Share

6. Pembebasan

Setelah sekian lama terkungkung kejamnya dunia Zara Adhira bisa merasakan hembusan angin di kulit lusuhnya. Setelah Arlan medapatkan kunci pasungan dari Paman Radit, ia  Iangsung menemui Zara.

"Nak Arlan, berhasil mendapatkan kuncinya?" tanya Pak Sholeh yang sedang mendaping Zara.

"Alhamdulilah pak, meskipun harus bersetegang sedikit dengan Orang itu," jawab Arlan kesal mengingat Paman Radit.

"Radit bukanlah orang biasa, Nak!" gumam Pak Sholeh mengingat bagaimana Radit dulu mengacam keluarga Pak Soleh ketika ia mencoba melindungi Zara, ditambah lagi Pak Sholeh mengetahui tentang kebenaran Zayn. Hidup keluarga Pak Sholeh selalu dihantui oleh lelaki picik itu.

"Saya bisa merasakan itu, Pak!" jawab Arlan.

"Berhati-hatilah dengannya!" tambah Pak Sholeh Lagi.

"Iya, Pak. Saya akan menjauhkan Zara dari srigala berbulu domba itu." Arlan Geram mengingat nama Paman Radit.

Setelah semua anggota keluarga Zara meninggal, Radit bisa menguasai semua aset keluarga. Dengan kondisi Zara seperti ini, sangat menguntungkan bagi Radit, ia menjadi satu-satunya  Pewaris tanah-tanah Pak Adhi Ayahnya Zara yang merupakan tuan tanah paling kaya di desa.

"Itu lebih baik Nak Arlan, Nona Zara berhak bahagia."  Pak Sholeh tersenyum lega.

Arlan mencoba melepaskan pasungan Zara perlahan. Ia mulai membuka rantai kaki Zara, dan mengakat pasungan kayu yang menghimpit kedua kaki Zara, saat itu tanpa disadari Arlan meneteskan air mata yang membasahi pipinya, melihat kondisi kaki Zara lebam, membiru dan membengkak.

"Ini pasti sangat sakit, tetapi aku lebih sakit melihatmu seperti ini Zara!" gumam Arlan mengusap air mata yang terus menetes.

Setelah pasungan di kaki Zara lepas. Arlan membantu Zara yang terdiam dengan tatapan kosong itu berdiri, tetapi ketika Arlan terus berusaha membuat tubuhnya tegak agar kedua kaki itu mampu menopang badan, ia langsung roboh ketanah dan Zara pun terpekik menahan sakit.

"Aaaaaaaaaaa!" pekik Zara berpegangan pada tubuh Arlan.

"Jangan paksakan Nak Arlan. Sudah enam setengah tahun Nona Zara di dalam pasungan, wajar saja ia tidak mampu berdiri, apalagi berjalan!" tegur Pak Sholeh melihat Zara kesakitan.

Mendengar Pak sholeh, Arlan pun langsung menggendong Zara tanpa pikir panjang seperti apa kondisi Zara yang ada di dalam pangkuannya. Rambut yang dulu tergerai indah, kini telah gimbal tak berbentuk diiringi bau busuk tidak keramas selama enam setengah tahun mengibas-ngibas di depan wajah Arlan. Arlan yang tanpa expresi terus berjalan melewati pematang sawah meninggalkan gubuk derita yang mengurung Zara, diikuti Pak sholeh mengiringi mereka dibelakang, membawa sekantong kresek sabun cair dan sampo yang dibeli Arlan.

"Hati-hati licin Nak Arlan!" seru Pak sholeh melihat kondisi tepian sawah.

"Iya terima kasih, Pak!"

"Pak maukah bapak menjadi wali nikah Zara?" Pinta Arlan sembari terus berjalan  hati-hati.

"Tentu, Nona Zara sudah Bapak anggap sebagai Anak sendiri. Dari dulu bapak ingin melakukan hal ini, mengingat bagaimana jasa Pak Adhi terhadap bapak, tetapi bapak tidak memiliki daya dan upaya menentang masyarakat desa dan Radit," ucap Pak Sholeh, terdengar nada suara sesal dalam setiap kalimatnya.

"Terima kasih, Pak. Saya mengerti dengan hal itu!" Arlan menoleh ke arah Pak Sholeh dengan senyum tersungging dibibirnya.

Pak sholeh mengambil kursi plastik dan meletakannya di halaman rumah, kemudian Arlan mendudukan Zara yang masih terdiam dengan tatapan kosong di kursi itu. Setelah mendudukan Zara, Arlan mengambil selang panjang dari belakang  dan menyambungkan ke kran air. setelah kran hidup, selang air diarahkan ke Zara. Ketika terkena air Zara berteriak-teriak hilang kendali, apalagi saat Arlan membersihkannya dengan sabun dan Shampo. Zara terus minta ampun seolah Arlan akan melakukan hal buruk padanya.

"Jangan mendekat!" teriak Zara  dengan badan ditekuk, dan kedua tangan melindungi dirinya.

"Aku mohon ampuni aku!" raungan suara Zara memecahkan keheningan.

Melihat kondisi Zara meremukan hati Arlan, ia memeluk Zara yang basah hingga kemeja yang ia kenakan ikut basah pula.

"Jangan sentuh aku! Aku mohon, jangan sentuh aku!" ratap Zara yang memilukan hati Arlan.

Arlan mempererat pelukannya dan menenangkan Zara, "Aku akan melindungimu!"

"Apa kau sudah gila melepaskan pasunganya?" suara wanita paruh baya tiba-tiba datang dari arah belakang Arlan.

Arlan melihat ke arah belakang dan melihat seorang wanita paruh baya diikuti kerumunan warga desa yang mengagetkan Arlan. Berita pembebasan pasungan Zara di desa tersebar begitu cepat. Masyarakat desa berbondong-bondong ke rumah Pak Sholeh hingga memenuhi halaman rumah.

"Pasang lagi pasungannya, kami tidak ingin kampung kami tidak aman, karena orang gila berkeliaran!" Perintah wanita paruh baya.

Arlan melepaskan pelukan dari Zara, dan berbalik ke arah wanita paruh baya dan berkata, "Apa maksud anda?".

"Kami tidak ingin rumah kami dilempari batu dan kotoran oleh wanita gila itu kalau ia dilepas," seru wanita paru baya lagi.

"Ke mana Si Radit, kenapa ia lepaskan pasungan keponakan gilanya. Apa dia ingin dikejar-kejar dengan golok lagi," Tambah seseorang dari kerumunan warga.

"Sebaiknya pasungan Zara dipasang lagi, agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan," Saran seseorang yang mengaku kepala desa menghampiri Arlan.

"Bagaimana bisa bapak berkata begitu ketika Bapak sebagai kepala desa melihat seorang wanita diperlakukan tidak manusiawi!" seru Arlan kesal.

"Zara pernah mengganggu keamanan desa, berlari keliling desa membawa golok dan hampir membacok pamannya sendiri!" jawab kepala desa.

"Meskipun begitu, tak seharusnya ia diperlakukan lebih buruk dari pada binatang!" Arlan tersenyum sinis.

"Zara juga manusia, setelah apa yang dia alami, kalian semua seharusnya memberi dukungan moral, bukan memperburuk kondisi dengan memasungnya!" bentak Arlan penuh emosi.

Untuk pertama kalinya Arlan tidak bisa mengendalikan emosi. Terakhir Arlan emosinya meluap ketika Arlan berusia sembilan tahun. Saat itu bapak Arlan langsung menikah lagi ketika pusara Nani yang merupakan Ibu Arlan masih memerah.

"Kami tidak peduli, pasung lagi dia.  Kami tidak ingin anggota keluarga kami terluka olehnya," tegas wanita paruh baya.

"Iya, kami tidak ingin orang gila berkeliaran di kampung kami!" ucap warga dari kerumunan.

"Jangan khawatir ia tidak akan berkeliaran di kampung ini!" seru Arlan.

"Dia adalah calon istri saya. Saya akan membawa dia keluar dari desa ini, setelah saya membersihkannya!" tegas Arlan membungkam warga desa.

"Apa pria tampan ini sudah gila, akan menikahi Zara yang ganguan jiwa itu!" bisik-bisik warga di dalam kerumunan.

"Dia itu 'kan Arlan, Anak burhan sujibto yang punya toko klontong di kampung hilir,  yang kuliah diluar Negeri ituloh.  Apa otaknya sudah bermasalah, karena lama di luar Negeri," gunjing warga yang mengenali Arlan.

"Wajah setampan itu mubazir untuk mengabdi pada Zara. Kalau aku setampan dia, sudah kukoleksi jajaran wanita cantik di hatiku. Dia gak kalah gilanya sama Zara!" gurau muda-mudi tertawa terbahak-bahak di antara kerumunan warga.

Semua warga desa menjadi penonton derita, dari  wanita malang bernama Zara, bukanya bersimpatik, tetapi cemooh dan olok-olok yang mereka hadiahkan untuk seorang Arlan yang memegang teguh keyakinan cintanya pada Zara.

***

Terimakasih telah membaca kisah cinta Arlan dan Zara. Mari saling mendukung sesama reader ataupun author, Like, vote, love and follow writer in box šŸ„°šŸ„°šŸ„°šŸ’ŖšŸ’ŖšŸ’Ŗ

love you see ya...

@writer in box

@gadis pecinta mendung

youtube kumpulan puisi writer in box

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status