“Kau tidak mengerti Alain! Pernikahan ini membuatku tersiksa. Berkali-kali aku mencoba untuk mencintaimu, tetapi ternyata aku tidak bisa ... aku masih sangat mencintainya!” Mére membentak Pére di hadapanku. Wajah putihnya kini memerah.
Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi mereka sering bertengkar seperti ini.
“Kumohon Lyly, jangan tinggalkan aku, aku masih sangat mencintaimu.”
Diana meringkuk di atas tempat tidur. Dia menahan suaranya agar tidak terisak, namun ternyata sulit karena pada akhirnya dia tetap menangis dan isakan kecil mengisi kamarnya yang temaram. Ini malam kelima sejak dia dan Mike tidak lagi berbicara. Diana tidak tahu harus bagaimana, semakin hari hubungannya dengan Mike semakin buruk. Pria itu bahkan tidak menganggapnya ada, membuatnya semakin merasa asing dan terabaikan.Suara sepatu pantofel yang menapaki lantai menghenti-kan tangisnya, sekuat mungkin Diana menahan isakan. Dia menunggu langkah kaki itu melewati kamarnya, namun Diana heran saat suara sepatu itu berhenti tepat di depan kamarnya, dan gemerincing kunci yang saling beradu semakin menambah keheranannya. Dia menunggu dengan waswas. Dan ketika pintu kamarnya terbuka, Diana men
DIANASetelah mengantar Mike pergi kerja, Diana kembali dengan rutinitasnya menjelajahi rumah, seperti biasa. Dia menuju paviliun dan saat itulah Diana melihat lorong kecil menuju sisi lain rumah ini. Beberapa kali dia ingin menuju ke sana, tetapi dia merasa takut karena tidak pernah ada pembantu ataupun penjaga yang pernah menuju ke tempat itu. Rasa penasaran mengalahkan keraguannya. Kaki Diana bergerak perlahan menuju lorong gelap, kecil dan sedikit menyeramkan karena tidak ada tanda-tanda manusia yang pernah mengunjungi tempat itu.Diana berhenti tepat di tengah lorong, terpaku beberapa saat di ujung langkahnya, pada sebuah pintu yang menjadi jalan buntu, mengantarkannya pada akhir lorong ters
Sudah beberapa hari Mike sibuk dengan pekerjaannya. Ia bahkan lupa jika Diana ada dalam hidupnya, karena terlalu tenggelam dalam bisnis yang saat ini sedang dijalankan. Mike hanya pulang sebentar ke rumah untuk mengecek Diana, setelah itu dia akan kembali lagi ke kantor hingga esok pagi. Diana mencoba untuk mengerti kesibukan suaminya, tapi sikap manjanya membuat ia tidak bisa bersabar. Perkelahian kecil kerap kali terjadi di antara mereka, meskipun yang paling bersikeras di antara keduanya adalah Diana sendiri.“Kau bahkan tidak ada waktu untukku.” Diana merengut pada Mike yang baru saja pulang.Terlihat wajah Mike begitu lelah, bahkan pria itu tidak sempat mengurus dirinya. Kemejanya sudah dua hari
Julian baru saja keluar dari mobil setelah memarkirnya di garasi saat tiba-tiba dia mendengar suara langkah kaki setengah berlari mengahampiri. Waspada, bersikap siaga Julian pun berbalik dan melihat Diana berlari ke arahnya dengan pandangan menghunus tajam. Dahinya mengerut melihat ekspresi Diana yang jelas menunjukkan kemarahan entah pada siapa."Menyingkir!" bentak Diana dengan suara melengking tinggi. J
Nia membukakan pintu dan terkejut saat mendapati Diana mematung di hadapannya dengan wajah sembab dan mata bengkak. Lama dia termangu menyaksikan sahabatnya yang menatap kosong padanya, seolah jiwanya berkelana jauh dan tidak kembali ke raga.“Diana?” panggil Nia lembut sembari menyentuh lengan Diana, membawa wanita itu ke dalam kontrakannya yang kecil.Diana hanya diam mengikuti, seperti robot, patuh. Setelah mendudukkan Diana di sofa, Nia mengambil handuk dan membasahinya. Dia tidak tahu apa yang terjadi, namun melihat reaksi serta ekspersi Diana barusan sudah menggambarkan padanya dengan jelas bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi, sama seperti ketika Diana kehilangan ayahnya. Reaksi yang d
Diana mendorong tubuh Mike yang memeluknya. Satu tamparan mendarat mulus di wajah murung penuh rasa bersalah itu. Mike menatap Diana dengan pandangan sedih bergelayut penyesalan, tidak ada kemarahan di sana. Mereka diam cukup lama sebelum akhirnya Mike menghela napas dan bermaksud menarik Diana dalam dekapannya kembali, menunjukkan bahwa dia takut kehilangan wanita itu, namun Mike hanya menyentuh kekosongan saat Diana bergerak mundur dari posisi duduk mereka hingga wanita itu terkurung antara tembok dan dirinya.“Pergi!” jerit Diana setengah mendesis.Mike terenyuh, mendapati tatapan Diana yang ingin mencabik dan penuh kebencian. Bibir pria itu menipis semakin muram, gejolak hatinya tampak jelas di wa
Hari pertama setelah kejadian tersebut. Mike mencari tahu siapa dalang di balik semua ini. Dia akan menuntaskannya hingga ke akar. Tangannya meremas ponsel hendak menghancur-kan benda tipis itu. Jake yang sedari tadi diam akhirnya menghirup udara dan mulai bersuara.“Mereka pasti akan menemukannya, Mike.”Orang yang diajak bicara hanya menatap datar dengan senyum sinis. Dia terus meremas ponselnya yang andaikan bisa berbicara pasti benda mati itu berteriak meminta lepas dari cengkraman Mike yang tampak tidak sabar sembari menahan amarah.“Aku akan me
Tatapan Diana jatuh pada Mike yang masuk begitu saja dari pintu depan. Wanita itu menegang di tempat hendak memarahinya, namun Mike tak peduli dan terus menerjang Diana, menarik wanita itu dalam pelukannya. Dia mencium puncak kepala Diana dan membuat wanita itu menjeritkan penolakan.“Kumohon, jangan menolakku kali ini. Biarkan aku memelukmu sebentar, beri aku waktu lima menit setelahnya aku akan pergi seperti yang kau inginkan,” bisik Mike tepat di telinga Diana. Wanita itu terisak dan menghentikan rontanya, dia membiarkan Mike mengelus lembut puncak kepala serta punggungnya.“Biarkan aku mewujudkan impianmu dan impian ayahmu, jadikan aku pria beruntung yang memilikimu.”