Share

PART 2

Bersama sejuta kegelisahannya, Cinta Andini memantapkan hati menemui Mami Chika membawa segepok uang untuk melunasi sisa utangnya. 

Ketika sampai dan mengutarakan niatnya di depan Mami Chika, sudah dapat Cinta tebak jika sikap mucikari tua itu akan berubah menjadi kurang bersahabat dengannya, "Kamu beneran mau keluar dari sini, Cin? Mami pikir sudah betah karena utang seratus juta aja sampai lima tahun lebih dua bulan ini baru kamu lunasin efek kebanyakan main free sama pacarmu si anak ingusan itu. Siapa namanya, sih? De de... Dewa ya? Duh, teriakin nama pacarnya keras banget deh kemarin itu. Mami jadi pengen ngerasain juga batangnya dia seenak apa, sih, sampai bikin primadona di tempat Mami ini jadi kelojotan par—"

"—Ini sisa sepuluh jutanya, Mi. Masih suka duit nggak, sih, sebenarnya?!" Bahkan cenderung mengejek dengan membawa serta nama Dewa di sana, nyaris membuat Cinta melemparkan segepok uang yang ada di tangannya ke wajah Mami Chika. 

"Hahaha... Jangan galak-galak, Cantik. Nanti mukanya cepat keriput kayak nenek-nenek terus ditinggal pacar burung gedenya baru tahu rasa kamu!" Memang seperti itulah seorang Fransiska Ully, pemilik rumah bordil yang kerap disapa Mami Chika oleh para pelacurnya. Sikap baiknya hanya untuk orang-orang yang baginya dapat menambah pundi-pundi rupiahnya, dan Cinta ada di pihak merugikan baginya saat ini. 

Terlepas dari itu semua, Cinta tak mau peduli lagi, sehingga ia pun berusaha mencecar Mami Chika untuk bisa segera terbebas dari belunggu lumpur hitam yang sudah lima tahun merong-rong jiwanya, "Eits! Nggak segampang itu, Mami Chika! Cepat kasih surat perjanjiannya untuk aku tanda tangani baru sisa utang ini bisa Mami miliki!"

Kendati Mami Chika terus berusaha untuk bertingkah konyol bersama gurauan tidak jelas miliknya, "Heh, gayamu ini yang nanti bakalan bikin Mami Chika kangen, Cinta Andini. Yakin bisa hidup dari kerja yang halal di luar sana? Atau jangan-jangan sudah dapat tawaran ngangkang di tempat lain ya? Di mana, heh? Di Cimahi? Oh, atau yang tadi malam kelojotan itu efek habis dilamar ya? Wuidihhh...! Orang mana dia, Beb?"

Pendirian besar itu sudah terlalu bulat untuk dipecahkan oleh apapun juga, "Cinta nggak lagi bercanda, Mami! Tolong cepat kasih surat itu untuk Cinta tanda tangani biar Mami nggak kebanyakan ceramah kayak Mamah Dedeh di sini. Tuh, Om Kumisnya udah dateng pengen ngejilatin punya Mami. Udah ditungguin dari ta—" 

"—Sopan sedikit kalau sama Mami ya, Cinta! Mami ini nggak sedang bercanda!" Lalu berhasil mengembalikan Mami Chika ke wujud aslinya yang gemar mendikte dan juga diktator.

"Aku juga bukan pelawak, Mami Chika! Tinggal kasih surat perjanjian itu dan semua urusan kita kelar ya kan?" 

Kelopak mata yang kian melebar dengan jenis tatapan tajam, jujur saja selalu berhasil untuk mengintimidasi Cinta di sepanjang lima tahun ke belakang, "Dasar perempuan jalang! Utangmu aku tambahin jadi—"

"—Cinta punya foto jepretan asli surat bermaterai itu waktu Anda tanda tangani, Mami Chika yang terhormat! Isi di dalamnya sisa sepuluh juta rupiah aja. Jangan macam-macam!" Tetapi mungkin berbeda untuk sekarang, setelah dengan bangga kedua kaki jenjang Cinta hanya tinggal selangkah lagi meraih kebebasannya.

Kesal namun memang sudah tak mungkin lagi memaksa saat tahu ultimatum darinya akan sebegitu mudah dipenuhi oleh primadona di rumah bordil miliknya, pada akhir Mami Chika pun menyerah dan bergegas bangkit ke dalam kamarnya, mengambil berkas tentang Cinta Andini. 

Tak ingin memperpanjang waktu ke arah yang mungkin saja sama seperti barusan terjadi, Cinta bergerak untuk menunggu di depan kamar Mami Chika sembari sibuk berbalas pesan dengan Dewa. Pria itu tak bosan-bosannya berkabar tentang situasi yang sedang ia lakukan, dan sesungguhnya inilah mara bahaya untuk diri Cinta pribadi. 

Cinta membutuhkan kejelasan dan lelah pada tarik ulur waktu sepanjang lima tahun dengan hubungan tanpa ikatan itu, juga teramat sadar bahwa Dewa bukanlah tokoh utama pria yang harus memberinya kepastian tadi. 

"Ini suratnya! Nggak perlu mengekor ke depan kamar juga Mami udah ogah nampung jalang kayak kamu yang mulai pilih-pilih tamu! Dikira nikah itu enak, heh? Kawin sama nikah itu beda, Cinta Andini! Harusnya kamu tuh ngambil hikmah dari anak-anak lain yang ditinggal lakinya di sini, juga dari pengalaman kaburnya ibumu sama suami orang! Eh, ini malah ngebet pengen nikah. Bukan cuma ngangkang doang nanti kerjaanmu, Cah ayu! Belum lagi kamu itu udah nggak punya orang tua. Bapakmu udah Almarhum. Terus nanti kalau mertuamu nggak acuh, memangnya kamu mau bersandar sama siapa, hm? Sama laki ingusanmu yang namanya Dewa itu? Haduh! Modelannya anak mama gitu kok kamu percaya, sih, sama dia? Nggak ngerti lagi Mami harus ngasih tahu kayak apa ke kamu, Cintaaa... Padahal selama ini kurang baik apa coba Mami ke kamu, heh?!" Dan tanpa tedeng aling-aling, indera pendengaran Cinta pun mendapat sebegitu panjang repetan dari sang mucikari. 

Berharap mendapat ide untuk menjawab omelan tadi, nyatanya kali ini Cinta memilih untuk bungkam saja saat ini, namun telapak tangannya terulur ke depan mengambil surat perjanjian terakhir untuknya itu dan menandatanganinya. 

Dari lirikan sinis yang Mami Chika berikan, jujur saja hitamnya arang tidak mungkin semudah itu memudar, walaupun dirinya nanti telah bebas melangkah ke mana saja sesuka hati. Semua kalimat yang wanita paruh baya itu katakan barusan, terlebih tentang definisi Dewa si anak mama kian mengganggu di pikiran Cinta, jadi kemungkinan untuk menikah adalah hal terakhir di daftar pilihan hidupnya ke depan. 

Cinta berniat untuk tinggal di kos-kosan, mencari pekerjaan halal berbekal ijazah Sekolah Menengah Atas miliknya yang sudah usang di dalam lemari pakaian butut aset dari rumah bordil itu, mengumpulkan uang halal untuk menambah sisa tabungan tidak seberapa miliknya, lalu berusaha untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang mahasiswi di usia ke dua puluh empat tahun depan. 

Akan tetapi lebih dari itu semua, tak ada kerelaan dari dalam diri Cinta Andini untuk terlepas dan menghilang dari radar kokoh milik Dewa Djatmiko, sebab saat ini si tampan tersebut adalah bagian daripada penyemangat hidupnya. Menurutnya, banyak cara yang bisa diambil untuk menamai hubungan keduanya nanti, entah itu sahabat atau teman tidur sekalipun. 

Selesai membubuhkan tanda tangannya, segepok uang dengan nominal sepuluh juta rupiah itu pun berpindah ke tangan Mami Chika, "Ini uangnya, Mi. Maaf Cinta nggak bisa kasih lebih, karena setelah ini banyak hal yang harus diurus seperti yang Mami jelasin tadi."

"Iya! Terserah kamu deh. Jangan balik ke sini lagi kalau butuh duit ya? Kasih aja kesempatan untuk anak lain jadi kaya raya kayak kamu, juga biar mereka nggak ngikutin jejakmu yang bandel ini!" Membawa cahaya redup menjadi sedikit berbinar, tetapi sindiran kecil masih saja tak henti terlontar. 

Cinta bukan tak tahu itu adalah kebiasaan buruk si pemilik rumah bordil sedari dulu dirinya tiba di sana, maka sekali lagi kata maaf muncul sebagai bentuk perdamaian darinya, "Maaf, Mi. Kalau emang Mami nggak mau aku main ke sini lagi, ya udah nurut aja deh bisanya."

"Dasar anak durhaka! Mau tinggal di mana kamu nanti, hm? Pulang ke Cimahi?" Dan tepat sasaran, karena setelah itu Mami Chika segera merengkuh tubuh lelah Cinta dan menyeka titik-titik air dari ujung matanya.

"Iya, Mi. Pulang aja ke sana deh." Mami Chika juga bertanya perencanaan apa yang akan Cinta lanjutkan setelah keluar dari sana, namun Cinta memilih untuk berdusta. Ia tak ingin Mami chika memperkeruh keadaan dengan ulah-ulahnya yang konyol seperti pengalaman para jalang jebolan rumah bordil terdahulu, dan menurutnya itu bukanlah bagian dari dosa yang besar. 

Puas memeluk Cinta untuk yang kedua kalinya, Mami Chika pun melepaskan tubuh itu menjauh dari dirinya. Ia masuk dan memberikan sebuah buku yang baru saja dibelinya dari toko buku kemarin. Lembaran kertas berjilid itu berisi tentang pemahaman mendengar dan juga memahami, yang menurutnya Cinta perlu untuk membacanya agar dapat mengatur langkah. 

Ucapan terima kasih ada untuk hal tidak terduga dari Mami Chika tersebut, dan kali ini bendungan air mata Cinta memang sudah tak bisa lagi dipertahankan. Ia tersedu akan hal itu, menjadi tontonan gratis para jalang cantik penghuni rumah bordil tetapi acuh karena memang selama ini tak ada junior maupun senior yang berani berlaku sinis secara terang-terangan di padanya. 

Dua jam berlalu, keadaan pun akhirnya merubah semuanya untuk Cinta Andini. Ia benar-benar menghirup udara segar yang selama ini diimpikan, namun Dewa tetap tidak mengetahui akan hal tersebut. Cinta mematikan ponselnya, setelah mengabaikan panggilan telepon dari Dewa beberapa detik lalu. 

Taksi online pesanannya pun dengan cepat membawanya menuju ke arah Jakarta Utara, tempat di mana Nona Marisa yang selama ini telah menjadi sahabatnya itu bertempat tinggal. Nona adalah jalang yang sama seperti dirinya di rumah bordil milik Mami Chika, namun itu hanyalah masa lalu ketika kini dirinya sudah bekerja sebagai seorang office girl di sebuah perusahaan besar. 

Nona sendirilah yang menjanjikan bantuan untuk sementara waktu atas curahan hati Cinta ketika mendapatkan hari liburnya beberapa hari yang lalu dan dengan berbekal kesepakatan ala kadarnya, kini memang rencana itu menjadi terwujud.

Bisakah bahagia itu menjadi milik Cinta Andini seutuhnya? Demi Tuhan ia selalu saja mengharapkan hal tersebut di tengah kepasrahan yang selama ini dilakukannya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status