Share

4

Chapter 4

"Membayar para petugas rumah sakit untuk merahasiakan kematian surimu, atau entahlah. Aku jelas ingat membawamu ke dalam mobilku dan megantar mayatmu ke rumah sakit,"

"Jeff, kenapa aku malah takut denganmu," ucap Yuna menatap Jeffrey was was.

Benar saja. Bagi Yuna, Jeffrey sangat mudah mengarang cerita yang mengatas namakan dirinya. Terlebih ia juga menuduhnya menyuap petugas rumah sakit. Oh ayolah. Yuna bukan dari kalangan orang berada untuk sekedar menyuap petugas rumah sakit.

"Takut kenapa? Aku tidak akan memecatmu untuk masalah obrolan ringan ini,"

Ah, Yuna memutar bola matanya malas, "Kalau begitu, berhenti menuduhku dengan hal hal ringan ini. Ah, apakah ini bentuk candaan?"

"Candaan? Aku serius. Waktu itu pukul 11 malam, aku baru saja pulang lembur dan melihatmu tergeletak di jalan. Entah tabrak lari atau apapun yang terjadi, seakan akan kau terjatuh dari langit,"

Yuna tergelak. Obrolan macam apa ini?

"Bapak CEO yang terhormat. Aku tidak pernah keluar selarut itu. Mungkin saat itu kau tengah bermimpi? Kau tidur di rumah, lalu bermimpi tentang pengantin wanita yang jatuh dari langit. Saking kuatnya memorimu tentang sebuah mimpi yang terasa nyata, kau melupakan beberapa keping ingatan real life mu,"

Semacam cuci otak. Jeffrey menatap Yuna kosong kemudian tersentak oleh pelayan yang membawa beberapa makanan dan minuman Yuna.

"Terimakasih," ucap Yuna.

"Tapi, gaun pengantinmu masih ada di lemariku,"

"Jeff, itu bukan milikku. Ayolah, aku memang  berusia 22 tahun, tapi aku masih lajang,"

Sebenarnya Yuna sudah beberapa kali pacaran. Mungkin 3 atau 2 kali, dan semuanya tidak bertahan lebih dari dua tahun. Mungkin Yuna memang terlalu cuek dan belum ingin menjalani hubungan yang serius.

"Aku sempat curiga kau masuk rumahku diam diam dan meletakkan baju itu di sana," ucap Jeffrey

"Hebat sekali. Padahal aku tidak tahu rumahmu,"

Jeffrey sedikit merenung, kemudian ia ingat sesuatu, "Kau punya saudara kembar?"

"Tidak. Hanya aku dan adik laki lakiku yang umurnya terpaut lebih dari 15 tahun,"

"Kau yakin? Lalu, jika itu mimpi, tidak mungkin tiba tiba ada di lemariku kan?"

Yuna mengedikkan bahunya acuh dan memakan burgernya. Jujur, ia lapar sekarang. Tidak peduli bagaimana Jeffrey menatapnya dengan lekat seakan ia tengah menghakimi dirinya.

"Poni, bibir, bentuk wajah, kelopak mata. Yuna, aku yakin itu kau," tuduh Jeffrey lagi.

"Terserah. Aku lelah menjelaskan semua padamu. Usahaku sia sia saja," ucapnya sembari fokus menyingkirkan irisan bawang bombai.

Nyatanya, hal itu tidak luput dari mata Jeffrey.

"Tidak suka bawang bombai?" tanyanya.

Yuna mengangguk. Bawang bombai kurang pas untuk lidahnya. Ia lebih suka bawang biasa. 

"Letakkan saja di piringku. Aku suka bawang bombai. Dan kalau kau mau, kau bisa ambil seladanya," ucap Jeff

Mata Yuna seketika berbinar membuat Jeffrey menahan nafasnya beberapa saat.

Cantik, manis. Itulah yang ada di benak Jeffrey saat ini. Gadis itu dengan semangat memindah bawang bombai dan menyeret selada dari piring Jeffrey.

"Kau tidak suka selada?" tanya Yuna.

"Pait," jawab Jeffrey.

###

"Yuna! Kemarin aku lihat kau makan siang dengan bos ya?" goda Lalice

Pagi ini sudah banyak gossip tentangnya. Apa lagi masalahnya kalau bukan karena makanan cepat saji kemarin sore. 

Yuna hanya mendengus, "Bos bilang supaya cepat akrab harus saling menjalin komunikasi,"

"Ah itu pasti hanya akal akalannya saja. Aku tahu dia tertarik padamu," ucap Lalice masih bersikukuh menggoda temannya.

"Hangat sekali gossip pagi ini," ucap seseorang yang tak lain adalah Jeffrey. Ia bersandar di pembatas yang memisahkan bilik Yuna dengan Sicheng.

"Hehe peace bos," Lisa mengankat telunjuk dan jari tengahnya bersamaan.

"Kembali bekerja. Yuna, siapkan dirimu. Sore nanti ikut aku presentasi," ucap Jeffrey.

"Baik bos,"

Jeffrey meninggalkan bilik Yuna dan kembali ke ruangannya. Selepas itu, terdengar lagi bisik bisik di sekitar kantornya. Kepala Lalice menyembul diiringi Sicheng yang berada di sisi lain.

"Spertinya bos benar benar tertarik padamu. Tidak biasanya mereka mengajak skertaris untuk rapat kecil seperti ini," ucap Lalice dibalas anggukan Sicheng.

"Sekertaris. Siapa namamu?" sapa Sicheng, pria berwajah China.

"Yuna,"

"Salam kenal, aku Sicheng!" ucap Sicheng berusaha menjabat tangan Yuna.

###

Sesuai kata Jeffrey tadi, mereka kini tengah menyiapkan segala sesuatu untuk presentasinya. Dengan dibantu Yuna, Jeff menyiapkan bahan bahan yang akan ia persentasikan.

"File yang sudah di revisi kau bawa?" tanya Jeffrey mengubek ubek tas laptopnya.

"Flashdisk C? Tidak. Kemarin kau bawa pulang," ucap Yuna sembari menyiapkan catatannya.

Mendadak Jeffrey berjingkat dan menepuk kepalanya, "Tertinggal di meja!"

"Dimana rumahmu? Meeting kurang 15 menit lagi. Masih sempat?"

Jeffrey menggeleng, "Tak apa. Lagipula ini rapat kecil. Tunggu aku di sini dan jangan kemana mana," ucapnya sebelum meninggalkan ruangan.

Yuna mengernyit. Jika bukan dirinya akan hadir di rapat, mengapa ia memanggil Yuna dan memintanya menunggu di sini?  Segala sesuatu tentang Jeffrey sangat aneh baginya. Ia bisa saja tetap berada di biliknya memeriksa dokumen yang ia baca hampir belasan kali karena semua tugas telah siap di awal.

Akhirnya ia memutuskan untuk sekedar berbaring di sofa. Matanya perlahan terpejam. Ya, Yuna selalu menghabiskan waktunya untuk tidur jika tidak ada apapun yang bisa dilakukan. Terlebih ia sangat lemah jika sudah mencium keempukan.

Satu setengah jam berlalu, meeting Jeffrey baru saja selesai dan kini pria itu berjalan cepat menuju ruangannya. Untuk memastikan sekertarisnya melarikan diri atau tidak. Dan ternyata seperti dugaannya. Yuna masih di sana.

"Kalau dia pergi, apakah juga akan memanipulasi otakku?" gumam Jeffrey mengamati Yuna dari kursi kebesarannya.

Jujur saja. Tujuan Jeffrey menahan Yuna di ruangannya hanya memastikan kejadian seperti rumah sakit lalu. Nyatanya, gadis itu malah tertidur pulas di sini. Tidak berhenti begitu saja, Jeffrey tetap akan menaruh curiga pada gadis itu.

Tok tok tok

Jeffrey berjingkat kaget. Sedetik kenudian ia menetralkan wajahnya dan berdehem, "Masuk,"

Pria itu masuk, mendapati Yuna yang tengah tertidur di ruangan bos. Tentu saja ia memasang ekspresi terkejut dan berpikir yang bukan bukan.

"Ini... Beberapa laporan yang harus anda tanda tangani," ucapnya.

Matanya sesekali melirik Yuna yang meringkukkan badannya di sofa. Masih dengan high heels, rok span, dan rambutnya sudah cukup kusut. Entah karena posisi tidurnya atau yang lain, pria itu menatap Jeffrey yang masih berpakaian rapi.

"Bukan karenanya," gumamnya pelan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status