Share

Bab 5. Ala chef Rani

Sudah dua hari semenjak dari rumah Dewangga.

Kalau kemarin Rani tidak bisa memasak untuk membawakan Saka bekal, hari ini ia sudah bangun pukul empat pagi dan memasak bari Mbok.

Padahal ia biasanya bangun satu jam sebelum Saka bangun.

Namun sekarang ia bangun tiga jam sebelumnya. Ia sudah memperhitungkan semuanya, dua jam lebih untuk memasak, setengah jam untuk mandi agar selalu wangi lalu ia akan mempersiapkan pakaian Saka.

Ia merasa darah-darah menjadi istri sejati sudah mengalir di tubuhnya.

Sejak kapan Rani seperti ini?

Ia sudah berubah total semenjak menjadi istri Saka dalam waktu dua tahun.

Ia akan membuat bento yang sangat enak untuk Saka.

Setelah mencari tahu, bekal yang paling enak adalah bekal ala jepang yaitu bento.

Tempura, telur, daging panggang yang berada di samping nasi, lalu Rani masih ingat Saka yang membeli onigiri, maka ia juga membuat beberapa sushi ala dirinya.

Soal rasa makanan tentu saja sudah lulus uji oleh Rani dan Mbok. Tentu saja memang Mbok yang cukup diandalkan. Terus terang, Rani memang belum benar-benar ahli dalam ini. Hanya saja ia akan terus mencoba, apalagi Mbok juga mendukungnya.

Mbok tahu usaha yang dilakukan anak tuannya ini pasti akan membuahkan hasil. Toh, satu bulan yang lalu Rani masih belum bisa memasak nasi dengan benar. Dan sekarang nasi yang dimasak oleh Rani sudah terbilang sukses. Memang prosesnya lama. Tapi setidaknya Rani sudah berusaha.

Benar kata orang, cinta bisa merubah segalanya.

"Wah, akhirnya selesai ya, Mbok."

Rani mengelap peluh yang ada di dahinya. Baru saja Rani ingin duduk santai untuk beristirahat, ia kaget begitu melihat jam. Ia sungguh-sungguh dikejar waktu.

"Waduh udah jam segini, Mbok."

Rani langsung mencoba membuka celemek yang langsung dibantu oleh Mbok.

"Rani mandi dulu ya, mbok."

Langsung saja ia naik ke atas dan bergegas mandi, setelah itu pun menyetrika kemeja Saka di ruang laundry.

Begitu ia ke kamar, ia sudah mendengar suara gemercik air.

Barulah ia bernapas sedikit.

Beberapa menit kemudian, Saka keluar dengan seperti biasa.

Saka sedikit bingung lihat kelakuan istrinya.

Rambut istrinya itu bahkan belum kering. Tapi sudah keringatan.

Tapi ia tidak ingin ambil pusing.

"Saka, ini Rani udah setrika kemejanya. Dipake ya, Saka."

Setelah itu, Rani kebawah dan melihat makanan yang dipersembahkan untuk suaminya itu sudah dalam kotak.

Ia pun menenteng kotak itu, ia tahu suaminya pasti akan langsung ke kantor tanpa sarapan. Jadi ia berniat akan langsung memberikan saja.

Begitu ia mendengar suara langkah kaki turun, nampaklah Saka yang lagi-lagi tidak memakai kemeja yang ia setrika.

Rani mencoba untuk tersenyum dan menenangkan hatinya.

Gapapa, Ran. Kemejanya kurang cocok mungkin.

"Ini, Rani sama Mbok udah masak dari tadi pagi. Saka makan ya buat di kantor."

Ucap Rani sambil menyodorkan kantung yang berisi kotak makan itu kepada Saka.

Apa lagi ini?

Saka mengambil dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memang dari awal berada di kantung celananya.

Rani senang sekali begitu Saka mengambilnya. Ia membayangkan Sakanya itu memakan bento buatannya dengan lahap. Pasti sangat menggemaskan, apalagi kemarin waktu di rumah Ayah, Saka makan sampai tersedak.

Padahal selama ini kan Rani sama Mbok tidak pernah melarang Saka untuk makan.

Saka langsung melenggang berjalan menuju ke mobilnya. Rani pun menuju teras dan melambai-lambaikan tangannya.

"Saka pulangnya cepat, ya. Rani tungguin, lho."

Saka hanya melihat Rani melalui kaca mobil dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

...

Saka memasuki kawasan perkantorannya dengan membawa kantung bekal yang dijinjing.

Sedikit malu, tapi untungnya tidak ada yang berani berkomentar, atau komentar itu belum saja sampai ke telinga Saka.

Sesampai ia di meja kantor, ia meletakkan kantung itu di meja tengah tamu yang persis berada di depan mejanya.

Waktu terus berdetak, masih pukul sembilan pagi.

Mata Saka terus melirik ke arah kantung yang berisi bekal dari Rani.

Akhirnya ia pun duduk di hadapan kantung bekal itu. Ia membukanya dan terpampang lah bekal yang sudah dihias mati-matian dengan Rani.

Cukup sederhana, lalu tangan Saka tergerak untuk mengambil peralatan makan dan menyuapi dirinya sendiri masakan Rani yang tetap ditegaskan oleh Saka bahwa gadis ini tidak lepas dari bantuan Mbok.

Rasanya enak.

Asinnya pas, manisnya pas, tentu saja hanya rasa cinta dari Rani yang berlebih.

Untungnya, Saka masih sanggup menelan setelah memikirkan bahwa gadis itu akan sangat senang sekali jika ia memakan makanan darinya.

Saka tidak suka saja jika membayangkan betapa bahagianya gadis itu.

Sedangkan dirinya saja sudah lupa cara untuk tersenyum.

Walaupun dipenuhi bayang-bayang perasaan dan pikiran benci, mulutnya tidak pernah berhenti mengunyah hingga ia tersadar bekalnya sudah habis.

Ia bahkan lupa sudah memakan ini semua.

Saka suka makanan ini. Hanya saja, ia terlalu malu untuk mengakui jika ia menginginkannya lagi.

Ia tidak suka dengan kalimat bahwa hati pria bisa diraih dengan menyenangkan perutnya terlebih dahulu.

Ia tidak akan luluh hanya dengan makanan yang diberikan Rani. Ia tidak mau luluh dan tidak akan pernah luluh.

Baru saja Saka ingin menutup bekalnya, tapi sudah ada suara ketukan pintu dan langsung terbuka begitu saja tanpa izin darinya.

"Menantu yang baik."

Saka malu. Sudah satu kosong tanpa pemberitahuan dimulai? Curang!

Kenapa pria ini harus datang di saat ia terlihat menghabiskan makanan dari anaknya ini.

Saka langsung tegak dan memberi hormat kepada Dewangga, hal yang selalu ia lakukan dari kecil.

Barulah Dewangga duduk dengan santai di dekatnya juga.

Saka tidak akan berbicara terlebih dahulu, ia akan menunggu hingga Dewangga sendirilah yang mengatakan apa tujuannya kemari dan apa yang ingin ia lakukan.

Karena percuma jika ia berbicara, pada akhirnya Dewangga akan memutuskan semua hal yang ia inginkan tanpa bertanya dan berdiskusi terlebih dahulu dengannya.

"Arif. Kemari!"

Begitu ucapan itu terlontar, jantung Saka sudah mulai berdebar dengan kencang.

Siapa lagi ini? Apa pria ini adalah pria baru yang diceritakan oleh Rani kepada Dewangga seperti yang dulu Rani menceritakan dirinya kepada Dewangga?

Saka langsung memperhatikan penampilan pria yang dipanggil Arif itu dari bawah sampai atas.

Sampai Arif sendiri pun tidak enak dan menggaruk bagian kepala belakangnya yang tidak gatal.

"Melihat sekretarismu yang di depan itu sangat membuat khawatir. Aku takut kau akan berbuat hal senonoh yang tidak diinginkan."

Saka masih mendengarkan saja.

Lalu kenapa?

"Jadi aku memutuskan untuk menggantinya dengan pria. Jadi apapun yang kau akan lakukan, aku tidak akan peduli."

Saka langsung mendengus.

Dia pikir aku akan berselingkuh?

Lalu ia menggantikannya dengan pria, karena apapun yang aku lakukan dengan Arif tidak akan membuatnya khawatir. Toh, aku juga tidak suka pria.

Pikiran yang picik. Saka tidak marah jika sekretarisnya harus seorang pria.

Ia hanya tidak suka cara Dewangga menggantinya dan mengatakannya.

"Bagaimana? Kau setuju?"

Masih bergeming. Saka heran, sejak kapan Ayah mertuanya ini bisa menanyakan pendapat.

"Ah, sudahlah. Tidak perlu kau jawab, Arif sudah siap dan terlatih."

Saka langsung menjawab dalam hati.

Ini baru dia.

"Wanita itu sudah ku pecat. Tapi, ia masih ngeyel dan menunggu kau yang memecatnya."

Karena mengerti apa maksud ucapan pria di depannya ini.

Dengan segera, Saka tegak dan memencet tombol yang memanggil sekretaris.

Masuklah Putri dengan senyum tidak enak. Pasti ia sudah memiliki firasat akan hal buruk.

"Tolong berikan petunjuk berkas dan jadwal saya kepada pria itu lalu jelaskan lebih lanjut, saya beri waktu satu jam."

Putri mau tidak mau langsung mengajak Arif keluar.

Sambil membunuh waktu, Saka kembali ke meja kerjanya dengan sopan dan mengerjakan pekerjaannya seperti biasa.

Sementara Dewangga, ia tetap menunggu dan memantau apa yang Saka lakukan.

Seperti seorang guru yang mengawasi muridnya saat ujian.

Seakan-akan Saka akan menyontek dan berlaku tidak adil.

Setelah itu Putri masuk sedangkan Arif masih berada di depan.

"Mas, eh.. Pak, dia sudah mengerti semuanya."

Saka hanya mengangguk,

"Bagus, sekarang kamu langsung ke bagian HRD."

Wajah Putri langsung tegang.

"Untuk apa, Pak?"

"Kamu, saya pecat."

"K..Kenapa, Pak? Apa salah saya?"

Bukan main susahnya mencari pekerjaan sekarang, apalagi kalau dipecat dari perusahaan besar.

"Memangnya ada alasan saya untuk mempertahankan kamu?"

"Tapi, Pak.."

Baru saja Putri ingin menjelaskan, Saka sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Silahkan keluar."

Tangan Saka mengarah ke pintu.

Tentu saja mau tidak mau, sekretarisnya ini menuruti perintahnya.

Setelah semuanya beres barulah Dewangga tegak dan keluar dari ruangan dengan sangat puas, jangan lupakan pasti ada satu manusia yang selalu berada di dekat pria berkuasa ini.

Ia selalu memiliki tangan kanan, hanya saja jika sesuatu yang berurusan dengan Saka, ia lebih memilih ditemani oleh orang lain.

Padahal, biasanya Dewangga akan ditemani oleh Yudis.

Saka tidak habis pikir saja jika memang benar-benar Yudis yang menemani Dewangga dan ia harus menahan karena dipermalukan di depan Ayahnya sendiri.

Setidaknya, Dewangga masih memiliki sedikit belas kasih, mungkin?

Entahlah, pria itu selalu tak tertebak.

Keesokan harinya, Rani sangat bersemangat. Apa lagi bekal yang ia buatkan untuk suami tercintanya habis.

Ia pun memasak dengan lauk istimewa dan sedikit lebih banyak dari biasanya.

Toh, sekarang ia sudah tahu bahwa ternyata suaminya ini hanya malu untuk makan di depannya.

Dengan senang hati ia memasak dan memberikannya kepada suaminya sebelum berangkat.

Awalnya, Saka menaruh bekal itu di meja depan. Namun entah apa yang merasukinya ia membawa bekal itu sebelum jam makan siang dan pergi ke meja sekretarisnya, Arif.

"Kamu sudah makan, Rif?"

Arif yang kedatangan tiba-tiba pun langsung menunduk sopan.

"Belum, pak. Apa ada yang harus saya urus?"

Saka menggelengkan kepalanya.

"Ini buat kamu dan tolong pesankan saya makanan lain."

Betapa bahagianya Arif tidak perlu susah payah memesan dan membeli lagi.

"Wah, makasih pak."

Belum lagi begitu pria itu membuka kotak makan dari Saka, makanan yang seperti ini ingin diberikan kepadanya? Tidak salah? Apa selera makanan yang diinginkan oleh Saka lebih tinggi lagi? Pikir Arif.

"Tidak perlu sungkan, makan saja."

Lalu Saka kembali ke dalam ruangannya lagi. Memangnya ia perlu menunggui Arif melahap semua bekal yang dibuatkan oleh istrinya. Tidak kan?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Glow Peridote
seru seru kak. kliatan bgt salah paham dan hubungan yg ga nyambung. bikin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status