Share

Chapter 8 - She is Dizzy

This Novel is owned by Ailana Misha

Please, don’t copy and remake!

Jangan berharap pada selain tuhan, apalagi berharap pada manusia. Bukankah di dalam kitab suci berulang kali dijabarkan bila menginginkan sesuatu seharusnya berdoa dengan bersungguh-sungguh, meminta kepada tuhan-nya, bukan malah meminta sana-sini kepada makhluknya. Kalau sampai seperti itu, menduakan tuhan namanya! Manusia memang makhluk tuhan yang memegang juara terkait mematahkan harapan sesamanya dengan begitu sempurna.

Itulah yang terjadi dengan Dania sekarang. Karena terlalu berharap dengan seorang makhluk tuhan yang langsing, pinter, bintang kelasnya pula, sekarang gadis bernama belakang Sanders itu jadi jatuh ke jurang kekecewaan. Jurang yang Dania lagi nyari dimana letak tangga naiknya dan juga tali penyelamatnya di pinggir tebing jurang. Bahkan di situasi seperti ini Dania Adelaine Sanders masih bisa membuat kiasan-kiasan malang untuk situasi dirinya saat ini, Dania sungguh anak yang kreatif sekali.

Dania mengira calon tempat magang yang Angela sarankan kemarin adalah sebuah perusahaan, dimana dia bisa mengirim proposal magang dan juga dapat mengaplikasikan ilmu yang dia dapat di bangku kuliah. Membaca harapan Dania terkait magang ini, antara Dania yang sok bijaksana atau dia yang terlalu takut dengan ibu dosen pembimbing magangnya, Mrs. Jolie. Ehmm, sepertinya opsi terakhir yang paling tepat untuk saat ini.

“Bisa-bisanya Angela merekomendasikanku magang di kedutaan besar Korea?” gerutu Dania pelan.

Dia memang cinta setengah mati sama K-Pop, Boyband Korea-nya, tetapi bukan dengan urusan rivalitas dengan nilai mata kuliah dari Mrs. Jolie. Beda lagi obrolannya.

“Bisa-bisa aku dimasukkan ke buku hitamnya Mrs. Jolie nanti.”

Padahal sebenarnya, tanpa Dania harus membuat huru-hara untuk magang di luar jalur karir jurusannya, Mrs. Jolie sudah begitu baik hati memasukkannya ke dalam daftar mahasiswa yang dicap apa-apa salah dan apa-apa harus diawasi oleh ibu dosen galak satu itu.

Kemarin, Dania mengajak Jeanne dan Angela untuk melihat tempat magang yang direkomendasikan Angela. Mereka bertiga berangkat di saat jam kosong di kelas Jeanne. Dania sudah menaruh harapan yang tinggi, jika Angela akan merekomendasikan dirinya di kantor yang bagus, seperti kantor tempat Angela magang nanti. Namun sesampainya di tempat itu, bukannya bahagia dirinya sudah mendapat tempat magang, Dania malah seperti orang kehabisan pikir.

Kedutaan Besar Republik Korea Selatan?

Astaga!

Bagaimana bisa Angela menyarankannya untuk magang di Kedutaan Besar Republik Korea Selatan. Mereka berdua ini kuliah di jurusan Manajemen, anak FEB, bukan sedang kuliah di jurusan Sastra Korea, atau Hubungan Internasional. Hanya melihat judul magang miliknya, Dania yakin Mrs. Jolie akan kembali mencoret-coreti makalah magangnya dengan coretan boardmarker yang besar-besar.

Alasan paling konyol yang bisa di dengar oleh Dania dari orang pinter macam Angela adalah apabila ada aktor drama favorit Angela yang datang berlibur ke Australia, terutama ke Melbourne nanti Dania bisa langsung memberi tahunya. Angela pasti akan langsung berlari untuk menemuinya. 

Mungkin disini ada salah Dania juga, mengapa ia kemarin tidak menanyai Angela terlebih dahulu terkait tempat magang macam apa yang direkomendasikan oleh sahabat karibnya itu? Dia terlalu berharap penuh pada Angela, dan setelah mengutarakan kegalauannyapun Angela masih ngotot untuk menyuruhnya magang di Kedutaan Besar Republik Korea Selatan.

Gadis berotak encer itu terus menyuruhnya menjadi asisten staff manajemen Resource Development di Kedutaan Besar Republik Korea Selatan itu misalnya. Pokoknya, kedua kakinya Dania harus ada disana, begitu ucapan menenangkan dari dear Angela untuk Dania yang malang.

Jeanne yang melihat kegaduhan Dania dengan Angela terus saja cekikikan tidak jelas sepanjang perjalanan mereka kembali ke kampus tadi. Gadis berambut pendek itu tak punya niat untuk menghentikan ide-ide konyol dari fangirl drama kayak Angela.

Dania ingin menghembuskan nafas berat saja rasanya. Otaknya sedang buntu, dia sudah sangat pusing. Dia tahu, deadline mengumpulkan proposal magangnya sudah minggu depan, tidak sampai seminggu lagi. Sedangkan ia belum punya tempat magang yang pas untuk menerimanya, belum ditambah rasa malasnya untuk mengerjakan proposal magang Dania yang belum usai. Dania memiliki hari yang tak berjalan dengan lancar sekali.

“Aku pesan hot chocholate milkshake satu,” Seru Dania pada seorang pelayan cafe bewarna minimalis.

“Do you wanna dine-in here?” tanya pelayan cafe tersebut pada Dania.

Gadis yang sedang memandangi desain wallpaper dari dinding cafe itu terkejut, membuat pelayan cafe tersebut merasa bersalah telah mengejutkan pengunjungnya. Percayalah pikiran seorang Dania Adelaine Sanders sekarang tidak pada tempatnya. Andai yang meneriaki cuma bersuara rendahpun, gadis muda itu pasti sudah terkejut duluan. Dania sangat-sangat oleng hari ini.

“Sorry, would you want to dine-in here?” tanya pelayan cafe itu lagi.

Ohh, No, I wouldn’t. It’s taken away,” jawab Dania refleks.

“Ok, to Ms.-“ Pelayan tadi sudah memegang boardmarker untuk menulis nama di gelas pengunjungnya. Tanda jika pelayan cafe itu meminta nama pengunjung yang bersangkutan.

“Dania,” ucap Dania menyebutkan namanya.

Ms. Dania, wait a moment, please.”

“Sure, thank you.”

Dania, tulis pelayan cafe itu. Tidak lama kemudian nama Dania telah terukir dengan cantik di gelas minum pesanannya. Pelayan itu lalu menaruh gelas plastik bening tadi di atas meja counter, ia kemudian beralih ke samping untuk menyiapkan minuman pesanan Dania, hot chocolate milkshake.

Gadis bernama belakang Sanders itu memilih duduk di kursi cafe di paling ujung baris nomor dua. Di sebuah kursi kayu bewarna putih. Bukannya semakin tenteram memasuki cafe itu, rasa pening milik Dania malah menjadi-jadi. Si admin cafe malah menyetel lagu ballad, lagu yang suara penyanyinya membuat merinding karena disertai suara tangisan. Kalau seperti ini dia malah tambah galau kan? Atau malah tambah ketakutan?

“Ini pesanan anda Ms. Dania.”

Beruntung pesanan Dania selesai tidak terlalu lama, saat namanya dipanggil, ia langsung loncat dari kursinya. Gadis itu segera pergi dari cafe yang ia rasa cocok untuk para kaum patah hati dan yang baru putus cinta. Sebelum ia pergi, gadis berambut panjang itu berbalik ke belakang untuk melihat nama cafe itu untuk yang terakhir kalinya, “Everest Cafe”, itu nama cafe tadi.

Menghilangkan rasa galaunya yang enggak estetik sama sekali ini, galau yang bukan masalah romance ini, sejak sore tadi, gadis itu memutuskan berjalan-jalan sendiri di kawasan Degraves Street, Melbourne. Di Degraves Street banyak sekali jajaran kafe dan kedai kopi yang berdiri di kanan-kiri jalanan itu. Salah satunya yang Dania kunjungi barusan, cafe dimana dia memesan segelas minuman Chocolate Milkshake hangat.

Hanya dua atau tiga orang yang Dania jumpai sedang berjalan-jalan di jalanan Degraves Street, atau yang benar adalah yang gadis itu lihat dengan mata yang sadar tidak melamunkan satu lamunan, karena Dania sekarang sedang sibuk memainkan ponselnya. Sebuah pesan masuk di aplikasi Line milik Dania. Gadis itu membukanya, sebuah pesan masuk ke grup chatnya.

<<Jeanne

‘Dan, kamu dimana?’

‘Udah sampai di rumah belum?’

<<Kevin

‘Kenapa tanya dia ada di rumah belum?’

‘Dia pasti lagi makan satu mangkuk es krim.’

<<Angela

‘Aishh Kepinnn!’

<<Jeanne

‘Vin, diem ya...’

‘Enggak usah nambah-nambahi nih.’

<<Kevin

‘Lho benar kan? Sama pacar virtualnya, anggota boyband itu.’

Dania memutar bola matanya kesal ketika membaca pesan Kevin. Anak jurusan teknik satu ini mengapa sering memusingkannya!

‘Kevin, kesini kumakan habis kamu ya!!’ Dania sudah memekik di dalam hati, hari ini semuanya berawal dari Korea Selatan. Ugh!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status