Valencia dan Farhan tidak minta dilahirkan ke dunia, dia juga tidak menyesal atas kehidupannya. Dua puluh lima tahun silam bertepatan memperingati Maulid Nabi lahirlah seorang putri kecil dengan perjuangan seorang Ibu. Selvi Pujiastuti berjuang seorang diri untuk melahirkan anaknya di bantu orang-orang baik yang menolongnya Jarwi, Pak kades beserta Dokter Arini. Bayi itu lahir dengan selamat dan di beri nama Valencia Novrianto Permana. Valencia sangat merindukan Ayahnya namun Selvi selalu menutupi kebenaran yang terjado. Saat Valencia remaja dia selalu menjadi pusat perhatian oleh teman-teman sekolahnya. Valencia selalu berdua dengan sahabatnya Jordi. Saat dia menginjak remaja bertemu dengan Farhan Putra Bramasta. Mereka saling mencintai. Hingga mereka harus menemukan kenyataan pahit. Ketika mereka berencana menikah, semua fakta mulai terkuak. Valencia harus memilih meninggalkan Farhan. Dengan suatu Fakta yang membuat mereka tidak dapat bersatu, membuat Valencia yang tadinya mencintai tetapi semua itu akhirnya hanya untuk membeci. Valencia memutuskan menikah dengan Jordi dan merubah persahabatan menjadi Cinta. Bagaimana nasib Farhan apakah dia tetap hidup? Apakah Valencia akan memaafkan Ayahnya? Amorem te Odium ( Mencintai untuk Membenci) @indraqilasyamil
View MoreDi sebuah rumah sakit lahirlah seorang gadis bernama Valencia Novrianto Permana. Sebelum dia lahir ke dunia ini Selvi Pujiastuti merupakan seorang anak yatim piatu yang tinggal sebatang kara di sebuah desa yang bernama Banyuwangi di Jawa Timur.
Sejak kepergian kedua Orang Tuanya Selvi di besarkan oleh tetangganya yang sangat baik mereka dengan ikhlas merawat Selvi hingga dewasa.
Selvi di besarkan dengan kesederhanaan serta bekerja keras. Hingga Selvi dewasa mampu menafkahi dirinya sendiri. Suatu hari saat gadis itu pergi bekerja menjadi buruh panen padi, sesuatu menimpanya. Sepeda yang ia kayuh menabrak batu besar, sehingga membuatnya terjatuh dan terluka. Seorang pemuda datang menghampirinya untuk menolong. Pemuda itu membantunya untuk menepi ke pinggir jalan, lalu bertanya. “Ada yang sakit?” tanyanya lemah lembut mencari tahu.Selvi malu-malu, tidak lama dia mulai mengeluarkan kata-kata. “Terimakasih, hanya sedikit lecet di mata kaki serta lutut saya. Ma—af jika saya menghambat perjalanan Tuan,” ucapnya menunduk.
Rasa malu seorang gadis desa tersirat dari cara dia bertutur kata, hal itulah yang membuat Pemuda itu semakin menaruh simpatik dengan Selvi.
“Perkenalkan nama saya Permana Bramasta, jika boleh tahu adik bernama siapa?” Senyum memesona tersirat dari wajah Permana.Badan Selvi gemetar saat mengulurkan tangan, membalas uluran tangan dari Permana.
“Selvi Pujiastuti.” Dengan sigap pula dia menarik tangannya kembali, hingga Permana terkejut. “Ma–af saya harus pergi ke sawah. Saya permisi, terimakasih atas bantuannya.” Selvi beranjak dari tempat itu.Pemuda itu belum sempat membalas ucapan Selvi, tetapi gadis desa itu sudah jauh menghilang dari pandangannya.
"Gadis desa yang cantik dan sangat pemalu, mungkin tinggal di daerah ini," gumam Permana.
Suatu saat aku berharap dapat bertemu dengan dia lagi. Aku akan mencari tahu tempat tinggalnya sebelum berangkat kembali menyelesaikan proyek tugas kerjaku disini, batinnya.Selvi kesiangan saat tiba di sawah milik Juragan Sutiyah. Beliau seorang janda kaya raya di desa itu, hidup hanya berdua dengan Arumi putrinya.
Arumi Suparman namanya, konon Sutiyah menikah berulang kali, dari desas desus yang beredar setiap suaminya meninggal dia menjadi kaya raya. Hanya dengan pak Suparman lah dia memiliki anak. Suparman adalah suami ke tujuh Sutiyah. Menurut rumor yang beredar, jika Sutiyah menikah dan memiliki anak dari Suami yang memiliki hari kelahiran yang sama dengan dia ( hari kelahiran dalam aksara Jawa seperti Pon ,Kliwon dan lain-lain), maka semua kekayaannya akan kekal.Ketika Suparman meninggal bertepatan dengan malam Jum’at Kliwon. Sehingga setiap malam itu, ada saja warga kampung yang melihat sosok pria tersebut berdiri tepat di pintu masuk rumah Sutiyah.
Beberapa teman Selvi sering mengingatkan agar ia hati-hati, mereka takut jika nantinya Selvi di jadikan tumbal pesugihan. Namun semua ucapan itu tidak membuat Selvi gentar, hanya perut yang lapar yang membuatnya gentar. Hari sudah mulai magrib Selvi masih dalam perjalanan pulang, betapa terkejutnya Selvi melihat seorang pria duduk di depan halaman rumahnya. Pria itu berada di kursi yang terbuat dari bambu, sepertinya dia sudah lama berada disana.“Akhirnya yang aku tunggu sudah datang,” ucap Pemuda itu. Ia tersenyum manis dan menyapa Selvi.
“Hai!” Permana melambaikan tangan ke arah Selvi.
Selvi masih bingung harus berkata apa, hingga suara berat yang keluar dari bibirnya. “Ma–af ada yang bisa saya bantu?” tanyanya.
Perasaan canggung yang Selvi rasakan, kali ini berbeda. Ada perasaan berdebar bercampur rasa bahagia. Perasaan aneh itu membuat Selvi salah fokus.
Permana menyadari hal itu, sehingga dia menguntai senyum di wajahnya. Wajah tirus, dengan hidung mancung dan rambut hitam terjuntai lurus pasti membuat mata terpesona.
“Oh saya datang, hanya ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja,” jelas Permana memecah rasa canggung yang ada.
Senyum manis menyungging di wajah Selvi, baru kali ini dia merasakan perhatian dari lawan jenisnya. Sejak itulah kedekatan antara Permana dan Selvi mulai terjalin.
***
Sudah empat bulan berjalan sejak perkenalan Selvi dan Permana, hingga di bulan Maret tepat tanggal satu Permana melamar Selvi. Dia berharap gadis pujaannya itu mau menerimanya, seperti gayung bersambut.
"Assalamuallaikum, Pak Darno maksud kedatangan kami kesini ingin melamar Selvi untuk Permana?" ucap Bramasta.
Merasa anak angkatnya itu suka dengan Permana, Darno menyambut dengan gembira.
"In syaa Allah Saya menerimanya pak Bramasta," jawabnya.
Pernikahan mereka di langsungkan seminggu setelah lamaran. Dari lamaran sampai prosesi pernikahan di siapkan secara sederhana.
Ketika malam pertama tiba, Selvi merasa bingung harus berbuat apa. Pria yang dulu orang lain saat ini telah menjadi suaminya.
"Loh kenapa masih duduk, belum berganti pakaian," tanya Permana. Menyadari istrinya merasa bingung Permana mendekatinya.
"Selvi jangan bingung, jika belum siap tidak harus malam ini," jelasnya, sambil membantu melepas hiasan yang berada di kepala.
"Sebentar ya mas, kita salat sunah sebelum tidur," ajak Selvi malu-malu.
Selvi beranjak dari tempat dia duduk, mengganti pakaian. Ia bergegas menyiapkan air hangat untuk Permana membersihkan diri.
Seusai dia membersihkan diri dan berganti pakaian, dia segera memberikan handuk serta menunjukkan kamar mandinya.
"Maaf ya mas, pintu biliknya hanya terbuat dari anyaman bambu," ucapnya.
Kesederhanaan yang wanita itu miliki, selalu membuatnya semakin mencintai Selvi. Senyuman manis di berikan, ke wanita yang sudah menjadi istrinya.
Mereka melaksanakan salat sunah sebelum beranjak tidur. Ada perasaan aneh yang Selvi rasakan, ketika tangan Permana mulai melingkar di tubuhnya.Deg ...
Jantung Selvi seakan berhenti sejenak, keringat dingin mulai berada di wajahnya. Tangan Permana mulai berselancar, membuat mata Selvi terbelalak.
Ingin rasanya dia berteriak, tetapi suara seakan tidak bisa keluar dari mulutnya. "Aku akan melakukan secara perlahan, Adik tenang saja ya," bisik Permana.
Ada perasaan aneh saat angin dari suara itu, menyentuh telinga Selvi. Ia merasa seakan ada energi listrik yang membuatnya seakan, tersetrum di sekujur tubuhnya.
Ketika jari Permana mulai menyusup kebagian bawah, sesuatu tang lebat dan sedikit basah mulai di rasakannya.
Napas Permana semakin terasa tersengal-sengal di telinga Selvi. Sesekali Selvi menarik jari itu menjauh dari lahan miliknya.
Tetapi perasaan menggebu Permana membuatnya mencoba lagi berselancar, menyusup di antara rerumputan menyusuri lubang yang belum terlihat olehnya.
Merasa sudah cukup permana mulai melepaskan semua helai yang menutupi wanitanya.
Dia mulai mencoba memasukkan benda yang menonjol dari dirinya, menyusuri ruang gelap di tubuh Selvi. Saat benda itu mencoba menerobos pertahanan, Selvi mengernyitkan wajahnya seakan menahan perih.
"Ma—af terasa sakit," ucap Permana sedikit berat. Perasaan Permana sudah tidak tahan lagi. "Sedikit lagi tembus Dik, habis itu tidak akan terasa sakit. Akan terasa Nyaman dan ingin mengulang," ungkapnya.Selvi hanya mengangguk pasrah, jika dia menolak dia takut suaminya akan marah. "Aw!" Akhirnya suara jerit keluar dari mulut Selvi.Bukannya menghentikan kegiatannya, Permana semakin melancarkan aksinya terbakar oleh suara-suara yang di keluarkan Selvi.Saat benda itu benar-benar sempurna, berada di lubang yang di tumbuhi rerumputan. Permana sedikit menghentikan aksinya membiarkan posisinya tepat berada di atas Selvi. Sedikit memberikan kecupan di kening Selvi merambat ke bagian-bagian lain. Goyangan lembut mulai dia lakukan, hingga terasa sesuatu membasahi benda miliknya itu. Akhirnya mereka mencapai pada titik yang di inginkan. "Terimakasih sayang, tidak salah aku memilihmu," bisiknya di telinga Selvi. *** Kebahagiaan mereka seakan seperti kisah- kisah orang tua dulu Witing Trisno jalaran soko kulino ( Cinta datang karena terbiasa ).Kebahagiaan yang di gantikan oleh Allah buat Selvi, semenjak hidup sebatang kara dan di saat Dewasa digantikan dengan, sosok Permana di dalam hidupnya.Hingga suatu pagi saat dia memastikan bahwa dia hamil, Permana langsung mengecup keningnya dan melepaskan ciuman hangat tepat di bibir Selvi. Kecupan sekejap demi sekejap itu menandakan bahwa dia sangat bahagia.
Bahkan dia rela mencari tahu apa saja yang dapat Selvi makan. Di usia kehamilan muda, Selvi mengalami mual yang berkepanjangan. Sehingga perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Demi keselamatan Istri beserta anaknya, Permana menyetujui keputusan Dokter. Selama Selvi dirawat Permana mengalami kesulitan dana.
Pria itu benar-benar putus asa, hingga dia memutuskan untuk memberanikan diri ke rumah Sutiyah, salah satu juragan janda terkaya di desanya.
“Assalamuallaikum,” ucap Permana, yang berdiri tepat di depan pintu yang berukuran 3m x 2,5m dengan dua daun pintu yang terbuat dari kayu jati ukiran, berwarna coklat.
Lalu dia menyandarkan tubuhnya di tiang teras rumah mewah itu, menunggu sekitar lima belas menit terdengar sapaan dari dalam rumah tersebut.
“Waallaikumsalam,” jawab seorang gadis. Pintu rumah terbuka , seorang gadis berambut hitam, dengan paras wajah putih seusia Selvi.
Gadis itu sempat terdiam sejenak, menatap wajah Permana yang bersandar di tiang teras rumahnya.
Gantengnya siapa pemuda ini, tinggi dengan rambut hitam dan hidung mancung. Siapa pun dia, saat ini aku sangat menyukainya. Mungkin dia jodohku, apalagi aku cantik dan anak orang kaya. Semua Lelaki berharap, mendapat balasan dari cintaku. Aku akan mencari tahu tentang dia, batin Arumi Suparman yang tidak lain anak dari Sutiyah.
Arumi tersadar dari lamunannya. “Ehem ... maaf Mbak, Ibu Sutiyah ada?” tanya Permana yang tetap menjaga pandangannya.
Seakan tidak peduli dengan sosok cantik di hadapannya, pikiran Pria hanya terfokus dengan kondisi Selvi dan calon bayinya. Permana masih berdiri di depan pintu, hingga si pemilik rumah mempersilahkan dia masuk serta duduk.
“Oh ... sebentar ya Mas, silakan duduk,” ucap Arumi berusaha mencari perhatian dari Permana. Dia tidak langsung menuju ke dalam rumah, melainkan sibuk berusaha mendekati Permana.
Sambil memutar ujung rambutnya dan sesekali sedikit jalan berlenggok-lenggok. Jari telunjuk di letakkan di ujung bibirnya, hingga kakinya sengaja berpura-pura tersandung kaki meja, membuatnya terjatuh menimpa Permana.
Suasana seketika hening, waktu seakan berhenti berputar. Mata wanita itu menatap tajam seakan ada hasrat yang ingin dia utarakan.
Permana serbasalah harus berbuat apa, keheningan semakin terasa di ruangan itu. Gadis itu juga sengaja tidak bergerak sedikit saja dari tempat dia terjatuh.
Bersambung ...
Jangan lupa follow Instagram @IndraqilsyamilFarhan menunggu balasan dari pesan singkatnya, tapi tidak kunjung di balas oleh Valencia. Hingga dia menyium bau dupa yang keluar dari ruangan khusus ibunya.Langkanya semakin dekat hingga dia menemukan sesuatu yang menjadi kecurigaannya selama ini, sosok menyeramkan sedang berdiskusi dengan Ibunya.'A-apa itu?' tanyanya terbata di dalam hati.Sebuah sosok besar menyerupai ular dengan separuh badan manusia, kaki Farhan tidak dapat bergerak dia mematung seketika."Jangan kau ambil anakku, tunggu beberapa hari aku akan memberikan permintaanmu." Farhan hanya bisa menelan saliva. Hingga sebuah notif pesan singkat menyadarkannya dari lamunan.[ Aku baik-baik saja, saat ini sudah berada di rumah]Farhan menutup smartphonenya lalu gersenyum, dia masih bingung harus membalas apa. Saat ini ia masih tidak menyangka, Ibunya bersekutu dengan Jin.[ Alhamdulillah , kalau kamu sudah baik- baik saja] balas Farhan dalam pesan singka
Farhan kembali menuju tempat Ayahnya berada dia tidak habis pikir, dengan apa yang dia lihat. Sosok yang dingin itu tiba-tiba menghilang. Menurut Farhan seperti ada pesan yang ingin di ceritakan gadis itu. Walau Farhan berupaya menyingkirkan kejadian yang dia alami, tetapi semua seakan sia-sia. Benaknya masih bertanya-tanya ke mana perginya gadis dengan ekspresi dingin, yang membuat bulu kuduknya merinding. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang, Pria itu terkejut. Hampir saja dia memukul orang yang dibelakanginya itu. “Duh Ayah, hampir jantungku copot,” ungkapnya. “Kenapa, seperti habis lihat setan saja?” tanya Bramasta. Farhan diam sejenak seakan masih bingung harus bagaimana memulainya. “Tadi pas ke lantai atas ada anak seusiaku, dia sendirian. Mungkin salah satu anak rekan kerja Ayah,” ceritanya. “Bisa jadi, tapi apa yang membuat kamu jadi seperti ini. Seperti habis melihat setan saja,” ujar Bramasta. Wajah Farhan terlihat pucat, menurut Bramasta ada yang janggal.
Di tempat lain di mana Farhan berada, pria itu mendapat pesan singkat dari Valencia. Awalnya dia tidak yakin akan membalas pesan itu atau langsung menghubunginya. Hati kecilnya sempat bergelut merasa tidak yakin. Jika dia menghubungi langsung, maka dia tidak perlu repot-repot menghapus setiap kata. Akhirnya dia memutuskan menekan tanda telepon di gawainya. Panggilan mulai berdering, Farhan menunggu dengan sabar hingga ada jawaban dari Valencia. Tetapi hingga dering terakhir Valencia tidak menjawabnya. Mungkin dia sedang sibuk akhirnya Farhan memutuskan menjawab melalui pesan singkat, dia kembali meletakkan gawainya di atas nakas. Kegiatan hari ini dia ikut ayahnya ke salah satu perusahaan mereka, jadi perjalanan yang akan di tempuh lumayan lama dari kota Palopo ke Makassar. “Farhan sudah siap?” tanya Bramasta. “Sebentar lagi Farhan keluar, ini lagi mengenakan sepatu,” ujarnya. Sekitar lima belas menit kemudian Bramasta melihat Putranya dengan kemeja hitam dan sepatu ala kant
Panggilan itu masih Valencia abaikan, perasaannya benar-benar bingung. Mau menjawab takut di tanya oleh Bundanya.Satu panggilan terabaikan, ada rasa lega di hati Valencia. Mereka bergegas keluar menuju lobi. Sekitar lima belas menit dari panggilan itu. Gawai Valencia berbunyi lagi, nama yang tertera kali ini Jordi.Segera dia menggeser lambang telepon berwarna hijau.“Assalamuallaikum, ada apa Jor?” tanya Valencia dalam panggilan itu.“Waallaikumsalam, kata ART kamu pulang hari ini Val?” tanya Jordi antusias.“Hem, bagaimana ya. Mau kamu pulang hari ini atau tidak?” goda Valencia.“Huff, aku serius Val? Kamu enggak kasihan aku merana seperti pena kehilangan buku,” ujar Jordi.“Hahaha ... jangan sedih gitu. Aku sekarang dalam perjalanan, Kamu siapkan coklat kalau tidak ...,” ancam Valencia yang menghentikan ucapannya.
Selvi menghela napas panjang, memikirkan permintaan yang sangat berat menurut dia. Betapa baiknya putrinya ini, nyawanya hampir melayang dia masih mau memaafkan orang yang mencelakainya.Melihat ketulusan Valencia, membuat Selvi luluh. Akhirnya Selvi menghubungi pengacaranya untuk mencabut semua tuntutannya itu.Valencia senang karena, Bunda nya mau memaafkan Hana dan bulan. Memandang jauh keluar kaca jendela rumah sakit, terlihat pasien lain yang di antar oleh ke dua orang tuanya.Perasaan Selvi seakan hancur, dia merindukan kehadiran Ayahnya. Tetapi dia tidak tahu apakah Ayahnya masih hidup atau tidak, terkadang ingin bertanya tapi ada perasaan takut jika bundanya marah.“Bunda,” panggilnya dengan suara lirih.“Iya ada apa?” tanya Selvi.“Bunda tidak ingin memiliki pendamping hidup? Seperti mereka,” tanya Valencia.Selvi tertegun mendenga
Hujan turun deras, mobil Terios putih memasuki halaman Rumah sakit, saat itu cuaca seakan mendukung perasaan Selvi. Langkahnya diiringi Jordi menuju ruang ICU, di depan ruangan itu masih setia menunggu Darno dan Winarsih.“Bagaimana, Pak sudah ada perkembangan?” tanya Selvi cemas.“Belum Nduk ( nak), sepertinya kita harus banyak berdoa,” jawab Darno, mengelus pundak Selvi.Wajah Selvi semakin cemas, Dia takut jika Valencia tidak akan sadar. “Aku akan kesekolah, ingin ku temui siswa itu,” ungkapnya geram.Saat dia akan melangkahkan kaki menuju SMK Duta Karsa, salah satu perawat meminta di masuk ke ruangan Dokter. Akhirnya dia menuju ruangan Dokter, di buka pintu berwarna putih tulang. “Masuk Bu, silakan duduk,” ucap Dokter Ivan.“Bagaimana, kondisi anak saya Dokter? Apakah dia masih bisa sembuh?” tanya Selvi.“Alhamdulillah anak Ib
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments