Share

Ucapan Menyakitkan Raga

Aku menghindar bukan karena keinginanku, tapi kamu sendiri yang menginginkannya.

-Lentera Alenae Rinjani-

***

Perpustakaan hari ini lebih ramai dari biasanya. Banyak murid yang datang dengan berbagai urusan. Ada yang mengerjakan tugas, ada yang ingin membuang waktu luangnya dengan membaca novel yang disediakan di perpustakaan, atau bahkan ada yang datang untuk tidur karena perpustakaan memang tempat yang ramai tapi tetep terasa hening.

Salah satunya Lentera. Jemari panjang nan ramping itu sibuk menari diatas keyboard dengan tatapan fokus menatap layar laptop dengan sesekali berkedip indah sambil mendengarkan instrument musik dari headset yang tersambung dengan ponsel miliknya. Mengabaikan para pengunjung lain yang pasti juga sibuk dengan urusan masing-masing.

Sejak bel istirahat kedua Lentera memutuskan pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan sesuatu yang telah ia niatkan dari semalam. Dan perpustakaan adalah tempat yang tepat menurutnya, karena selain tempatnya yang tenang tempat ini juga menjadi tempat yang paling Ameta benci. Ameta tidak akan mengikutinya jika ke perpustakaan begitupun dengan Arumi yang pasti ditahan oleh Ameta untuk menemaninya. Jadi Lentera bisa fokus pada yang sedang ia kerjakan saat ini tanpa perlu merasa khawatir dua sahabatnya akan tau.

Tampak layar putih persegi panjang itu menampilkan salah satu situs yang dikunjungi oleh Lentera. Jari Lentera sibuk mengetik dengan cepat diatas keyboard dan beberapa kali jari telunjuk tangan kanannya menekan tombol klik untuk memproses apa yang telah tertampil dilayar.

*Arsi*

Lentera begitu hanyut dengan kegiatannya hingga tak menyadari seorang siswa yang sedari tadi duduk tepat dihadapannya mengawasi. Buku sains yang sudah terbuka diatas meja dibiarkan saja tidak dibaca. Pemandangan yang di depannya ini lebih menarik perhatiannya. Tangan dilipat di dada dengan tubuh yang bersandar dikursi perpustakaan. Ia berfikir mungkin Lentera tidak menyadari keberadaannya atau memang sengaja mengabaikannya. Entahlah dari dua kemungkinan itu remaja pria ini lebih suka jika Lentera memiliki kemungkinan yang pertama.

Siswa itu adalah Raga Adi Pradana. Setelah bel istirahat ia memutuskan pergi ke perpustakaan untuk menenangkan diri, karena jika ia kembali kerooftop pasti ketiga sahabatnya akan mengekorinya terutama Agil dan Tyo yang saat ini paling tidak ingin ia lihat wajahnya. Raga hapal betul bagaimana sifat ketiga sahabatnya, dan dia bersyukur memilik Aksa yang menjadi salah satunya. Aksa yang paling mengerti akan dirinya dan paling tau cara menghadapi kedua sahabat gilanya itu. 

Raga merasakan bagaimana pedulinya mereka terhadap dirinya. Namun Raga memilik ruang, dimana tidak ada yang bisa masuk kedalam tanpa seizinnya, mau sekeras apa mereka mencoba. Dan itu berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali.

Tanpa Raga duga ia bertemu dengan sosok yang sedari tadi menjadi penyebab hancurnya moodnya hari ini. Sosok yang sangat mudah membuatnya berada dipuncak emosi paling tinggi.

Raga mengambil asal buku yang tersusun rapi dirak perpustakaan, lalu dengan wajah datar Raga melangkah menuju meja baca disisi lain agar ia tidak perlu melihat kearah Lentera. Namun kali ini otak dan fisik Raga tidak sejalan. Otaknya ingin untuk duduk jauh dari Lentera tapi langkah kakinya dengan cepat berjalan kearah meja Lentera dan duduk di depan gadis yang sedang fokus pada laptop yang memiliki lambang 'PHS', itu artinya laptop yang digunakan Lentera adalah milik sekolah yang memang disediakan untuk para murid dalam menunjang proses belajar yang berhubungan dengan sekolah swasta yang elit ini.

*Arsi*

Lentera merasa hawa dingin semakin terasa disekitarnya. Ini lebih dingin dari hawa Ac yang sedari tadi menemaninya. Merasa ada orang yang duduk didepan mejanya, Lentera mendongakkan sedikit kepalanya untuk melihat siapa orang yang ada didepannya dari balik layar laptop.

Namun ketika manik coklat Lentera menatap di sela layar laptop yang menutupi wajahnya, manik coklat Lentera bersitatap dengan hazel milik Raga. Lentera sejenak terkejut, tapi hnaya beberapa detik, karena detik selanjutnya manik coklat Lentera kembali tenang seolah tidak peduli akan kehadiran Raga.

Alis Raga sedikit mengerut melihat ekspresi tenang Lentera saat melihatnya. Gadis itu bahkan kembali fokus pada layar laptop dengan jemarinya yang sibuk mengklik beberapa kali lalu dengan santai Lentera menutup laptop lalu bangkit dari kursinya. Tapi belum sempat Lentara mengambil langkah pertamanya suara Raga sudah menghentikan Lentera.

"Jangan hidup seenaknya, Lentera" ucap Raga dingin tanpa melihat kearah Lentera yang bersiap untuk pergi. 

"Orangtua dan adikku bisa saja kamu perlakukan sesuka mu karena mereka begitu menyukai mu, tapi tidak denganku. Aku tidak akan tertipu dengan caramu yang murahan itu." Lanjutnya lagi dengan geraman rendahnya, ia yakin Lentera mendengarnya meski headset masih menggantung di telinga Lentera.

Rantetan kalimat berbisa yang Raga ucapkan tidak lepas dari pendengaran Lentera yang sudah mematikan ponsel sejak ia melihat kehadiran Raga.

"Sebenarnya apa yang ingin anda katatakan?" tanya Lentera pelan dengan bahasa formal. Mustahil hatinya tidak merasa nyeri oleh kalimat berbisa dari seorang Raga. Sekalipun Lentera sudah ratusan kali mendengar ucapan Raga yang selalu saja menyakiti hatinya.

Lentera menguatkan hati dan dirinya, tampak kedua tangan Lentera memeluk laptop sambil meremas benda persegi panjang itu dengan kuat.

Raga sedikit tersentak dengan bahasa formal yang Lentera ucapkan, kedua tangannya yang sudah berada dibawah meja mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih menahan emosi.

"Hari ini kamu tidak merasa berbuat sesuatu sesukamu?" jawab Raga dengan rahang mengetat menatap datar Lentera yang masih berdiri di posisinya, bahkan Lentera enggan duduk kembali kekursinya.

Lentera kini tau kemana arah ucapan Raga, ia ingat apa yang dikatakan oleh Ameta dikantin saat istrirahat pertama.

Menarik nafas pelan Lentera pun berkata, "Mulai sekarang dan selamanya saya tidak akan ada lagi dilingkaran hidup anda." ucapnya tenang dengan tatapan datar menatap Raga lekat, lalu setelahnya Lentera pun berlalu untuk mengembalikan laptop kepada penjaga perpustakaan serta meninggalkan Raga yang terdiam membisu mendengar jawaban yang Lentera utarakan.

Raga mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi dengan Lentera. Lentera akan tetap tersenyum dengan mata teduh miliknya sekalipun ia selalu mengabaikan dan mengacuhkannya. Lentera juga tetap bicara manis namun tetap sopan padanya meski ia sering mengatakan kalimat tajam sebagai jawaban. Tapi kenapa hari ini berbeda, Lentera begitu acuh padanya, tatapan Lentera begitu asing dan yang lebih tidak masuk akal Lentera bicara formal padanya. 

Tapi dari itu semua Raga tidak ingin ambil pusing pada apa yang terjadi pada Lentera hari ini, mungkin Lentera sedang dalm kondisi hati yang tidak baik fikirnya, tapi jangan harap Lentera akan mendapat maaf darinya atas apa yang terjadi hari ini.

*Arsi*

Bel pulang pun berbunyi semua murid berlari keluar kelas untuk menuju kendaraan atau jemputan masing-masing. Jam yang menunjukkan pukul 13.45 menandakan siang hari yang begitu terik hari ini. Tidak berbeda jauh dari yang lain, Ameta pun dengan semangat yang tersisa menarik Arumi dan juga Lentera untuk menuju parkiran yang sudah pasti Raga telah menunggu disana.

"Meta, sepedaku ada diparkiran khusus sepeda" ucap Lentera sambil melerai tangan Ameta yang menggandeng kuat tangannya dan juga tangan Arum.

"Ooo iya gue lupa lo naik sepeda hari ini" jawabnya sambil terkekeh pelan.

"Hati-hati Ara sayang, sampai jumpa dirumah." ucapnya lagi sambil melambai pada lentera diikuti oleh Arumi yang tidak sempat mengucapkan pamit karena lagi-lagi Ameta menariknya seperti sapi.

Lentera tersenyum kepada kedua sahabatnya sambil membalas lambaian tangan mereka sebelum berlalu kearah parkiran untuk mengambil sepedanya.

*Arsi*

Raga dan Lentera

16 Februari 2021

Ardha Haryani dan Siska Friestiani

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status