Share

Iron whip

Scarlet menarik tangannya ketika mendengar perkataan lelaki itu. Dia membalikkan badannya, dan berjalan mendekati lemari pakaian yang sangat besar. Di bukanya lemari pakaian itu, dan di dalamnya terdapat setelan pakaian hitam berbahan lateks dengan model yang sama. Scarlet segera berpakaian dan menekan tombol yang ada di dalam lemari itu sehingga membuka suatu ruangan kecil di dalam lemari yang di penuhi dengan berbagai macam alat-alat canggih dan senjata-senjata yang tertata rapi menempel di dinding-dinding lemari itu.

    Scarlet mengambil dua buah senjata lalu menyelipkannya di samping pahanya. Dia segera keluar dari ruangan itu dan menutup kembali lemarinya. Sementara alat kecil di atas meja dengan suara seorang lelaki tidak berhenti mengoceh dan memanggil-manggil namanya.

    “Scar? Jika kau tidak menjawabnya, aku sendiri yang akan menjemputmu!”

    “Maaf bos, aku baru selesai mandi,” ucap Scarlet berjalan santai merapikan pakaiannya.

    “Kembali ke markas sekarang juga!”

    “Sekarang? Aku belum berpakaian, apa bos mau aku kembali ke markas tanpa memakai pakaianku?”

    “Tidak. Setelah berpakaian kembalilah ke markas.”

    “Baik bos, aku mengerti,” ucap Scarlet menekan tombol di alat kecil itu.

    Scarlet segera keluar dari rumah kecil itu menggunakan motor hitamnya. Motor melaju sangat cepat, setiap tikungan dan keramaian jalanan raya di lewatinya dengan sangat santai. 

    Beberapa menit kemudian Scarlet sampai di depan sebuah bangunan besar dengan gerbang besar yang menjulang tinggi ke atas. Scarlet menginjak gas motornya tanpa berhenti, Dan saat motor yang dia kendarai hampir mendekati gerbang itu, dengan otomatis pintu gerbang itu terbuka sehingga Scarlet bisa masuk dengan motornya tanpa berhenti. 

    Saat masuk ke dalam halaman gedung yang besar itu. Scarlet turun dari motornya. Di depannya terdapat bangunan yang tingginya sampai puluhan lantai. Ia meneruskan langkahnya masuk ke dalam gedung itu sampai ke area koridor yang sangat sepi. Ia masuk ke dalam sebuah ruangan dan berjalan mendekati sebuah cermin besar di dinding lalu membuka cermin itu seperti membuka sebuah pintu.

    Di belakang cermin itu terdapat pintu rahasia masuk dengan sebuah alat pemindai wajah yang tertempel di depannya. Ia mendekatkan wajahnya, membiarkan alat pemindai wajah itu menyisir seluruh wajahnya dengan cahaya berwarna merah.

    Tiit ....

    “Welcome, Agent C-17,” suara akses masuk yang terdengar di mesin pemindai wajah diiringi dengan pintu yang terbuka otomatis.

    Scarlet segera masuk ke dalamnya. Sebuah ruangan yang menghubungkan ruang rahasia yang lain. Dia berjalan melewati beberapa orang yang berada di dalamnya dengan kesibukan mereka masing-masing. Dia memasuki lift yang membawanya ke lantai dasar bangunan itu.

    Pintu lift terbuka, scarlet segera berjalan masuk dengan santai. Semua orang yang sedang sibuk menatap ke layar komputernya sempat terhenti dengan aktivitas mereka melihat ke arah Scarlet. Ruangan besar yang di penuhi dengan alat-alat canggih yang memantau semua pergerakan dunia.

    “Scar? Apa kau tahu apa yang kau lakukan?” sapa seorang pria yang bertubuh besar menunggu Scarlet menghampirinya.

    “Bos, misiku sudah selesai. Apa aku membuat kesalahan?”

    “Karena tindakanmu, kau hampir membuat agen yang lainnya terbunuh. Aku menyuruhmu untuk menemuiku setelah misimu selesai, dan kau tidak mematuhinya. Sekarang kau lihat, agen yang lain hampir saja tertangkap karena tindakanmu,” ucap lelaki itu dengan suara lantang.

    “Tidak ada hubungannya denganku. Misiku hanya membunuh target yang di tetapkan, dan aku sudah terbiasa bekerja sendiri. Jadi ini bukan kesalahanku,” bantah Scarlet menatap bosnya.

    “Bukan kesalahanmu, katamu? Tidak mematuhi perintahku adalah kesalahan setiap agen, sekarang pergi jalani hukumanmu!” 

    “Aku mengerti, bos,” ucap Scarlet dengan wajah datar dan berbalik meninggalkan bosnya.

    Langkah kaki Scarlet sangat cepat berjalan memasuki lorong kecil yang di depannya terdapat sebuah pintu yang akan menjadi tujuannya. Saat Scarlet masuk, ada dua orang wanita yang telah menunggunya dengan cambuk besi yang menjuntai panjang di pegang oleh mereka.

    Scarlet berjalan melewati dua wanita itu dan berdiri di tengah-tengah sebuah tiang besi yang berdiri kokoh di sisinya. Dia merentangkan kedua tangannya, membiarkan pergelangan tangannya di lilit oleh rantai besi yang menarik lurus tangannya.

    Di depannya terdapat sebuah layar besar yang baru saja menyala, menggambarkan wajah bosnya yang melihat ke arahnya.

    “Agen C-17, melanggar perintah atasan. Hukuman yang akan di tanggungnya adalah 20 kali cambukkan besi. Apa kau mengakui kesalahanmu?”

    “Ya, Agen C-17, siap menerima hukuman,” ucap Scarlet dengan santai.

    Scarlet sama sekali tidak membantah dengan apa yang dikatakan bosnya. Baginya hukuman yang akan dia terima sudah sering terjadi, tubuhnya bahkan seakan merindukan rasa sakit yang menyiksa kulitnya itu.

    Scarlet menutup matanya, menunggu cambukkan besi yang akan di rasakan oleh tubuhnya lagi. Saat satu cambukkan menepis bagian belakangnya, mata Scarlet terbuka menatap layar yang masih menampilkan wajah bosnya. Dia menahan rasa perih yang merobek kulitnya, namun tak ada suara teriakan yang keluar dari mulutnya. Setiap cambukkan yang dia terima seakan membungkam mulutnya, tubuhnya bahkan bergetar menahan rasa perih dari cambuk besi itu. Sesekali lututnya tertekuk menahan tubuhnya sendiri, rantai besi yang menahan pergelangan tangannya agar terentang menjadi topangannya untuk berdiri dengan tegak.

    Bisa Scarlet rasakan belakangnya mulai basah dengan darah yang perlahan mulai mengalir di belakangnya. Pakaian lateks yang di pakainya sama sekali tidak sobek, tapi kulitnya sangat terasa sudah mulai tersayat. Wajahnya bahkan mengeluarkan keringat yang sangat banyak menahan siksaan itu.

    Setelah hukumannya selesai, belenggu di pergelangan tangannya terlepas dengan sendirinya. Scarlet tersungkur dengan nafas yang tersengal-sengal. Layar yang ada di depannya masih menyalanya, bosnya bahkan menatapnya dengan tatapan yang dingin. Scarlet tersenyum kecil menatap ke layar itu dengan tatapan yang tajam.

    Setelah layar yang ada di depannya padam, Scarlet berdiri dan berusaha berjalan keluar dari ruangan itu. Dia memasuki ruangan yang lainnya yang tak jauh dari ruang penghukuman itu, wajahnya terlihat pucat saat membuka pintu.

    Di dalam ruangan itu di penuhi dengan obat-obatan dan peralatan medis. Scarlet berjalan dengan menopang tubuhnya di antara meja-meja menuju ke rak obat-obatan. Dia membuka pakaiannya, seluruh tubuh bagian belakangnya dipenuhi dengan darah dan bekas luka akibat cambukkan itu.

    Dengan sisa-sisa kekuatannya Scarlet mengambil beberapa botol alkohol lalu menyiramnya ke bagian belakangnya. Rasa perih yang menusuk sampai ke tulang belakangnya membuat Scarlet memejamkan matanya dan menggertakkan giginya. 

    “Arrgggh!” tak dapat menahan lagi Scarlet berteriak dengan mencoba meredam suaranya sendiri saat cairan alkohol itu memasuki seluruh bekas luka yang masih baru.

    Nafasnya tertahan menahan setiap siraman cairan alkohol yang berkali-kali dia tuangkan dan mengalir membasahi seluruh tubuh bagian belakangnya.

    “Scarlet?” sapa seorang wanita yang berpakaian seperti seorang dokter dengan jubah putihnya dan kacamata yang di pakainya.

    Wanita itu datang menghampirinya dan mengambil botol alkohol yang di pegang Scarlet.

    “Aku bisa sendiri, jangan menggangguku!” ucap Scarlet dengan nada datar.

    “Ini adalah tugasku, aku harus mengobatimu,” ucap wanita itu memegang tangan Scarlet dengan wajah yang cemas memperhatikan bagian belakangnya yang terluka.

    “Tapi ini adalah tubuhku. Pergi!” bantah Scarlet melepaskan tangan wanita itu dengan kuat sehingga membuat wanita itu terjatuh.

    Saat itu Scarlet merasa pening di kepalanya dan pandangan matanya menjadi gelap. Dia terjatuh lemas di lantai dengan bagian belakang yang tercabik-cabik akibat cambukkan besi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status