Share

Bab 9. Terbakar Cemburu

Seseorang memperhatikan Farhan dan Valencia, di mata orang tersebut mereka nampak akrab dan bersenda gurau sehingga membuatnya menjadi terbakar.

“Hebat dia bisa membuat Farhan akrab begitu cepat, sedangkan aku berjuang selama ini hanya di pandang sebelah mata,” ujar Hana, dengan perasaan sesak seakan ada batu yang menganjal di hatinya.

“Hai, Hana kemari,” panggil Farhan. Merasa dia sebagai siswa baru Valencia kembali menjaga jarak dan fokus pada tugasnya. 

“Iya,” jawab Hana seakan tidak bersemangat.

Valencia menyadari hal itu, dia bisa membaca raut wajah seseorang. Teringat saat masih SMP, salah seorang siswa pernah menaruh hati padanya. Ketika Jordi akrab dengannya, pria itu menunjukkan raut wajah yang sama seperti Hana. 

“Sepertinya dia menyukaimu kak,” ungkap Valencia dengan nada pelan. Farhan terkejut, dia tidak menyangka Valencia berkata seperti itu.

“Ini laporan hari ini, ada lagi yang harus aku informasikan ke tim yang lain?” tanya Hana, namun pandangannya sinis terhadap Valencia. 

Gadis itu menjadi serbasalah, dia menggeser posisi duduknya sehingga Hana bisa duduk persis di samping Farhan. Sesekali Valencia mencuri dengar percakapan mereka, ternyata dari kegiatan ini besok akan ada kuis buat siswa baru.

“Kamu jangan ke mana-mana selesaikan tugasmu. Hana tolong awasi dia,” pinta Farhan. Dia pergi entah ke mana.

“Kamu hebat ya, cepat akrab dengan Farhan,” ujar Hana dengan wajah sinis. 

“Tidak juga kak, kebetulan saja tadi dia yang mulai bercerita,” jawab Valencia jujur.

“Wow, luar biasa Farhan yang memulai pembicaraan?” Dengan wajah terkejut Hana menatap wajah Valencia, seakan tidak percaya dengan ucapan gadis itu. Valencia hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis. 

“Aku saja yang sudah hampir dua tahun kenal sama dia, tidak pernah dia yang memulai pembicaraan. Apalagi seintens tadi,” keluhnya melipat lengan, sambil memicingkan matanya.

“Tidak juga kak, hanya kebetulan saja,” balas Valencia merendah. Gadis itu merasa lawan bicaranya saat ini sedang merasa tersaingi. 

“Saya mau melanjutkan tulisan ini ya kak, maaf jika tidak bisa fokus jika sambil di ajak berbicara,” ijin Valencia, takut jika Hana semakin mengali informasi yang akan menyakiti dirinya sendiri.

“Buruan selesaikan, biar kamu enggak kelamaan berdua dengan dia. Entar kamu malah jadi pacarnya,” cetus Hana sambil kembali duduk di tepi pot bunga yang terbuat dari semen terbentang sepanjang depan bangunan kelas-kelas.

Jordi menghampiri Valencia, membawakan minuman dan makanan. “Val! Sudah makan belum?” tanya Jordi.

Hana melihat Jordi tertegun. “Gantengnya, ini saingan Farhan banget wajahnya,” gumamnya dalam hati, sambil senyum-senyum sendiri. 

“Maaf kak ada yang lucu dengan saya? Soalnya kakak memperhatikan sampai senyum-senyum sendiri?” tanya Jordi, menahan tawa.

Dia sadar wanita yang di hadapannya ini, mengagumi wajahnya. Seperti halnya kaum Hawa yang berada di sekolahan ini sejak hari pertama.

Valencia ikut tertawa menyembunyikan wajahnya. “Dasar, enggak bisa liat cowok bening. Sdikit liat yang bening langsung kayak kena kutuk, terdiam jadi patung sambil senyum tidak jelas,” ungkap Valencia berbisik di telinga Jordi. 

Jordi melambaikan tangannya di depan wajah Hana. “Hai, kakak. Kenapa jadi patung?” tanya Jordi, Hana merasa malu melihat lambaian tangan Jordi.

“Duh apaan sih, pakai melambai segala,” serunya menutupi wajahnya yang memerah, Hana merasa malu. 

Hana kenapa kamu seperti itu, kayak enggak bisa lihat yang bening-bening saja. Tapi dia memang ganteng banget, batinnya. 

“Eh itu minum sama rotinya buat aku, kamu tar beli lagi saja,” pinta Hana dengan rasa percaya dirinya. 

“Maaf kak, ini buat Val. Kasihan dia pasti lelah dan lapar, dari SMP Val enggak bisa belajar jika lapar. Saya takut nanti kak Farhan marah jika tugasnya tidak selesai.” Hana terdiam mendengar penjelasan Jordi menurut dia benar juga, jika tugas ini tidak selesai Farhan bisa murka. Hana adalah sasaran utamanya karena lalai dalam mengawasi. 

“Ya sudah, buat Valencia saja. Kamu mau dong belikan kakak?” tanya Hana merayu. 

Jordi merasa muak dengan tingkah seniornya ini, hingga dia mulai membuat alasan yang biasa semua siswa takut.

“Maaf kak, tadi saya lewat sini sekalian mau ke ruang guru  soalnya di panggil ... pak Rustam,” balasnya lagi yang sempat terdiam sejenak mengingat cerita, siswa di sekolah ini mengenai guru yang paling killer. 

Hana terdiam lagi, merasa guru yang namanya di sebut merupakan guru ter kejam di sekolah itu. “Buruan kamu ke sana, nanti yang ada kamu kena hukuman kalau telat. Sayang wajah ganteng kamu jika harus di jemur,” balas Hana. 

Jordi pergi sambil tertawa. Sengaja tawanya di tahan begitu jauh dari Hana, tawanya langsung pecah.

“Jordi!” panggil seseorang, kali ini dia heran kenapa suara Laki-laki.

Jordi berpikir kaum Hawa juga mulai menyukainya, merasa geli dengan pikirannya badannya langsung bergidik, apalagi saat bahunya di pegang seseorang. 

“Jangan dong, aku masih normal. Aku enggak mau sama perempuan bukan berarti aku enggak normal ya, tapi aku fokus sekolah,” jelasnya. Badan Jordi bergetar, merasa geli dan takut. 

“Hahaha  ... kenapa kamu bergemetar begitu,” tanya Farhan. 

“Sialan, aku pikir orang disekolah ini mulai gila. Sudah dari pagi di kejar cewek tiba-tiba saja ada cowok memanggil. Jadi aku pikir kaum bewokan juga suka sama aku bayangkan betapa merindingnya aku kalau itu benar,” ungkap Jordi, Farhan makin tertawa terbahak-bahak.

“Hahaha ... ternyata kamu salah satu cowok idola kaum hawa juga ya,” ejek Farhan, mereka berdua menuju ke kantin.

“Iya kak, sejak awal masuk di sekolah ini, aku dan Valencia jadi sorotan publik. Ke mana-mana ada saja yang memanggil, untuk sekedar minta nomor kontakatau berfoto. Seperti ruang gerak susah,” keluh Jordi. 

“Itu juga awal yang kurasakan, sewaktu jadi anak baru disekolah ini. Kelamaan perasaan itu jadi biasa saja. Oh, iya terimakasih soal kemarin ya,” cerita Farhan sambil mengucapkan rasa terimakasih tentang Jordi menolong Ibunya.

“Duh, jangan jadi tidak enak seperti itu kak. Kebetulan saja saat itu saya yang melintas disana,” balas Jordi, agar Farhan tidak merasa hutang budi. 

“Ngomong-ngomong, Valencia serius bukan pacar kamu?” Pertanyaan yang Farhan lontarkan membuat Jordi berpikir, saat ini mungkin dia memang hanya sebatas sahabat. Suatu saat nanti siapa yang bisa mengira jika mereka berjodoh. 

Lama sekali Jordi menjawab membuat Farhan mengambil kesimpulan sendiri.

“Tidak perlu di jawab, jika kamu masih bingung dengan perasaanmu,” ujarnya seraya mengambil minuman dingin.

Tetapi Jordi heran kenapa hanya dua yang di ambil, sedangkan disana mereka bertiga dengan Hana. 

“Mungkin itu buat Hana, untung Val sudah aku bawakan tadi,” gumam Jordi sambil lalu meninggalkan Farhan.

Saat pemuda itu menoleh ke belakang mencari-cari sosok Jordi, namun dia sudah pergi.

“Dasar sama anehnya dengan Valencia,” tawa kecil menyungging, di wajahnya yang tirus. 

Langkah Farhan menyusuri lorong antar kelas keluar dati kantin menuju, tempat Valencia dan Hana berada. Setibanya disana, Farhan terkejut dengan sikap Hana.

“Hana, apa salahnya Dia. Sampai kamu berkata sekasar itu,” sela Farhan di tengah omelan Hana.

Mendengar suara Farhan tepat di belakangnya Hana bingung harus berkata apa, dalam hatinya hanya merasa kesal. Mengapa saat dia melontarkan perkataan itu ke Valencia harus Farhan dengar. 

“Tidak seperti yang kamu pikirkan, A—ku hanya.” Hana terdiam bingung mencari alasan, hingga Valencia menyambung ucapan itu.

“Hanya melakukan akting saja kak. Kasihan kak Hana dari tadi tidak ada yang di kerjakan,” jelas Valencia menyelamatkan Hana dari amukan ketua OSIS nya itu. 

Farhan tidak percaya dengan penjelasan yang mereka berikan, tetapi tidak ingin memperpanjang. Farhan mengabaikan saja apa yang sudah dia dengar. 

“Valencia, ini buat kamu.” Sambil memberikan minuman ke Valencia, Farhan meneguk minuman yang satu lagi. Sedangkan Hana merasa kecewa dia seakan seperti Setan di antara dua pasang kekasih. 

“Tahu seperti ini, aku tinggal saja wanita ini dari tadi. Bisanya aku di abaikan disini,” gerutu Hana yang suaranya samar terdengar Valencia. Entah Farhan mendengar atau tidak. 

“Ini buat kak Hana, saya tadi sudah minum di bawakan Jordi.” Hana seakan disambar petir melihat Valencia yang dari tadi dia jahati, ternyata dengan mudahnya berbagi dengan dia. Namun Hana merasa gengsi menerima kebaikan Valencia.

“Tidak usah, saya bisa pergi ke kantin sendiri,” ujarnya dengan sangat ketus. 

Tanpa berpamitan dengan Farhan Hana pergi meninggalkan mereka, dengan harapan Farhan peka dengan sikap dia. Namun Farhan tidak ambil pusing soal itu, dalam pikirannya Hana sudah sering seperti itu, nantinya akan baik sendiri.

Bersambung ...

Jangan lupa follow Instagram @Indraqilsyamil 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status