Share

5. A Hug

“Hmmm... aku tidak mengatakan jika aku bersedia,” jawab Leonel.

“Kita akan menikah tiga bulan. Ya, tiga bulan. Kau tahu jika hanya sehari lalu kita bercerai itu akan terlihat jika kita hanya bersandiwara, akan tampak aneh. Setelah kita beretmu kakekku dan aku mendapatkan perusahaanku, aku akan mentransfer berapa pun uang yang kau minta dan setelah itu surat cerai akan kukirim tiga bulan setelahnya.” Violeta menjelaskan dengan panjang lebar.

“Hanya itu yang kudapatkan?” Leonel menaikkan sebelah alisnya. Samudra matanya masih menatap wajah Violeta yang tampak cantik hari ini. Ralat, bukan hanya hari ini. Gadis itu cantik setiap hari hanya saja mengesalkan. Matanya berwarna hijau, ia memiliki bintik-bintik samar di kulitnya yang tampak begitu halus dan seindah batu pualam. Bulu mata dan alisnya rapi juga tebal, rambutnya panjang berwarna cokelat, tampaknya rambut itu juga selembut sutra.

“Maksudmu?” Violeta mengerutkan alisnya.

“Bonusku sebagai suamimu,” ucap Leonel sambil meraih ujung rambut Violeta lalu memainkannya menggunakan jemarinya.

“A-apa maksudmu?” Violeta tergagap.

Leonel terkekeh. “Jangan katakan kau masih perawan.”

Violeta memalingkan wajahnya yang terasa memanas, ia memang pernah berciuman di bibir dengan Liam, tapi hanya berciuman bukan melakukan hubungan badan. “Kalau iya, kenapa?” tanyanya dengan nada ketus.

“Kalau begitu aku lebih tertarik mengambil bonusku ketimbang bayaranku,” ucap Leonel. Diam-diam ia melirik bagian dada Violeta yang terhalang kain, tidak terlalu besar tapi bisa di pastikan benda itu padat kenyal dan menyenangkan.

“Jadi, kau bersedia?”

“Demi bonusku,” jawab Leonel.

“Hah?”

“Iya, aku bersedia,” jawab Leonel disertai seringai licik di bibirnya.

Berhubungan badan dengan seorang perawan. Pasti surga yang mengirimkan Violeta untuknya. Membayangkan gadis polos di depannya berada di bawah tubuhnya menjerit-jerit karena kenikmatan sudah membuatnya frustrasi karena bagian di antara kedua pahanya mengeras.

“Jadi begini, kita akan siapkan pernikahan mendadak, aku akan mengatakan pada kakekku bahwa kita bertemu secara tidak sengaja dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku menyamar sebagai gadis miskin saat itu, bagaimana? Apa terdengar seperti kisah cinta sejati?” Violeta menyampaikan rencananya.

Demi Tuhan! Leonel tidak peduli dengan rencana Violeta. Sama sekali tidak peduli, yang ia pedulikah sekarang ini ia hanya ingin membawa gadis itu ke ranjang, menikmati bibirnya, membelai lidahnya, menggigit ujung puncak dadanya lalu memasukinya. Membuat Violeta menjerit memanggil namanya dan meminta untuk segera dipuaskan.

Damn it!

Leonel mengumpat di dalam hatinya. Sesuatu di antara kedua pahanya semakin mengeras dan otaknya juga mulai tidak bisa di kendalikan. Ia menginginkan mencicipi gadis itu sekarang, gadis yang masih tersegel yang belum pernah ia temui sepanjang hidupnya sebagai seorang pria yang dengan mudah mendapatkan wanita.

“Ayo kita ke hotel,” ucap Leonel.

“Apa?”

“Ke hotel,” jawab Leonel.

Violeta membeliak. “Kau benar-benar pria mesum!”

“Aku ingin mengambil bonus yang kau janjikan terlebih dulu,” ucap Leonel tanpa berbasa-basi basi.

VioletaVioleta menyipitkan kedua matanya, ia pernah tertipu oleh Liam dan itu tidak akan pernah ia biarkan terjadi lagi. Tidak akan pernah. “Aku belum mengatakan bersedia memberikan bonus,” ucap Violeta.

“Kalau begitu aku tidak bersedia,” ujar Leonel, sudut bibirnya terangkat. Menyeringai licik, samar.

“Jangan bermain-main, Tuan Johanson. Barusan kau mengatakan bersedia,” protes Violeta.

“Kita belum sepakat.” Leonel menegakkan punggungnya.

“Kalau begitu akan aku beberkan bahwa kau sedang dalam keadaan bangkrut,” ancam Violeta.

“Jangan macam-macam, Violeta.” Leonel menyipitkan matanya. Ia telah bersusah payah menyembunyikan kebangkrutannya dari siapa pun selain Mario, jika gadis ini berani membongkar keadaan keuangannya, bisa dipastikan tamat harga dirinya sebagai salah satu Billionaire muda di Britania Raya. Dan ia akan sulit mendapatkan teman kencan.

Yang benar saja!

Leonel mendengus kesal, bisa-bisanya ia dipermainkan oleh gadis kecil, dalam hidupnya ia belum pernah dipermainkan oleh wanita karena ia memang menghindari bentuk hubungan yang merepotkan bersama wanita di luar sana.

"Dengar, besok aku akan menjemputmu pukul sepuluh," ujar Violeta.

"Ke hotel?"

Violeta membeliak. "Apa hanya hotel yang ada di dalam pikiranmu?" Gadis itu bersungut-sungut.

"Aku pria normal," ucap Leonel tanpa rasa malu.

"Besok kita menikah!"

"Jadi, bagaimana bonusku?"

Violeta merasa degup jantungnya berdetak tidak normal seperti biasanya, wajahnya juga terasa memanas. Ia telah berjanji kepada Leonel untuk memberikan kesuciannya, itu berarti ia akan tidur dengan pria tampan itu.

"Itu akan kau dapatkan setelah kita menikah dan menemui kakekku, setelah warisan ada di tanganku," jawabnya sambil melengos membuang wajahnya untuk menatap ke arah lain.

Leonel terkekeh. Ia meraih telapak tangan Violeta lalu menghadiahkan kecupan kecil di punggung telapak tangan gadis itu. "Baiklah, calon istriku, sampai jumpa besok."

***

“Jadi, malam ini adalah malam pengantin kita?” Leonel menyapukan bibirnya di pundak Violeta yang terbungkus pakaiannya.

Meski hanya sekilas Violeta bisa merasakan jika sentuhan itu sangat menggoda, tubuhnya menegang karena gugup.

“Sudah kukatakan, kita bertemu kakekku dukungan juga pengacara keluargaku,” ucapnya ketus, mencoba untuk menyembunyikan kegugupan yang merayapi perasaannya.

“Mmmhhh... repot sekali,” geram Leonel sambil mengikuti langkah panjang Violeta menuju mobil.

Violet menyeret Leonel ke kantor catatan sipil, entah bagaimana caranya semua berjalan begitu cepat, gadis itu rupanya telah merencanakan dengan sangat matang rencana pernikahan mereka. Leonel hanya tinggal memberikan tanda tangan dan tanda pengenal miliknya. Bukan hanya sampai di situ, Leonel juga mengikuti kemauan Violeta sesuai dengan isi kontrak yang telah mereka sepakati. Mereka menuju ke Paris, menemui kakek Violeta yang ternyata terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, keadaan pria itu sangat memprihatinkan, selang medis yang tampak begitu rumit terpasang tubuhnya telah begitu renta dan tampak lelah.

Violeta memperkenalkan Leonel kepada kakeknya, gadis itu terisak. Menangis menyaksikan satu-satunya orang yang menyayanginya menurut dokter yang menangani kakeknya mungkin tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi.

“Granddad, kau tahu? Leonel sangat mencintaiku, dia akan melakukan apa pun untukku, keluarganya juga sangat menyayangiku, ibunya adalah pendesain perhiasan, apa kau tahu keluarga Johanson di London?” ucap Violeta sambil menggenggam tangan keriput kakeknya.

Pria itu tampak menatap cucunya kemudian beralih menatap Leonel bergantian lalu mengangguk. Bibirnya tampak menyunggingkan senyuman membuat jantung Leonel terasa di hantam badai penyesalan karena ia sedang membohongi pria tua itu.

“Kami akan melakukan pesta pernikahan tiga bulan lagi, kau tahu kan? Pernikahan yang kuimpikan tidak sederhana, tidak mungkin aku melakukannya dengan terburu-buru, perlu waktu yang lama untuk mempersiapkan semuanya,” ucap Violeta yang di angguki oleh kakeknya dengan lemah.

Secara alami Leonel mengelus punggung Violeta untuk menenangkannya.

“Kau jangan khawatir, aku akan menjaga Violeta seumur hidupku, aku berjanji.” Seolah ucapan itu meluncur begitu saja dari bibir Leonel dan sedetik kemudian ia menyesalinya.

Ia merasa sangat kesal kepada Violeta yang sekarang telah menjadi istrinya, gadis itu tidak mengatakan jika sandiwara mereka untuk kepentingan seorang yang hampir menemui ajalnya dan membuatnya harus berkata-kata manis meski tidak seorang pun yang memintanya untuk berjanji di depan kakek Violeta.

Sepertinya aku harus segera pergi ke gereja untuk melakukan penebusan dosa di depan Tuhan.

Di dalam mobil yang melaju membelah jalanan kota Paris, mereka dalam perjalanan menuju kantor notaris yang mengurus surat-surat warisan milik Violeta, Leonel menggenggam telapak tangan istrinya, ia berdehem. “Kakekmu, dia sakit apa?”

“Organ tubuhnya banyak yang tidak berfungsi, dokter mengatakan umurnya mungkin hanya akan bertahan beberapa minggu lagi, aku ingin dia bisa tenang meninggalkan aku, dia..,” ucap Violeta susah payah sambil menyeka air matanya.

“Perusahaan itu? Kenapa kau begitu berambisi?”

“Perusahaan itu milik keluarga, saat ayahku sakit dan akan tahu jika umurnya tidak akan bertahan lebih lama lagi, ia menyerahkan perusahaan untuk di kelola adiknya dan berwasiat untuk memberikan kepadaku saat usiaku dua puluh lima tahun dan telah menikah. Beberapa hari lagi usiaku dua puluh lima tahun,” jawab Violeta. Kali ini suaranya lebih tenang.

Leonel mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kenapa kau begitu risau jika perusahaan itu berada di tangan pamanmu?”

“Pamanku... dia memiliki hidupnya sendiri, aku tidak tega melihatnya harus melakukan perjalanan dari Swiss ke Paris setiap Minggu hanya untuk mengurus perusahaanku, ia memiliki keluarga dan urusan sendiri. Rasanya tidak adil ia harus mengurusku sementara aku telah dewasa, aku bisa mengurus diriku sendiri,” kata Violeta dengan nada murung.

Sebenarnya tidak begitu, ia tidak rela jika perusahaan itu di kuasai oleh pamannya, orang yang pernah merebut istri ayahnya dan membuat ayahnya menjadi semakin pemurung setelah bercerai dari Paris. Ayahnya frustrasi, mungkin begitu, ia mulai mabuk-mabukan dan karena usianya yang tidak muda lagi di tambah kecanduan alkohol, kondisinya memburuk. Tetapi, entah bagaimana jalan pikiran ayahnya, pria itu justru ingin memasrahkan perusahaan kepada adiknya yang jelas-jelas telah mengambil istrinya.

“Ibumu?”

Air mata Violeta kembali mengalir. “Aku tidak pernah melihatnya,” jawabnya terisak.

“Maafkan aku,” kata Leonel, ia merasa tidak nyaman karena telah salah melontarkan pertanyaan.

Violeta menyeka air matanya. “Tidak masalah, ibuku meninggal saat melahirkan aku. Aku membunuhnya, ya?”

Jantung Leonel terasa terpotong mendengar semua yang Violeta ucapkan. Ia di besarkan di tengah keluarga yang hangat dan lengkap sedangkan Violeta? Wanita yang telah menjadi istrinya bahkan tidak pernah merasakan kehangatan seorang ibu. Perasaan iba menjalari otak dan hatinya, tanpa sadar ia merengkuh Violeta ke dalam pelukannya.

Leonel menelan ludahnya yang terasa begitu berat. “Itu bukan salahmu,” ucapnya dengan suara parau.

Keadaan menjadi hening, hanya deru napas dan detak jantung keduanya yang terdengar di rongga telinga mereka, Violeta merasa pelukan Leonel begitu memenangkan, seolah dada bidang pria itu adalah satu-satunya tempatnya paling aman untuknya berlindung.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
cahaya dunia
sepertinya ada benih2 yg mulai tak disadari tumbuh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status