Share

Chapter 6 Memories

Audy menatap nanar air hujan yang lebat itu mengguyur jalanan melalui balik jendela kamar. Seharusnya sekarang dia sedang berkencan menikmati malam minggu bersama Gerald, seperti pasangan pada umumnya. Namun, dia hanya bisa berdiam diri bak patung hidup.

Tok...Tok...Tok...

Ketukan beruntun yang menggema dari luar kamar, menyadarkan Audy dari lamunannya.

"Siapa?" tanya Audy tanpa mengalihkan padangan pada benda transparan di depannya.

"Simbok, Non."

"Masuk." Seru Audy dari dalam kamar.

Mbok Ani perlahann memutar gagang pintu. Ia melangkah hati-hati mendekati Audy.

"Kenapa mbok?" Audy merasa heran melihat mbok ani yang kini menunjukan gigi putih yang tertata rapi, sambil tersimpuh malu.

"Eh... itu Non, ada yang lagi ngapel."

"Siapa mbok?"

"Den Gerald, Non."

Mendengar nama yang disebutkan mbok Ani, mata Audy membulat sempurna. Dia tidak percaya laki-laki yang sedari tadi tidak ada kabar kini sudah berada di rumahnya.

"Serius mbok?"

"Serius Non. Masa mbok bohong."

Audy menggeleng-gelengkan kepalanya. Entah apa yang tadi dipikirkannya hingga ia tak mendengar deru suara mobil Gerald.

"Aduh, Aduy belum dandan nih mbok."

"Mau dandan gimana lagi si Non? gitu aja udah cantik kok."

"Apaan? orang kucel begini."

"Non tuh udah cakep dari lahir, abis bangun tidur juga keliatan cantik."

"Iih simbok, pinter banget gombalnya."

Mbok Ani tekekeh kecil melihat Audy yang tampak gusar mencari alat make up nya.

"Ya sudah, Mbok ke bawah dulu yah."

"Mbok, gak mau bantuin Audy gitu?"

"Udah deh Non, yang  natural aja. Cantiknya paras seorang wanita hanya akan membuat lelaki menatap. Tapi, cantiknya akhlak akan membuat mereka menetap."

"Bukannya tadi mbok bilang mau kebawah? hati-hati turun tangganya." Tandas Audy yang tak mau diceramahi panjang lebar.

Mbok Ani menggeleng pasrah sambil berkata, "Dasar bocah."

Audy meringis lebar menatap punggung renta Mbok Ani. "Simbok gak tau sih, insecurenya aku saat liat temen kampus Gerald yang glow uo semua." batin Audy 

Audy menghela nafas panjang. Andaikan saja Gerald bisa lebih ramah, mungkin Audy bisa cuek dalam berpenampilan. Tapi, sayangnya Gerald tipe ice boy. Audy sendiri tidak tahu apa yang bisa meluluhkan Gerald. Sifat periang dan senyum cerianya ternyata tak mampu membuat Gerald bersikap hanvat. Audy hanya berharap, semoga dengan penampilan yang goodlooking bisa menarik perhatian Gerald.

Audy mengamati penampilannya di cermin besar berukuran 1×1 meter yang berada di kamar. Setelah cukup yakin, ia melangkah perlahan keluar kamar untuk menemui Gerald.

"Hai Ger, maaf menunggu lama." Seru Audy yang telah berada di anak tangga paling akhir yang terhubung dengan ruang tamu.

Sama seperti hari-hari sebelumnya, Gerald hanya menatap Audy tanpa ekspresi.

"Tak apa."

Audy memaksakan senyumannya saat berada di hadapan Gerald.

"Mengapa tidak mengabari kalau mau kesini?"

"Surprise."

Mulut Audy ber O ria. Ia mengambil duduk disebelah Gerald.

"Kangen yah?" ucap Audy percaya diri sembari mencolek perut Gerald.

"Tidak." balas Gerald tanpa dosa.

"Lalu untuk apa kau kemari?" kesal Audy mencebikan bibirnya.

"Ini." Gerald menyerahkan bungkusan besar yang tergeletak di lantai dekat kakinya.

"Apa?"

"Bukalah." perintah Gerald

Mata Audy berbinar ceria. Meski hatinya dongkol dengan keiritan Gerald dalam berbicara namun, dibaliknya Gerald tipikal laki-laki yang penyayang serta pengertian.

Pelan tapi pasti, Audy mebuka bingkisan yang diberikan Gerald.

"Waaa... Makasi,"ucap Audy tulus. 

"Sama-sama."

Audy memeluk erat boneka bear berwarna merah muda terang yang baru saja diberikan Gerald. 

"Suka?" 

Audy terpaksa mengangguk. Hatinya terasa sesak. Bagaimana bisa Gerald memberikan boneka bear padahal ia sendiri menyukai keroppi?. 

Bahkan warnanya begitu feminin sedangkan Audy lebih pro dengan warna gelap seperti cokelat atau biru tua. Dalam hati Audy bertanya, apakah Gerald hanya pura-pura peduli padaku?.

"Kalau begitu aku pulang dulu." Imbuh Gerald sembari bangkit dari tempat duduknya.

"Lho? kenapa buru-buru?"

"Tesis ku sudah menungguku."

Audy mendesah kecewa, lagi-lagi Gerald lebih mementingkan tesis dari pada kekasihnya.

"Itukan bisa nanti-nanti." Cegah Audy tak rela Gerald pergi.

"Lebih cepat selesai lebih baik."

"Apa aku harus menjadi seorang pengemis baru kau peduli?"

Gerald mengangkat dagu Audy agar sejajar dengannya.

"Ku harap kau dapat mengerti." 

Audy memalingkan wajahnya. Manik matanya terlalu lemah untuk beradu tatap dengan sorot tajam manik hitam milik Gerald.

"Baiklah. Hati-hati di jalan."

"Iya."

Audy mengekori langkah kaki Gerald ke luar pintu rumah. Tangannya melambai lesu saat mobil gerald melewati batas pagar.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Piyar..... Bunyi beda berjatuhan

"Della... Berhentilah bekerja, aku ingin kamu di rumah saja mengurus keluarga ini," amarah Hendra kini memuncak, saat melihat tumpukan berkas kerjaan Della dibawa pulang kerumah.

"Apa salahnya aku bekerja? lagi pula untuk apa aku mengurus keluarga ini,? Memangnya aku siapa?" tanya Della sinis.

"Ow ya aku lupa, statusku hanya nyonya muda rumah ini" ucap Della dengan menekan kata status.

"Apa maksudmu Della?"

"Aku tidak punya maksud apa-apa," jawab Della dengan entengnya lalu mengambil tumpukan berkas dan ingin mengerjakannya kembali.

Seketika berkas yang dipegang Della dirampas dengan paksa oleh Hendra. "Kamu..."

"Apa ? Aku lelah berdebat denganmu. Aku ini  istri yang tak pernah kau anggap. Aku nyonya di rumah ini tapi, nyonya tak dianggap. Kau lihat setiap sudut rumah ini bahkan kamar ini punya almarhum istrimu, aku tidak ada tempat disini." Della mengungkapkan rasa kecewa yang dipendam selama ini kemudian berlalu meninggalkan Hendra.

Brukk

Della yang tergesa berlari menghindari Hendra yang mengejarnya tak sengaja menabrak tubuh boneka bear berukutan 2 meter yang digendong Audy.

"Audy!" teriak Della susah payah menahan tubuhnya yang huyung ke belakang agar tak jatuh ke lantai.

"Maaf Bunda. Aku tak sengaja," elak Audy tak mau disalahkan.

Sekejap Della tertegun melihat sesuatu yang dipeluk Audy.

"Baguskan?" tanya Audy yang paham Della sedang mengamati boneka sekaligus bunganya.

"Ya" jawab Della singkat. Hatinya sedikit bergetar melihat benda itu. Benda yang sangat Ia favoritkan dan selalu Gerald untuk menghiburnya dikala sedang bersedih atau sekedar untuk menyogoknya jika sedang marah. Tiba-tiba terbesit kerinduan dihatinya pada Gerald.

"Bun?" desis Audy memutus lamunan Della.

"Simpan baik-baik bonekanya, jangan sampai bunda ambil, ini boneka favorit Bunda," ucap Della seraya mengukir senyum manis.

"Benarkah Bun,?" tanya Audy dengan memasang muka cemberut.

"Iya, kenapa mukamu seperti itu?"

"Boneka ini dari Gerald. Tapi..." 

"Della!" teriak Hendra dari kejauhan. 

"Maaf, nanti dilanjut ngobrolnya aku pergi dulu kebelakang," ucap Della berlalu meninggalkan Audy dengan langkah terburu-buru.

"Bunda kenapa dipanggil ayah kok kayak ada rasa takut begitu? Jangan-jangan ayah minta jatah sama bunda tapi, bunda gak ngasih, duh... Kasian sekali ayahku," pikir Audy lalu masuk kedalam kamar membawa boneka yang sedari tadi dipeluknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status