri rambut Hening dengan air hangat. Menuangkan shampo di tangannya dan membalurinya di kepala Hening, sedikit memberi pijatan di sana. “Mas Genta, gak mau nyoba buka salon?” “Salon? Lo mau gue bukain salon gitu?” “Bukan! Mas Genta kalau mijat enak, sapa tau kan kalau buka salon, pe
Misery is love company -Unknown -- Kepulan asap putih menggumpal di depan bibir Genta, tak lama kemudian asap itu samar menghilang terbawa angin yang berhembus ringan siang ini. Hampir tiga tahun pria itu tidak lagi menyentuh gulungan putih itu karena Giana. Namun, kali ini seolah tidak ingin tau tentang apapun, Genta kembali terikat erat dengan jeratan nikotin yang sarat dengan candu itu. Bahkan kali ini, jarinya tidak pernah lepas sekalipun dengan benda putih itu ketika sedang bersibuk ria dengan pekerjaannya atau sedang duduk terpekur seperti saat ini. Sesekali ia menghentikannya jika hendak melepas rindu dengan Giana. Di luar itu, bibir Genta tak pernah lepas menghembuskan gumpalan berbau tembakau itu di manapun. Lastra sontak menggerutu dengan kesal, saat memasuki kamar Genta yang penuh dengan bau rokok yang lengket di pelosok kamar. Wanita itu segera membuka semua tirai serta jendela lebar-lebar, agar udara segar bisa bertukar de
In the End, we will remember not the words of our enemies, but the silence of our friends.– Martin Luther King, Jr. -- Genta keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana pendek. Ia berdecak sinis saat melihat seorang wanita sudah duduk dengan santainya di tepi ranjangnya. Kepalanya pun menggeleng tidak habis pikir. “Kok bisa lo masuk sini?” “Aku udah ijin sama Mama, mau bicara sama Mas Genta.” “Heran gue, urat malu lo itu, disimpan di mana sih, Ra?” “Take it easy, Mas. Aku ke sini gak ada maksud apa-apa. aku cuma mau minta maaf ke kamu.” Genta berkacak pinggang dengan kesal. “Gue maafin! sekarang lo keluar dari kamar gue.” kakinya melangkah menuju walk in closet guna mengambil sebuah kemeja untuk dikenakannya. Ara segera menyusulnya masuk ke dalam walk in closet. “Cuma itu?” “Jangan berharap lebih Ra,” Genta memakai celana jeans lalu memakai kemeja yang sudah dipili
Don't let them drag you down by rumors just go with what you believe in. -Michael Jordan -- Hening kembali menguap seraya mengusap punggungnya. “Uwa, Hening capek!” “Kan udah Uwa bilang, tadi kaga usah ikut, di rumah aja istirahat! Lo kapan sih mau denger apa kata orang tua?” “Hega kan pengen es krim mekdih, Wa.” Sahut Hening mencebikkan bibirnya memasang wajah memelas minta di kasihani. Uwa Adil tadinya sudah mati-matian melarang Hening untuk ikut ke sebuah pusat perbelanjaan karena khawatir gadis itu akan kelelahan di jalan. Namun, pada saat taxi yang dipesan sudah ada di depan rumah, Hening dengan sigap merangsek masuk duduk di kursi penumpang di depan dan segera memasang sabuk pengaman. Gadis itu merengek, beralasan kalau anak yang ada di perutnya ingin makan es krim yang hanya di jual di dalam pusat perbelanjaan tersebut. Supir taxi yang mengantar mereka sampai lelah mendengar perdebatan antara kedua perempuan tersebut sep