Share

Lentera Alenae Rinjani

Untuk kamu yang menolak cahayaku, tidak perlu menjauh, aku tau caranya untuk mundur.

-Lentera Alenae Rinjani-

***

Seorang gadis remaja cantik dengan rambut hitam lurus sepinggang sedang duduk dikursi santai kamarnya yang terletak dilantai dua.

Dinginnya malam tidak menyurutkan keinginan remaja cantik ini untuk berdiam diri ditemani keheningan yang semakin terasa. Ia sadar pada akhirnya hanya sepi dan kegelapan yang akan menjadi teman setia didalam hidupnya meski banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tulus mencintai dan akan selalu bersamanya. 

Perjalanan hidup yang tidak mudah membuatnya belajar untuk tidak menitipkan hati pada siapapun.

Mata dengan manik coklat dan bulu mata panjang serta lentik sedang menatap sendu bulan purnama yang bercahaya indah malam ini. Ingatannya kembali melayang kehari itu, hari dimana ia kehilangan segalanya.

"Ara sayang kemarilah, lihat Mama dan Papa bawa apa untuk Ara." Rinjani memanggil putri cantiknya yang lebih senang menghabiskan waktu dikamar seorang diri.

"Iya ma, Ara datang." Jawabnya sopan sambil berjalan keluar kamar menuju sofa yang ada diruang tamu tempat mama papanya berada."

"Mama dan Papa baru pulang, Ara kok gak denger suara mobil Papa?" Ucapnya ketika sudah berada diruang tamu dan mencium tangan kedua orang tuanya. Kebiasaan kecil yang selalu Bagus dan Rinjani ajarkan.

"Mama dan Papa diantar teman tadi, dan Bi Imah yang membuka pintu" jawab Rinjani.

"Terus Bi Imah mana?" tanya Lentera.

"Baru aja pamit pulang" jawab Rinjani. Lentera mengangguk saja.

"Bagaimana sekolah putri Papa?" tanya Bagus penuh perhatian.

"Baik, Pa. Gambar Ara juga dapat nilai bagus dari Bu guru" Jawab Lentera manja sambil mengelus pipi pria yang paling disayanginya ini.

Lalu tatapan Lentera beralih menatap kotak kecil merah yang ada diatas meja.

"Itu apa, Pa?" tanya Lentera menunjuk kotak kecil di atas meja. Bagus tersenyum lalu mengambil kotak merah itu dan memberikannya pada Lentera.

"Bukalah sayang." ucap Bagus pada putri kesayangannya yang sudah duduk dipangkuannya dengan manja. 

"Ini kalung untuk Ara?" tanya Ara senang ketika membuka kotak yang berisi kalung berbentuk Lentera seperti namanya. 

"Kamu suka?" tanya Bagus sambil membelai rambut putrinya yang mengangguk penuh kebahagiaan. 

"Sini Mama pakaikan." Ucap Rinjani kepada putrinya, dengan lembut ia memakaikan kalung emas itu yang tampak indah dileher mungil putrinya.

"Ara, Mama dan Papa ingin kamu selalu bisa menjadi cahaya indah untuk semua orang yang ada disekitarmu. Jika dimasa depan Mama dan Papa tidak bisa menemanimu maka ingatlah sayang, kalung ini akan membuat kamu selalu dekat dengan kami, jadi jagalah dengan baik, kamu mengerti?" ucap Rinjani dengan suara sedikit bergetar sambil menciumi pipi Lentera.

"Memangnya Mama dan Papa mau kemana, menangkap orang jahat lagi?" tanyanya polos dengan tatapan bingung kepada kedua orang tuanya yang tampak sedih. 

"Sayang, jika sesuatu terjadi pada kami, ingat ini adalah tugas mulia Papa dan Mama, jadi kamu jangan pernah sekalipun menyalahkan orang lain, paham sayang?" ucap bagus sambil memeluk erat putrinya begitupun dengan Rinjani. 

"Paham Pa, Papa selalu ingatkan Ara tentang itu" jawabnya sambil membalas pelukan kedua orang tuanya dengan tangan mungilnya itu. 

'Citttt' 

Bunyi dercitan ban mobil berhenti didepan rumah Lentera yang berada diperkomplekan sederhana dan juga sunyi. 

"Ara ayo ikut, Mama!" ucap Rinjani terburu-buru membawa Lentera keruang kerja suaminya. Sementara Bagus menahan orang yang datang dengan segala kesiapannya.

'Papa sayang kamu Ara, maaf mungkin Papa tidak bisa menemanimu sampai dewasa' batinnya sedih lalu dengan sigap ia mengeluarkan pistol yang berada dibalik jaket kulit yang belum sempat ia lepas. 

"Ara dengarkan Mama, tetaplah disini dan jangan mengeluarkan suara, Mama dan Papa sedang bermain game, kami akan kalah jika kamu keluar atau mengeluarkan suara." Ucap Rinjani mencoba tenang sambil memasangkan headphone dengan menyetel instrument menenangkan dari wokman kesayangan Lentera. 

"Tapi kenapa Ara harus pakai ini, Ma?" tanyanya pada Rinjani. 

"Suara ini lebih baik dari pada suara yang akan kamu dengar dari teman-teman Mama nanti sayang." Jawab Rinjani sambil memastikan jika Lentera sudah berada ditempat yang aman. 

"Mama dan Papa sayang kamu selamanya, tetaplah disini apapun yang terjadi, dan jaga baik-baik kalung ini." pesan Rinjani setelah itu menciumi seluruh wajah cantik Lentera yang Lentera dapatkan dari wajah cantik Rinjani. 

"Baik Ma, Ara akan buat Mama dan Papa menang." ucap sikecil Lentera dengan senyum manisnya. 

"Good girl, Mama percaya kamu." Balas Rinjani setelah itu dengan mantap ia menutup pintu tempat Lentera sembunyi tanpa Rinjani tau jika Lentera mematikan Wokman yang dinyalakan olehnya. 

'DORR!!' 

Suara itu yang pertama kali Lentera dengar ketika ia melepas headphonenya dan dari lubang kecil laci bawah meja kerja ayahnya. Ia melihat papanya yang sudah bersimbah darah datang melindungi mamanya. Lentera kecil yang takut langsung menekuk kaki dan memeluknya dengan kedua tangan sambil melihat apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. 

"Kalian lebih memilih mati dan melindungi si Pradana dari pada menyayangi nyawa kalian, maka aku akan mengabulkannya" ucap seorang pria berwajah seram dengan seringai iblisnya menatap kedua orang ini penuh amarah. 

'DOR!!' 

'ACHKK' 

"BANGSATT!!!." Teriak pria yang terkena tembakan Rinjani tepat didada kirinya. 

"Mari kita mati bersama" Desis Rinjani pelan pada musuhnya itu, ia tidak ingin Lentera mendengarnya. 

Dan setelah itu suara tembakan saling menyahut entah berapa kali Lentera tidak lagi mendengarnya, saat hal terakhir yang ia lihat adalah senyum kedua orangtuanya menatap sendu kearah tempat ia bersembunyi dengan tubuh penuh darah, setelah itu kegelapan menjemputnya dengan tubuh menggigil ketakutan serta bibir yang berdarah karena gigitannya yang keras. 

Lentera menghapus air matanya kala mengingat hari itu, hari dimana ia tidak lagi bertemu dan melihat senyum penuh cinta kedua orang tuanya. 

"Ma, Pa, maaf Ara tidak bisa menjadi cahaya seperti yang kalian inginkan, karena hari ini Ara tau ada seseorang yang menolak cahaya yang Ara berikan" ucapnya sendu ditengah kegelapan malam yang hanya dibantu cahaya bulan purnama. 

Tangan mungilnya memegang erat kalung pemberian orangtuanya yang ia anggap sebagai satu-satunya harta yang ia miliki, hingga tanpa sadar ia tidur dikursi ditemani dinginnya malam.

Setelah hari ini ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi perempuan yang akan bertahan dengan kakinya sendiri tanpa memerlukan sandaran orang lain meski itu adalah orangtua angkat yang tulus mencintainya. 

Dari sini awal kisah dua anak manusia dimulai, tidak ada yang tau akhir dari perjalanan mereka disaat yang satu memilih pergi dan yang satu lisannya tidak mampu mencegah meski hati berontak ingin menahan.

'Aku tidak akan bertahan pada sesuatu yang menolakku.'

*Arsi*

Raga dan Lentera

13 Februari 2021

Ardha Haryani dan Siska Friestiani

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status