Audy menarik nafas dalam mencoba berdamai dengan keadaan dan berhenti berpikiran negatif. "Tidak, mungkin ini hanya kebetulan, Gerald tahu makanan kesukaan bunda."
"Hai ... Audy! Kenapa kamu melamun," suara Della menyadarkan Audy.
"Tidak, Bun. Mari makan," jawab Audy agak canggung.
Della ikut bergabung untuk sarapan bersama dengan Audy dan Gerald. Tak sesekali Della melempar candaan untuk menggoda Gerald yang notabenenya sebagai cowok kaku dan dingin.
Setelah selesai Gerald memutuskan untuk pulang. Pagi yang menyenangkan untuk Gerald dan menambah mood booster nya. Meskipun tidak bisa berduaan dengan Della. Tapi bersama ke dua wanita itu ada daya tarik sendiri menurutnya.
"Audy, Bunda. Aku harus pergi." Tutur Gerald membuka pembicaraan. Setelah keadaan hening.
"Kenapa?" desah Audy kecewa.
"Aku ada janji dengan dosen pembimbing tesi
"Ehem...." Suara deheman Hendra menyadarkan Audy dari khayalan indahnya."Ayah." Jawab Audy nampak malu-malu."Ayah lihat kamu begitu mencintainya!""Iya, Yah. Aku mencintai Gerald Purnama! Kenapa? bukankah ayah menyetujui hubungan ku dengannya?""Ayah sangat menyetujui hubungan kalian. Tapi ayah tidak ingin kamu berlebihan mencintai, nya.""Maksud ayah?" tanya Audy mengerutkan keningnya."Ayah, takut kamu akan sakit hati nanti.""Ayah, kenapa berbicara seperti itu?""Entahlah, selama ini ayah diam-diam memperhatikan hubungan kalian. Ayah merasa Gerald, tidak benar-benar mencintai mu."Audy terdiam membisu mencerna kalimat Hendra. Ia tak habis pikir kenapa ayahnya bisa berpikiran seperti itu."Tapi itu mungkin hanya perasaan ayah saja. Ayah berharap semoga ini tidak benar."
Gerald mengumpat keras dalam mobil saat ponselnya tiba-tiba lowbat dan seperti biasa dia tidak membawa charger. Gerald semakin kesal karena kemacetan didepannya masih belum berakhir.Gerald merasakan tenggorokannya mulai mengering, saat dia menoleh ke sisi kanan jalan ada kafe yang sering dia kunjungi dan berniat untuk mampir terlebih dahulu."Tenggorokanku terasa kering sekali." Gerald sesekali menelan ludahnya untuk membasahi tenggorokan menuju Coffe House langganannya. Begitu dia masuk kafe, pelayan yang sudah mengenalnya menyambut kedatangan Gerald dengan ramah."Seperti biasa americano." Barista itu langsung mengangguk setelah mendengar pesanan Gerald. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kafe, Ia berharap ada Della disana."Apa kau masih ingat tempat ini, Del?" tanya Gerald lirih seolah ada Della disana. Gerald menghela nafas panjang, mendadak Ia rindu dengan Della. Bagaimana Ia akan move jika
Audy menghapus butiran bening di pelupuk matanya, sembari menyusuri jalanan yang membawanya menjauh dari area rumah sakit. Sesekali Ia memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Baru saja fisiknya pulih, hatinya kini tersayat pilu."Aku pikir, aku ini adalah masa depanmu. Tapi ternyata kau lebih memilih uang dari pada pasangan". Gumam Audy lirih, Ia pun menepikan tubuhnya disebuah halte.Audy asal mengambil tempat duduk. Kakinya terasa ngilu setelah hampir setengah jam berjalan.Ada sebuah kegetiran saat Ia menatap layar ponselnya yang kosong tanpa notif chat dari Gerald."Apa kau benar-benar melupakan aku?" batin Audy kecewa. Desahan nafas berat keluar dari bibir tipis Audy."Baiklah, sepertinya kali ini perasaanku yang harus mengalah. Biarkan saja logika ku yang bekerja."Audy mendongak lurus keatas, menatap birunya langit yang bersih tanpa
Di halaman rumah sudah ada mbok Ani yang sedari tadi menunggu kepulangan Audy. Mbok Ani berlari saat melihat Audy baru turun dari motor dengan baju yang sudah basah kuyup. Tak hanya itu, Mbok Ani juga melihat tatapan nanarnya seolah ditunjukkan pada seseorang."Non Audy!" Mbok Ani berlari membawakan payung untuk Audy yang masih mematung diluar gerbang tanpa memperdulikan kehadiran Gerald dan Della.Mbok Ani dengan sigap mengembangkan payung yang sedari tadi dipegangnya erat disela langkah kakinya.Audy tersenyum getir, melihat pemandangan di depannya. Lelaki itu, Lelaki yang sudah ditunggunya berjam-jam yang lalu. Lelaki yang harusnya menjemputnya. Namun, tidak ada kabar. lelaki yang seharusnya menjadi penyemangat kesembuhannya, lelaki yang harusnya memeluknya saat dalam kondisi seperti ini.Namun, lelaki itu justru tengah berlari-lari untuk membukakan pintu untuk wanita lain."Astaga, N
Gerald sedikit salah tingkah saat Hendra mentapnya penuh selidik."Emm, saya permisi dulu Om." Lanjut Gerald sembari memaksakan senyumnya."Iya, hati-hati." Balas hendra singkat.Hendra menghela nafas, perasaannya menjadi tidak tenang seolah memiliki ikatan batin. Ia pun bisa merasakan ada sesuatu yang dialami Audy, bahkan ia yakin jika hubungan keduanya sedang tidak baik-baik saja.Gerald menggepalkan tangannya kuat-kuat menahan emosi saat melewati Hendra."Sial, kenapa si tua bangka ini bisa mendadak muncul?" geram Gerald melangkah gontai menuju ruang tamu."Bagaimana bisa Audy mengacuhkanku? mau cari perkara?" batin Gerald dongkol. Baru pertama kalinya Audy berani mengacuhkannya."Kita lihat saja, siapa yang akan mengemis cinta esok." Batin Gerald sinis. Awalnya Gerald ingin berbicara baik-baik dengan Audy. Namun, sikap Audy seperti ini memanci
Gerald masih mencoba untuk menghubungi Audy, tapi hasilnya masih sama, tidak ada jawaban."Oh, astaga Audy." Tanpa Gerald sadari sedari tadi dia memukul stir mobilnya berkali-kali. Entah mengapa moodnya semakin memburuk.Padahal belum ada 24 jam Audy tanpa kabar, tapi Gerald merasa kehilangan sosok wanita itu. "Gerald Purnama, apa sekarang kau mulai mencintai gadis itu?" tanya Gerald pada diri sendiri."Tidak Gerald, cintamu hanya untuk Della. Baik dulu maupun sekarang." Imbuh Gerald masih memyangkal hati kecilnya."Ingat, kamu hanya ingin memperalat gadis itu untuk mendapatkan cinta sejati mu, bukan malah serius jatuh cinta padanya."Baru saja mengendarai jarak lima kilometer, Gerald kini sudah terjebak pada lampu merah. Hal ini sungguh membuat Gerald semakin dongkol."Shit!" Gerald menarik nafas dalam-dalam. Sinar mentari yang terik seolah menembus k
Di dalam mobil Gerald berpikir kembali. Haruskah dia menelepon Della untuk bertanya dimana Audy? tapi jika dia bertanya pada Della, apa nanti Della tidak berpikir macam-macam?."Oh. Sungguh kamu membuatku sangat kacau Audy!"Gerald mengambil ponselnya menekan segala pikiran negatifnya. Dia kembali menimbang dengan seksama."Sepertinya tidak ada jalan lain. Aku perlu bertanya pada Della untuk mendapat informasi yang terpercaya."Gerald melirik kontak yang diberi nama love. Pelan tapi pasti, Ia pun segera melakukan panggilan telepon pada mantan kekasihnya itu.Setelah dua kali panggilan akhirnya Della menjawab panggilannya.Gerald menghembuskan nafas lega. Ia pun tanpa ragu lagi langsung menanyakan Audy. Hanya dalam beberapa menit panggilan telepon itu langsung dimatikan Gerald. Senyum mengembang di bibirnya, seperti mendapatkan jackpot.Tanpa jeda l
Della kembali merogoh tasnya saat ponselnya kembali berdering."Siapa?" Tanya Audy sedikit kesal karena Della mendadak berhenti untuk mengangkat telepon."Sebentar yah," Della tergesa menjauh dari Audy.Audy mencebikan bibirnya. Keburu moodnya hilang untuk menonton."Iya Ger." Ucap Della setengah berbisik."Aku sudah ada diparkiran. Kamu dimana?""Aku sedang mau mengantri untuk membeli tiket menonton.""Oke, kamu belikan aku sekalian ya." Pinta Gerald memohon.Apa kamu berencana menjadikan aku obat nyamuk?""Tidak. Bukan begitu maksud ku." Gerald panik dengan pertanyaan Della."Jadi?" Tanya Della sarkas.Gerald terdiam sebentar, berpikir bagaimana cara menjelaskan pada Della."Datanglah ke bioskop, anggap ini sebagai