Narendra mengantarku pulang kemarin. Tidak sampai di depan rumah memanng. Aku melarangnya. Aku khawatir jika Ibu melihat dia ada di depan rumah, Ibu akan mengusirnya dengan kasar.
Kejadian saat aku diskorsing tentu masih menjadi pokok alasannya. Jadi, aku memintanya mengantar hingga di dekat gang rumah saja.
Aku pikir Narendra benar-benar akan pergi setelah mengantarku. Tapi nyatanya tidak. Pemuda itu justru membuntutiku dari belakang dengan memberi jarak aman.
Saat aku sudah masuk ke dalam dan mengintip dari balik tirai ruang tamu, aku mendapati dirinya tengah melihat keadaan rumahku. Aku tidak bisa menebak apa yang dia pikirkan.
Setelah itu ia pergi dengan menyalakan kembali motor Ferdi.
Dan pagi ini, aku melihatnya di depang rumah kosong yang berjarak dua rumah dari rumahku. Dia berdiri di sana sambil membaca komik.
Awalnya aku tidak begitu memerhatikannya. Saat Narendra menurunk
Pikiranku tak berhenti memikirkan kejadian tadi siang. Saat Narendra berbohong untuk diriku dan membantuku mengganti buku itu dengan menambahkan kekurangannya.Aku bisa melihat ada gurat kekesalan di wajah pemilik toko itu saat Narendra mengatakan dirinyalah yang menghilang buku yang kupinjam. Sungguh, aku merasa tidak enak hati pada Narendra.Andia aku yang dimarahi oleh Putra, mungkin aku sudah menangis di sana saat itu juga.Aku mengembuskan napas panjang. Aku akan berbicara pada Narendra besok. Saat ini aku harus memberikan atensi penuh pada PR yang diberikan oleh Pak Sri. PR Kimia yang soalnya lebih sukit dibanding contoh soalnya.Aku mencoret-coret lembar kertas hitung. Berkali-kali aku menghitung dan berkali-kali pula aku tidak menemukan hasilnya. Angka hasil dari perhitunganku tidak ada dalam pilihan ganda di lembar soal.Aku mengerang frustasi. Mengapa soalnya bisa lebih sukit dibanding yan
"Sekar. Bangun. Udah pagi."Aku mengerjap saat merasakan gerakan pada pundakku. Suara Ibu masuk ke dalam telinga sekali lagi dengan kalimat yang sama.Mataku membuka. Benda pertama yang kulihat adalah brankar Bapak yang lebih tinggi dari tempatku berbaring saat ini.Aku bangkit dengan posisi duduk di atas ranjang. Mengumpulkan sisa kesadaran yang masih berada di alam mimpi.Aku tidak berangkat sekolah hari ini. Ibu tidak membuatkan surat ijin ataupun menelpon pihak sekolah. Sepertinya Ibu bersungguh-sungguh dengan ucapannya.Ibu meminta tambahan kasur lipat untuk keluarga yang mendampingi pasien. Aku dan Ibu tidur berhimpitan. Sehingga saat aku bangun, tubuhku terasa luar biasa kaku."Kamu pulang sana. Bersihkan rumah dulu. Nanti baru balik ke sini," titah Ibu. Tangannya sibuk melipat selimut loreng hitam putih khas milik rumah sakit yang semalam kami gunakan.Aku m