Share

Chapter 2 : Pertemuan

Dua orang pria tampan baru saja turun dari pesawat beberapa menit yang lalu, mereka berjalan diantara kerumunan orang-orang yang memang saat itu sedang memenuhi bandara, akibat kehadiran seorang Idol.

Dean berjalan dengan cukup cepat diikuti Harry yang berjalan di belakangnya. Namun langkah mereka lagi-lagi terhenti karena orang-orang yang berkumpul justru bertambah banyak. Dean mendecih pelan membuat Harry sedikit menghela nafas. Dean lelah, pekerjaan dan perjalanan yang cukup jauh membuatnya ingin segera istirahat atau hanya sekedar memejamkan mata di mobil, bukan malah terjebak oleh orang-orang yang tidak punya pekerjaan yang rela berdesak-desakan demi melihat idola mereka. Dean bukan orang yang anti terhadap hal seperti itu, adiknya sendiri bahkan seorang pemilik agensi industri hiburan. Hanya saja Dean sedang lelah, sekali lagi dia terlalu lelah.

Dean Smith, seorang CEO Konnect Corporation yang merupakan perusahaan konglomerasi media yang baru saja menggantikan ayahnya Daniel Smith dari jabatannya. Sebagai perusahaan konglomerasi, berarti Dean bersama perusahannya bisa menguasai banyaknya media yang muncul. Keberadaan Dean di bandara saat ini karena dia baru saja kembali dari perjalanan bisnis diluar negeri ditemani oleh Harry, sahabat sekaligus tangan kirinya Dean. Kenapa tangan kiri? Karena posisi tangan kanan Dean sudah diisi oleh orang lain.

"Harry, sepertinya aku akan mencari tempat terdekat untuk istirahat. Tidak mungkin kita langsung meneruskan perjalanan dengan kondisi seperti ini." Dean menatap kearah luar bandara yang sudah dipenuhi oleh para fans dari Idol tersebut.

"Baiklah bos, kau butuh hotel atau cafe?" tanya Harry.

"Carikan saja cafe, aku hanya akan istirahat sampai jalanan lenggan," jawab Dean dengan ekspresi datarnya.

"Oke. Siap laksanakan." Harry masih dalam mode formal.

"Ck, bagaimana Dion bisa bertahan bergelut dengan dunia seribut ini." keluh Dean yang tanpa sengaja didengar oleh Harry. Sebenarnya dunia Dean juga sangat ribut, memangnya siapa yang menyebabkan para fans bisa berkumpul disini kalau bukan tahu dari media? Tapi karena Dean berada di posisi atas, dia hanya bekerja dengan berkutat bersama pikirannya.

"Tentu karena kau dan Dion memiliki selera yang berbeda bos." Harry terkekeh. "Ayo bos, aku sudah menemukan cafe nya. Kita pergi sekarang." Harry berjalan terlebih dahulu dan diikuti oleh Dean. Jika yang dibicarakan adalah masalah pribadi maka Harry berganti mode menjadi mode sahabat.

✿✿✿✿✿

Berbeda dengan Dean dan Harry, Nara yang saat ini berada di bandara yang sama, justru berusaha dengan gigih untuk menerobos kerumunan orang-orang tersebut.

Nara juga baru saja kembali dari perjalanan bisnis menemani kakaknya, namun dia pulang terlebih dahulu karena ada hal yang harus dia lakukan. Apalagi kalau bukan tentang sekolah yang dia kelola. Badannya yang tinggi memang cukup memudahkannya bergerak namun tetap saja, kerumunan orang-orang itu sangat banyak dan membuat penampilannya yang semula bak putri kerajaan, kini sangat berantakan dan hampir menyerupai gelandangan.

"Astaga, ini kacau sekali. Seharusnya Dion bodoh itu membelikan pesawat pribadi untuk artisnya agar tidak mengganggu fasilitas umum." keluhnya sambil mencoba merapihkan penampilannya kembali.

Tidak selasai disitu. Ternyata keadaan di luar lebih parah dari dugaan Nara. Suasana bandara benar-benar ramai dan penuh. "Argghhh, aku bisa gila." Nara menjambak rambutnya frustasi. Kemudian dia merogoh saku mantelnya untuk mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. "Dion Smith, aku benar-benar akan memberimu pembalasan untuk ini." Nara mengepalkan tangannya kesal.

Sepertinya hari ini Dion akan mengalami gangguan pendengaran, karena baru saja dua orang terdekatnya mengeluh tentang dirinya.

✿✿✿✿✿

Dean dan Harry memilih sebuah cafe kecil yang tak cukup ramai. Harry sengaja memilih tempat sepi karena dia tahu kalau Dean tidak menyukai sesuatu yang berisik.

"Berapa lama lagi kita akan disini?" tanya Dean yang sejak tadi sibuk melirik jam ditangannya dan mengabaikan kopi yang saat ini mulai mendingin.

"Sampai keadaan lenggang. Itu jika kau tak keberatan." jawab Harry yang kembali menyesap kopinya.

"Yuviiiiiiiiiiin."

Teriakan seseorang yang baru saja memasuki cafe membuat Dean dan Harry mengalihkan pandangan mereka. Dean mengernyit, kenapa hari ini banyak sekali orang-orang bar-bar, begitu menurutnya.

"Astaga, cafe ini sepi kenapa harus berteriak." Protes Harry yang sempat terkejut karena teriakan tadi.

"Yuvin bodoh. Kenapa kau tidak memberitahuku kalau saat ini bandara sedang sesak." protes perempuan yang baru saja masuk tersebut didepan kasir.

"Yak, NARA gila! Mana aku tahu kalau hari ini kau ada penerbangan." balas Yuvin tak kalah kencang dengan suara Nara.

Dean dan Harry masih menatap kedua orang yang tengah bertengkar didepan kasir tersebut yang diketahui bernama Nara dan Yuvin. Sementara beberapa pengunjung cafe lainnya hanya menggeleng-gelengkan kepala. Dean mengalihkan pandangannya kepada Harry dan menatapnya tajam seperti memberi peringatan jika dirinya jelas meminta susana cafe yang sepi. Sementara Harry kembali mendesah lelah.

"Aku tidak peduli. Sekarang kau harus menemaniku sampai orang-orang mengosongkan bandara." Nara menarik tangan Yuvin dan memaksa sahabatnya itu untuk duduk di meja yang bersebrangan dengan Dean dan Harry.

"Hey aku sedang bekerja. Kau selalu saja seenaknya," protes Yuvin.

"Terserah. Kau kan pemiliknya jadi tidak akan ada yang protes." jawab Nara acuh dan mendudukan dirinya dikursi yang arahnya menghadap meja Dean.

Sesaat pandangan mereka bertemu, lalu Nara memilih mengabaikan dan fokus kembali pada Yuvin dan ocehannya yang sedari tadi sangat tidak jelas itu. Sementara Dean masih menatap Nara dengan intens, matanya memindai setiap pergerakan Nara membuat Harry yang melihatnya mengikuti arah pandangan Dean.

"Woww ternyata dia cukup sexy dengan pakaian yang berantakan seperti itu." Harry menatap Nara dengan serius.

"Harry!" tegur Dean.

"Dia benar-benar sexy bos, lihatlah bahunya putih mulus seperti itu." Harry kembali memuji tubuh Nara dan membuat Dean kini mengalihkan pandangannya pada Nara.

Dean akui perempuan disebrang sana memang cukup sexy dengan penampilan acak-acakannya tapi yang membuat Dean betah menatapnya cukup lama adalah senyumannya. Bagaimana mungkin senyuman seorang perempuan bisa semanis itu. Ah, dimple yang menghiasi pipinya juga menambah pesona perempuan manis tersebut. Apakah Dean Smith baru saja memuji seseorang?

"Kau tidak berharap aku akan menelpon Sion atau Sena kan?" ucap Dean dengan nada penuh penekanan.

"Kau... ah bos tidak asik." Harry mengeluh dan membuat Dean justru menyeringai.

BRAK

Tiba-tiba meja Dean dan Harry di gebrak oleh seorang perempaun yang menjadi objek pembicaraan mereka sejak tadi.

"Permisi kenapa kau tidak sopan dengan menggebrak meja kami." protes Harry yang tidak terima.

"Ah, tidak sopan ya. Hey disini siapa yang tidak sopan? Sejak tadi kalian terus saja menatapku dengan tatapan mesum." Nara menyimpan kedua tangannya dipinggang.

"Ck kau percaya diri sekali," ucap Dean acuh.

"Apa? Percaya diri? Kau pikir aku tidak punya mata hah?" Nara semakin meninggikan suaranya.

"Astaga Nara, kenapa kau selalu membuat keributan di mana-mana." Yuvin menghampiri Nara dan meminta maaf kepada Dean dan Harry.

"Dengar itu? Temanmu sendiri yang bilang kalau kau pembuat keributan." Dean berkata dengan santai dan membuat Nara justru semakin kesal.

"Yak Yuvin, kenapa kau membela mereka hah? Padahal aku baru saja dilecehkan disini," teriak Nara kepada Yuvin yang membuat Yuvin melongo. Sedangkan Dean dia sudah menendang betis kekar Harry dengan kakinya yang berada dibawah meja.

Yuvin segera menarik tangan Nara dengan paksa dan menyeretnya. "Maafkan aku tuan, silahkan dilanjutkan kembali. Maaf karena temanku sedang dalam mode PMS." teriak Yuvin yang membuat Harry tertawa terbahak dan Nara melotot tak percaya.

"Yuvin, akan aku pastikan kau membalas semua ini." Nara menginjak kaki Yuvin dengan keras kemudian dia mengambil tasnya dan bergegas keluar cafe yang langsung disusul oleh Yuvin.

Harry masih saja tertawa membuat Dean merotasikan matanya dan menatapnya dengan tajam. "Maaf bos, itu lucu sekali."

"Diamlah. Kau yang bersalah disini." tegur Dean.

"Ah baiklah. Tapi bos, sepertinya wajah perempuan tadi sangat tidak asing." Harry kembali dalam mode serius.

"Maksudmu?"

"Aku merasa aku pernah melihatnya. Wajahnya benar-benar tidak asing. Aku bahkan seperti sering melihatnya hanya saja bukan langsung. Seperti dalam foto atau televisi mungkin. Sejenis itulah, aku benar-benar lupa." Jelas Harry yang membuat Dean mengedikkan bahunya acuh.

"Aku tidak peduli. Bukan urusanku jikapun kau mengenalnya." Dean kembali manatap kerumunan orang-orang dengan fokus.

Kau boleh tidak peduli untuk saat ini, tapi masa depan tidak ada yang tahu bukan? Bagaimana justru jika ada benang takdir yang tak kasat mata sudah mengikat mereka.

- TBC -

With Love : Nhana

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status