Share

6. Mendekat

      Theo keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil mengalung di lehernya, dia melirik ke arah Dave yang terlihat sibuk berkutat dengan laptopnya. Pria itu bergidik saat matanya tanpa sengaja melihat lengan berotot milik Dave yang tengah memakai kaos lengan pendek, Theo kini ingat penyebab rahangnya sakit waktu itu. Bukan karena tamparan pelayan restoran itu, tetapi pukulan mentah dari Dave. Theo meneguk ludahnya kasar, di tengah ambang kesadaran waktu itu, Dave tanpa aba-aba memberinya pukulan.

       Tubuhnya bergidik, meskipun kejadian sudah berlalu seminggu. Tetapi dia akan mengingat rasa sakitnya, hal itu akan berguna untuk Theo agar lebih hati-hati ketika bersama dengan Dave. Sebenarnya Theo tidak mengerti alasan Dave memukulnya, dari yang dirinya ingat, dia hanya mabuk. Theo memakai kaos lengan pendeknya, lalu melirik ke arah laptop yang menjadi fokus Dave. “Apa kau yakin akan tetap dengan rencanamu? Kau juga tau bukan, seperti apa orang tuamu?” tanyanya.

       Dave menoleh, “Untuk apa aku memedulikan hal itu? Hidupku adalah milikku.” Theo menghela napas, “Kau sudah melihat latar belakang dia?” “Sudah kubilang, hidupku adalah milikku. Jadi, tidak ada yang boleh ikut campur dalam urusanku,” lontar Dave tegas. Theo memilih diam, dia ikut duduk di sofa lain. “Kau bilang dia berasal dari California?” tanya Dave memastikan. Theo mengangguk, “Ah, ya. Dia tinggal di panti asuhan di California, dan mereka sudah bersama sejak kecil.”

        Dave terus memperhatikan file berisi tentang asal-usul Bella dan pria itu, meskipun penyelidikan Theo tidak terlalu banyak. Tetapi bisa dikatakan cukup lengkap, ah satu lagi yang sedikit menarik perhatiannya. Pria bernama Ed itu adalah seorang street fighter, pekerjaan yang tidak terlalu menguntungkan di kota besar. Akan tetapi, Dave tau jika diasah dengan baik. Petarung jalanan dapat menjadi atlet yang hebat, tetapi sepertinya pria bernama Ed itu tidak tertarik. “Apa pekerjaannya?” tanya Dave. “Dia pernah bekerja di salah satu perusahaan di Seoul, tetapi hanya bertahan selama dua tahun. Dan menurut salah satu pegawai di sana, dia dikeluarkan karena memukul anak bosnya,” jawab Theo.

       “Lalu bagaimana dengan Bella?” tanya Dave dengan nada pelan. “Ah, aku lupa bilang. Dia juga pernah bekerja di perusahaan yang sama dengan pria itu,” sahut Theo. Dave terdiam, sepertinya ia dapat menebak alasan pria itu dikeluarkan. “Kau bilang, dia menjadi seorang petarung jalanan. Apa dia masih melakukannya sampai sekarang?” Dave bertanya kembali. Theo memasang pose berpikir, “Sepertinya sudah tidak lagi. Aku pergi ke tempat latihannya, dan tempat itu kosong. Lalu aku bertanya kepada salah seorang remaja laki-laki di sana, dia mengatakan jika Ed bekerja di sebuah Car wash.”

       Dave menyingkirkan laptop di pangkuannya ke meja, ia berdiri sambil memakai Coat coklatnya. “Kau mau pergi?” tanya Theo. “Antar aku ke toko bunga,” jawab Dave singkat lalu melangkah keluar apartemen. Theo mengernyit, “Toko bunga? Ah, toko bunga perempuan itu.” Theo mengikutinya dari belakang.

~

        Toko bunga dengan kaca tembus pandang yang memperlihatkan pilihan bunga berbagai warna itu, menjadi tujuan pertama mereka. “Aku tidak akan ikut masuk,” ujar Theo. “Perempuan itu pasti memiliki dendam padaku,” sambungnya. Dave mengangkat bahunya acuh, lalu keluar dari mobil. Ia berjalan dengan langkah tenang, Bella terlihat sibuk membersihkan sesuatu di lantai.

Dibukanya pintu kaca itu, semerbak wangi berbagai jenis bunga menyambut hidungnya. Dave memandang sekeliling, ruangan ini sepenuhnya diisi oleh bunga warna-warni yang tidak dimengerti apa namanya. 

        Bella yang tengah membereskan bunga-bunga yang tercecer, segera berlari menuju pintu saat lonceng yang terpasang di sana berbunyi. Langkah Bella memelan ketika pria yang sudah asing baginya, kini berdiri di depannya. “Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu, tuan?” sapa Bella. Meskipun ia sedikit curiga dan bingung, tetapi sebisa mungkin dirinya tetap profesional. Bella melirik ke belakang, ia hanya antisipasi agar kejadian seminggu yang lalu tidak terjadi kembali.

       Matanya beralih memandang pria di depannya, sedikit tatapan curiga ia berikan. Jika dipikir-pikir lagi, pria ini selalu muncul  di hadapannya seperti kesengajaan. Satu kata hinggap di pikirannya, apa pria ini seorang penguntit? Mengingat maraknya kejahatan terhadap wanita akhir-akhir ini, sontak membuat Bella tersentak. Jika benar pria itu memiliki tujuan buruk dengan selalu muncul di hadapannya, bukankah ini saatnya ia harus hati-hati.

        “Panggil aku, Dave.” Suara itu membuat Bella tersadar, matanya membulat. Pria ini bahkan sudah mengajaknya berkenalan, apalagi setelah ini? “Aku mau itu,” lanjutnya. Bella mengikuti arah jari telunjuk itu, jajaran bunga anyelir kuning menyambut matanya. Ia mengernyit, “Maksud Anda, anyelir kuning?” kening pria itu terlihat mengernyit juga, kemudian kepalanya mengangguk ragu. Ah, apakah Bella sudah salah sangka? Anyelir kuning melambangkan penolakan, emosi, benci, dan kecewa pada seseorang. Apakah itu artinya pria di depannya datang ke toko bunga untuk membeli bunga ini, karena dia sedang patah hati?

       “Saya akan buatkan buket bunga paling indah,” ujar Bella. “Anda bisa menunggunya di sana,” lanjutnya sambil menunjuk ke arah kursi dekat etalase. Kemudian ia mengambil beberapa tangkai bunga anyelir kuning tersebut, dan membawanya menuju etalase kaca. Bella mengeluarkan selembar kertas minyak berwarna hitam transparan, selembar kertas pembungkus berwarna hitam pekat, dan pita satin warna abu-abu gelap dari dalam lemari khusus di belakangnya. Kemudian tangannya dengan telaten mulai merangkai bunga tersebut, tak perlu menunggu lama, akhirnya buket bunga tersebut jadi.

       Bella tersenyum tipis, ia sengaja menambahkan setangkai bunga anyelir merah di tengah-tengah anyelir kuning. Anyelir merah melambangkan semangat, Bella harap pria yang memesan itu dapat semangat. Meskipun Bella tidak yakin dengan perkiraannya, tetapi tangan pria itu sendiri yang menunjuk ke arah anyelir kuning. Bella menggeleng beberapa kali, lalu menghampiri Dave yang ternyata masih berada di depan pintu. “Saya sudah selesai membuatnya,” ujar Bella sembari menyodorkan buket bunga buatannya. Dave menerimanya dengan ragu, matanya melirik ke arah Bella. Dia berdeham sekali, lalu menyodorkannya kembali pada Bella. “Kau mau?” tanya Dave. Mata Bella mengerjap lucu, “Tidak perlu, tuan. Saya rasa, Anda lebih membutuhkan.”

       Tangan Dave kembali pada posisi semula, dia mengeluarkan dompetnya lalu mengambil beberapa lembar uang. Bella menerima uang yang diberikan Dave dengan bingung, “Ini terlalu banyak.” Dave berbalik, tanpa berniat berbicara lebih jauh, dia berlalu meninggalkan toko bunga. Bella memandang kepergian Dave dengan aneh, ada apa sebenarnya dengan pria itu. Ia menggeleng beberapa kali, lalu berjalan menuju etalase.

~

         Dave memasuki mobilnya dengan mata yang terus melihat ke arah buket bunga ditangannya, Theo nyaris terlihat menahan tawa. Dia memperhatikan Dave sedari awal pria itu masuk ke toko bunga, rasanya Theo ingin tertawa keras saat Dave menyodorkan buket bunga tersebut kepada perempuan itu. “Antar aku ke tempat latihan itu,” ujar Dave membuat Theo menoleh padanya. “Apa? Untuk apa? Kau sudah tau tempat itu kosong, kan?” tanya Theo terlihat keberatan. Dave mendelik tajam, membuat Theo gelagapan dan mulai menyalakan mesin mobil.

         Kosong. Sesuai apa yang telah Theo beritahu, tempat latihan bela diri tinju itu memang kosong. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas menjelang siang, sebenarnya ini adalah tempat kedua Dave dan Theo kunjungi. Sebelumnya tanpa alasan yang jelas, Dave memerintah Theo untuk membawanya ke tempat bekerja Bella selain di restoran. Dan ternyata perempuan itu bekerja di dua tempat, sebagai penjaga toko bunga di pagi hari, dan menjadi pelayan restoran di siang hari.

       “Sudah kubilang bukan kalau tempat ini kosong?” terdengar nada kesal dari pertanyaan Theo. Dave meliriknya, lalu pandangannya jatuh ke buket bunga di tangannya. Sebenarnya, ia sendiri tidak tau untuk apa atau untuk siapa bunga ini. Bunga yang dibelinya di tempat kerja Bella, Dave hanya tidak mau dicap sebagai penguntit. Bahkan ia masih ingat dengan jelas wajah curiga yang dilayangkan Bella untuknya, dan wajah tak suka perempuan itu untuk Theo.

       Buket bunga anyelir kuning ini dibelinya sebagai alasan, Dave tidak mengerti mengapa ekspresi wajah Bella saat ia dengan asal memilih bunga anyelir kuning, perempuan itu menatapnya dengan kasihan? Dave sendiri tidak yakin, ia mengeluarkan setangkai bunga anyelir merah itu. Lalu melemparkan buket yang kini hanya terisi oleh anyelir kuning, kepada Theo. “Ambil untukmu,” ucapnya. Theo menerimanya dengan bingung, “Aku harus melakukan apa dengan bunga ini?” Theo melirik ke arah Dave, “Kenapa pula kau membeli bunga anyelir kuning? Kau tidak tau artinya apa?”

       Dave meliriknya sekilas, meskipun begitu Theo tau pria itu penasaran. Dengan menahan tawa, Theo pun berkata. “Anyelir kuning melambangkan penolakan, aku pernah mendapatkannya sekali dari wanita yang menolakku. Ck, aku malas membicarakannya.” Sementara itu, Dave sepertinya terkejut. Ia bahkan sudah merutuki dirinya, apa Bella menganggapnya pria menyedihkan yang ditolak cintanya. Sejak kapan dirinya menjadi ceroboh seperti ini, ah, tentu saja setelah bertemu dengan Bella.

      “Antar aku ke tempat pria itu bekerja,” perintahnya membuat Theo mendengus. Namun, tanpa berkata apa-apa mobil pun melaju meninggalkan daerah itu.

~

       Salah satu tempat pencucian mobil di Busan menjadi tujuan Dave, pria itu memperhatikan tempat bekerja Ed. Car wash itu tidak terlalu besar, hanya ada tiga pekerja dan salah satunya adalah Ed. Tetapi sepertinya tempat pencucian mobil itu cukup ramai bila dikatakan tempat yang kecil, suasana siang di musim dingin memang terasa berbeda. Selain udara yang semakin dingin, matahari pun tampaknya tidak bersinar dengan terang.

        “Sebenarnya untuk apa kita di sini?” tanya Theo sambil mengunyah ayam goreng di tangannya. Satu kotak ayam goreng ini Theo beli di tengah perjalanan, hal ini dilakukannya untuk mengatasi rasa lapar. Dave tidak menjawab, pria itu terus memandang lurus ke depan. Meskipun dirinya tau, hal ini adalah sesuatu yang membuang waktu. Theo mengangkat bahunya acuh, dia terus melanjutkan makannya. Tidak ada gunanya bertanya lebih jauh, setidaknya Dave akan membayar dia lebih dengan mengikuti apa yang pria itu inginkan.

         Theo mengikuti arah pandang Dave, dilihat bagaimanapun pria bernama Ed itu memang terlihat misterius. Theo kembali mengingat penyelidikan yang dilakukannya seminggu yang lalu, dia harus rela menghabiskan waktunya untuk mengikuti aktivitas pria bernama Ed itu. Tidak ada hal yang menarik, tetapi sepertinya perempuan bernama Bella itu sudah membuat Dave hilang akal. Bayangkan saja, pria sesibuk Dave, mau melakukan hal yang sangat membuang waktu dan tidak ada gunanya. 

        Apakah pria jatuh cinta akan melakukan hal seperti ini? Theo tersentak, dia menoleh dengan cepat ke arah Dave. Jatuh cinta? Dave? Apa Theo tidak salah dengan pemikirannya, Dave adalah pria tertutup sekalipun kepada dia teman kecilnya. Meskipun mereka baru berteman saat berusia 11 tahun, tetapi Theo mengenal Dave meski tidak terlalu jauh. Sejauh pertemanan mereka, Theo belum pernah sekalipun melihat Dave berkencan atau setidaknya berbicara dengan wanita selain kepada ibu dan klien.

        Theo bahkan sempat mengira Dave tidak normal, tetapi pria itu tetaplah pria normal ketika berada di klub. Dave memang tidak pernah menyentuh wanita, atau membiarkan wanita menyentuhnya bahkan seujung jari. Hal itulah yang membuat Theo merasa aneh ketika Dave begitu tertarik pada wanita bernama Bella, hal yang sangat jarang dilakukan Dave.

   

~

         Theo menguap dengan lebar, kemudian menoleh pada Dave. “Apa kita akan terus mengikutinya?” tanyanya dengan nada kesal. Theo tidak akan bertanya seperti itu jika saja mereka tidak mengikuti pria bernama Ed itu dari pagi sampai malam, bayangkan saja. Matanya sudah lelah dan dia mengantuk, tetapi pria yang duduk di samping kemudi itu terus memberinya perintah. “Sebenarnya, untuk apa kita mengikutinya? Kau sudah tau pekerjaan dan segala hal yang dilakukannya seharian ini,” tutur Theo.

       “Aku hanya penasaran,” sahut Dave. Theo mengernyit, “Penasaran? Tentang apa?” “Pria seperti apa yang disukai wanita itu,” lanjut Dave. Mata Theo membulat, “Jangan katakan jika kau tertarik pada wanita bernama Bella itu?!” Dave tersenyum miring, “Lalu apa salahnya?” Theo mengusap wajahnya kasar, “Sadarlah. Wanita itu sudah memiliki kekasih, dari sekian banyak wanita cantik dan seksi. Kenapa kau memilih dia?” Theo sungguh tidak habis pikir, dia sadar jika Dave memiliki ketertarikan pada Bella. Namun, dia tidak pernah menyangka bila rasa tertarik itu sudah pada fase seperti ini.

        “Kau mengoceh lagi,” itu bukanlah sindiran melainkan peringatan. Theo meneguk ludahnya kasar, setidaknya waktu seminggu yang diberikan Dave membuatnya sedikit senang. Ya, sedikit menghilangkan penat dari padatnya pekerjaan di Seoul. Jadi, apa boleh buat. Paling tidak dia terbebas dari ceramah ayah Dave, meskipun tidak yakin bagaimana ketika kembali ke Seoul. Theo mengikuti arah pandang Dave, mereka berada di dalam mobil hanya untuk mengikuti Ed.

        Hari memang sudah menjelang sore ketika Ed selesai dengan pekerjaannya di tempat cuci mobil, Theo mengeratkan selimut yang dibawanya ke tubuh. Entah pria bernama Ed itu sadar atau tidak dengan kehadiran mereka, tetapi pria itu seolah acuh dan terus fokus dengan ponselnya.

        Namun, keduanya dikejutkan oleh penyerangan yang dilakukan oleh empat orang pria berbadan besar. Mereka langsung menyerang Ed dari belakang, meskipun begitu Ed sepertinya sudah menyadari terlebih dahulu. Theo tersentak, apa ini? Apa mungkin ada orang lain yang mengikuti Ed, sehingga pria itu tidak menyadari kehadiran mobil mereka. Karena keempat pria itu mengikuti terang-terangan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status