Share

BAB 7

Seila yang tidak fokus karena di ajak bicara oleh Angga malah melupakan kegiatannya yang tengah membakar bahan di tabung kaca. Tangannya diam tidak bergerak, malah semakin mendekat ke api.

Karena suhu tinggi dan Seila tidak menjauhkan tabung itu dari api yang semakin memanas. Isian bahan di dalam tabung bergejolak dan mengeluarkan busa. Tabung pun meledak dan mengeluarkan banyak sekali asap hitam. Api pun seketika mati karena cipratan bahan. Wajah Seila di penuhi noda asap dan terlihat hitam-hitam.

"Hahaha!" Angga tertawa. Bukannya menolong Angga malah memperhatikan wajah Seila yang terlihat sangat lucu.

Aksara tengah serius melakukan kegiatan praktikum, merasa terganggu dengan suara ledakan dan suara tawa, dia menoleh pada Angga. Dia pun mengepalkan tangan melihat kebersamaan Angga dan Seila.

"Dasar ceroboh!" Angga mencebik Seila. 

Wajah cantik gadis ini kotor. Belum lagi dia harus mengulang tugas yang diberikan oleh guru biologi.

Angga merogoh sapu tangan dan membersihkan wajah Seila yang kotor.

Aksara yang melihat pemandangan itu mengepalkan tangannya dan memanggil guru.

"Pak. Tabung kaca milik Seila meledak," ujar Aksara agar sang guru mendekat. Dia tidak tahan melihat tingkah Angga yang bermesraan dengan Seila.

"Ah iya. Maaf saya terlalu fokus dan tidak mendengar ada suara ledakan." Guru itu tadi sedang fokus membimbing murid lain. Rungan biologi ini luas sehingga suara ledakan kecil dari Seila yang berada di ujung ruangan ke ujung lain tidak terdengar begitu jelas.

Pria bertubuh subur mengenakan pakaian kemeja berwarna biru itu kini membimbing Seila. Karena Aksara memanggilkan guru. Angga kehilangan kesempatan untuk mendekati dan mengajari Seila hanya berdua.

Kini Angga dan Aksara saling bertatapan karena posisi mereka berseberangan.

Pelajaran selesai dan Aksara duduk di bangku kebesarannya. Mendengarkan musik sambil membaca buku. Ini kebiasaan yang membuat hati dia tenang. Padahal begitu banyak gadis yang memperhatikan. Tapi Aksara lebih memilih mendengarkan lagu daripada mendengar panggilan-panggilan dari para gadis. Dia juga akan melemparkan tatapan tajam jika ada gadis yang berani datang ke hadapannya lalu memberikan sebuah kado.

Suasana kelas yang tenang berubah menjadi mencekam kala Angga datang dan menggebrak meja Aksara. Membuat Aksara yang semula tenang menjadi kaget dan menoleh ke arah orang yang menggebrak mejanya.

"Ada urusan apa?" tanyanya sangat ketus. Angga dan Aksara tidak akur. Mereka dua orang pria tampan di kelas ini.

"Kamu yang mengganggu urusanku!" ujar Angga sambil menyilangkan tangan di depan dada. Dia tidak suka dengan perlakuan Aksara tadi. Mengganggu dia yang tengah mengambil kesempatan untuk dekat dengan Seila. Jangan-jangan pria ini juga menyukai gadis yang ia sukai.

"Kata siapa? Kapan?" Aksara berdiri dan mereka kini saling bertatapan.

Semua murid di kelas menoleh dan memperhatikan interaksi mereka berdua. Dua pria yang populer dan paling tampan. Bedanya Aksara tampan dan sangat pintar. Angga tampan dan sangat nakal. Keduanya punya keunikan dan ciri khas masing-masing.

"Kataku. Tadi saat di laboratorium!" Angga mencengkram kerah baju Aksara. Aksara tetap tenang dan malah memalingkan wajahnya. Hal ini sungguh ia anggap tidak penting untuk dibicarakan.

Aksara malah mencebik. Angga semakin kesal karena Aksara mendiamkannya. "Ayo kita bertanding basket!"

"Apa aku harus meladenimu?" Aksara menepis lengan Angga yang masih mencengkram kerah bajunya, lalu menaikkan sebelah sudut hidungnya sambil berjalan meninggalkan pria itu.

"Hei … pengecut!" Angga berusaha membuat Aksara emosi. Dia saat ini ingin bertanding dan membuat Aksara terluka.

Suruh siapa mengganggu momen kebersamaannya dengan Seila. Apa jangan-jangan Aksara juga menyukai Seila?

Sungguh ingin sekali angga melempar bola basket sangat kencang ke wajah Aksara.

Angga menepuk pundak Aksara agak kencang dari belakang karena pria ini tidak menoleh sama sekali saat dibilang seorang pengecut.

"Kau punya kuping tidak?" tanya Angga agar Aksara menoleh. Dia tetap tidak mendapatkan jawaban. 

Aksara melanjutkan perjalanannya untuk pergi ke rooftop.

Angga mengikuti langkah kaki Aksara. Dia sangat geram karena di diamkan seperti ini.

Ada anak-anak lain tengah asyik bermain basket di lapangan depan kelas mereka. Bola menggelinding ke depan Angga. Pria ini meraih bol berwarna merah bata yang memiliki garis-garis hitam. 

Angga menatapnya bola yang kini ia genggam. Melemparkannya pada pria yang sedang asyik berjalan dan tidak menjawab semua omongannya tadi.

Bola basket itu terbng ke udara dan mendarat di punggung Aksara lumayan kencang. Aksara sampai sedikit tersungkur.

"Sial … dia malah tidak berhenti!" gumam Aksara sambil berusaha berdiri dan berjalan lagi. Seseorang seperti Angga tidak perlu di ladeni.

"Dasar pengecut! Kutu buku, pria kasar!" Angga terus mengumpat. 

Aksara akhirnya menoleh dan meraih bola. Dia kemudian berjalan ke lapangan.

Mereka berdua membuat para murid yang sedang bermain basket itu kaget dan menyingkir dari lapangan.

Kini lapangan yang luas ini hanya untuk Aksara dan Angga.

"Ayo kita bertanding. Jika aku yang menang. Kamu jangan mengganggu urusanku lagi. Jika kamu yang menang, kamu bebas melakukan hal sesukamu!" Angga menantang Aksara.

Aksara tersenyum miring dan memanggil murid lain untuk menjadi wasit.

Para gadis duduk di depan kelas. Mereka bersiap menonton dua pria tampan yang akan bertanding. Suara mereka kini riuh menyemangati masing-masing idola mereka.

"Sei, Sei!" panggil Bila sambil menepuk-nepuk pundak Seila. Temannya ini sedang sibuk menyedot jus alpukat yang dibelinya tadi di kantin sekolah.

"Apaan, sih, Bil?" tanya Seila laku menoleh pada Bila.

"Liat, noh, liat!" Bila menunjuk ke arah lapangan basket.

"Hah … itu Angga sama Aksara. Mereka mau ngapain?" tanya Seila yang penasaran lalu ikut duduk dengan gadis lain di tepi lapangan.

"Tanding, lah, Sei!" Bila ikut duduk di sebelah Seila.

"Mereka tanding dalam rangka apa, ya?" tanya Bila yang heran dengan kedua pria ini. Mereka padahal jika menjadi sahabat sangat cocok. Wajah sama-sama rupawan, kepopuleran juga sama. Kenapa tidak akur saja.

Peluit berbunyi dan bola di lemparkan ke udara. Aksara menepis bola lalu menggiringnya hingga ke dekat ring. Baru awalan saja Aksara mencetak pion.

Angga geram dan tidak mau kalah. Dengan cara apapun dia harus menang. Angga mendempet tubuh Aksara saat lawan mainnya itu kembali berhasil menggiring bola. Dia merebut bola dan membuat Aksara terjatuh.

Sialnya lutut Aksara terluka sampai mengeluarkan darah. Angga menjadi bisa untuk mencetak poin. Skor mereka seimbang.

Permainan di lanjutkan meski lutut Aksara terasa perih dan sakit. Dia tidak mau lemah. Kini dia harus menang. Apapun yang terjadi.

Aksara berhasil merebut bola susah payah. Dia kini melempar bola ke ring meski jaraknya cukup jauh. Aksara berhasil lagi mencetak poin.

Gadis-gadis fans Aksara berteriak sangat histeris. Mereka memberikan dukungan pada sang idolanya yang bertarung meski mempunyai luka di bagian lutut.

"Aksara, Aksara, Aksara." Teriakan untuk menyemangati terus saja terdengar.

Seila dan Bila geran. Dua pria ini sedang memperebutkan apa.

Angga melihat Seila yang duduk di tepi lapangan. Pria itu mengedipkan sebelah matanya. Membuat para gadis menoleh. Siapa gadis yang tengah Angga goda.

"Sei. Dia ngedipin mata ke, Lo!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status