Share

Part 06

—06—

Dave menghentikan mobilnya tepat di belakang mobil Clara. Ia keluar dari mobil sambil memakai kacamata hitam karena terik matahari tepat berada di atas kepalanya.

Otaknya terasa mendidih seperti hatinya saat ini. Ketika mendengar pengakuan omong kosong dari Clara yang berkeras bahwa wanita itu merasa telah bahagia tanpanya.

Terlihat Clara yang masuk ke rumah, membawa Anggie yang terus berceloteh menceritakan kegiatannya di sekolah. Sesekali bocah itu menyebut nama Dave yang begitu angkuh tak ingin bermain dengan teman lainnya.

Dave mengikuti dan memilih membiarkan Clara melakukan kegiatannya seperti biasa. Mengurus Anggie, dengan menyuruh bocah itu untuk mengganti pakaian. Sementara Clara hendak memasak makan siang mereka.

"Aku ingin bermain dengan teman perempuan ... tapi Dave dengan angkuhnya berkata, bahwa kami berisik. Dan dia ...."

"Okay, An. Simpan ceritamu untuk nanti. Sekarang, masuklah ke kamar dan ganti pakaianmu. Sementara Mom akan menyiapkan makan siang kita," ujar Clara. Menyela cerita Anggie, atau bocah itu tak akan berhenti sebelum selesai.

Anggie mengangguk patuh dengan cekatan melakukan tugas yang diberikan Clara. Wanita itu tersenyum bangga pada Anggie yang begitu pandai dan bisa mandiri.

Dave mengamati bocah bernama Anggie yang menaiki tangga menuju kamarnya. Lalu tatapannya beralih kepada Clara yang menatapnya.

"Duduklah di sana, aku akan buatkan kau minuman. Setelah itu, aku harus menyiapkan makan siang untuk kita."

Namun Dave bukan-lah Anggie yang dengan mudahnya akan menuruti perkataan Clara. Dave malah terkekeh saat Clara mengatakan dirinya akan memasakan makanan untuk Anggie.

"Apa aku tak salah dengar? Kau ... memasak?" tanya Dave seolah mengejek. Sambil terkekeh geli.

Clara memberikan tatapan sinis dan mengabaikan ejekan Dave. Ia memilih melangkah menuju dapur. Membiarkan Dave melihat sendiri apa yang sudah bisa ia lakukan.

Clara membuka mantelnya, dan mengikat asal rambutnya menjadi satu ikatan di tengah, lalu ia menggulung lengan bajunya dan mulai membuka kulkas untuk mengeluarkan bahan makanan yang ada.

Dave duduk di kursi tinggi dekat mini bar, memerhatikan Clara yang sungguh berbeda dari Clara yang dulu begitu manja. Kini wanita yang dicintainya itu sungguh terlihat keibuan dan begitu cekatan menggunakan pisau dan spatula untuk membuat makanan sederhana.

Clara melirik Dave yang sedikit tercengang menatapnya sedang mencincang bawang putih untuk menumis brokoli kesukaan Anggie.

"Kenapa kau hanya diam memerhatikanku? Kau tak percaya kini aku bisa melakukan semua hal yang dulu tak bisa kulakukan?" tanya Clara sambil menyombongkan kemampuannya saat ini.

Dave menatapnya sambil menyeringai. Turun dari kursi tinggi. Lalu melangkah menghampiri Clara yang terlihat sibuk dengan masakannya.

"Well ... kuakui kau sudah banyak berubah, Cla," kata Dave.

Ia melangkah semakin dekat menghampiri Clara yang terlihat hendak menghindar, tapi Dave menahan pergerakan wanitanya. Ia berdiri tepat di belakang Clara yang sedang mencuci brokoli untuk di rebus terlebih dahulu, sebelum menumisnya.

Dave meletakan kedua tangannya di sisi kiri dan kanan Clara saat wanita itu berbalik. Dengan menyandarkan kedua telapak tangannya ke wastafel alumunium yang menjadi satu dengan kitchen set lainnya.

"Namun aku yakin, sesuatu yang ada di dalam sini ...." Dave menunjuk bagian tengah dada Clara dengan jari telunjuknya.

Menjeda ucapannya untuk mendekatkan wajahnya ke wajah Clara. Memberikan tatapan intens sambil menurunkan tatapannya ke bibir seksi itu. Membiarkan wanita pendusta itu mencium aroma musk dan mint yang berpadu dari napas serta aroma tubuhnya.

Bibir Dave mendekat ke arah daun telinga Clara lalu berbisik, "Karena aku yakin, hanya ada diriku yang mampu mengisinya," desis Dave.

Meninggalkan sebuah kecupan lembut di tengkuk Clara setelah ia berhasil membuat wanita di hadapannya itu membeku dengan tingkahnya yang terlalu nekat dilakukan.

Namun sedetik kemudian Clara tersadar dan menjauhkan tubuh Dave menggunakan kedua tangannya. Sayangnya Dave begitu gigih untuk menggodanya.

"Jangan terlalu percaya diri, Dave! Aku bahkan telah melupakanmu. Jika tidak untuk apa aku menikah hingga memiliki anak," elak Clara.

Menatap Dave yang mendekatkan wajahnya, bahkan hidung mereka menempel dan napas keduanya saling menerpa wajah lawannya.

"Heh! Ucapan bisa membodohimu, Cla... tapi tidak dengan gestur tubuhmu!" tukas Dave.

Lalu mendaratkan sebuah ciuman ke bibir Clara, dan memagut bibir yang begitu ia rindukan ... menempelkannya dengan lembut lalu melumatnya secara perlahan seolah ia sedang merasai bibir manis yang dulu selalu memanggilnya. Membawa ciumannya semakin dalam dengan membiarkan lidahnya menyapukan bibir ranum Clara, lalu mencoba menerobos masuk untuk mengecap lebih dalam demi menyalurkan rasa rindu yang kian membuncah.

Dave menahan tubuh Clara, dengan memegang pinggang ramping itu dan membawanya menempel dengan tubuhnya.

Hah! Bibir ini ... Akhirnya, aku bisa merasainya lagi. Setelah empat tahun lamanya, my Cattie .... Dave membatin lirih.

Membuka matanya demi melihat wajah Clara yang ikut terlarut akan ciumannya.

Runtuh sudah, Cla ... Kau kalah! Kau memang menginginkan ini. Dan pagutannya terasa bergetar. Sama seperti dirinya... Aku juga merasakan getaran ini. Tubuhku seketika lemas, dan hampir terjatuh jika Dave tak menahan pinggangku. Clara membatin. Seolah menjawab ucapan hati Dave.

Bagaimana aku bisa berpaling darimu, sekalipun kebohongan sudah kukatakan. Jika hanya sebuah ciuman. Dengan mudahnya mampu meruntuhkan pertahananku.... Clara merutuki dirinya.

Kau ... Tak akan bisa berpaling dariku, Cla. Sekalipun kelakuanku dimedia menyakiti hatimu. Kau hanya tak tahu apa yang sebenarnya kulakukan dibalik semua itu, karenamu ... Lagi. Dave seolah membalas keluhan hati Clara.

Berbalut ciuman indah... Mereka terhanyut dalam decapan melalui pagutan yang bersatu saling membalas. Keduanya merasakan gelenyar yang aneh dari aliran darah yang naik ke atas kepala, seakan merespon gerakan bibir yang membuat jantung keduanya berdebar.

Hingga Clara tersadar saat mendengar langkah kaki yang mendekat ke arah dapur. Dengan akal sehat yang masih tersisa sedikit kesadaran ... Clara menarik diri, sehingga pagutan itu terlepas begitu saja.

"Berhenti menggoda Mommy-ku!" hardik suara Anggie.

Seketika Clara mendorong Dave hingga tersingkir dari hadapannya.

Bocah perempuan yang melihat aksi gila Dave itu melangkah sambil menghentakkan kakinya dengan wajah kesal karena melihat sang ibu diganggu oleh pria asing yang baginya begitu menyebalkan.

"Who are you?!" tukas Anggie.

Mendongakkan kepalanya menatap Dave nyalang, dan dengan berani menantang Dave yang terlihat mengerutkan keningnya. Lalu Dave berjongkok untuk menyamakan posisi tubuhnya dengan Anggie.

"Apa dia sungguh Ibumu?" tanya Dave.

Anggie mengangguk walau keningnya mengkerut keheranan.

"Well, kita belum berkenalan dengan benar. Aku Da—hm ... Aku Mose Williams. Panggil saja Mose," ujar Dave.

Mengingat bocah itu menggerutu tentang bocah laki-laki bernama Dave—teman sekolahnya yang menyebalkan. Dave tak ingin disama-samakan dengan bocah kecil itu.

"Siapa namamu?" tanya Dave.

"Aku Marshella Anggie Wesley," jawab Anggie.

Wesley? batin Dave bertanya.

Ia menoleh kepada Clara dengan kening berkerut. Namun Clara berbalik demi menghindari tatapan tanya dari Dave.

"Nama yang bagus," ujar Dave tersenyum tampan. Lalu ia berdiri, "ayo ... kita duduk di sini memerhatikan ibumu memasak sesuatu untuk kita makan bersama."

Dave mengangkat tubuh mungil Anggie untuk duduk di bangku mini bar bersamanya dan duduk di samping bocah tersebut. Membiarkan Clara melanjutkan kegiatan yang sempat diganggunya melalui ciuman lembut yang begitu menggetarkan hatinya.

Tangan Clara bahkan masih bergetar akibat efek dari pagutan yang diberikan Dave. Sangat membuatnya terganggu karena masih merasakan panas di bibir manisnya.

Clara tersenyum mendapati Dave yang mulai bertanya kepada Anggie. Berharap bocah itu tak mengatakan hal yang membuat Dave semakin curiga. Clara yang terbagi fokus mendengarkan celotehan Anggie bersama Dave, tak bisa konsentrasi dan mengangkat panci yang masih panas tanpa menggunakan sarung tangan.

"Ah!" pekik Clara, lalu meringis meniup telapak tangannya.

Sontak hal tersebut membuat Dave secara spontan meraih kedua tangan Clara dan meniupinya dengan perlahan. Clara memerhatikan tatapan panik yang terpancar dari netra mata abu milik Dave.

"Hati-hati ... obati tanganmu dengan krim luka bakar. Aku akan melanjutkan sisanya," ujar Dave.

Clara sedikit bergeming namun sekejap kemudian dia mengangguk. "Thanks," ujar Clara.

Lalu hendak melangkah mengambil kotak obat untuk mengambil krim yang dikatakan Dave.

"Ada bayarannya, Cla." Dave mulai melanjutkan masakan Clara. Dengan senyum mencurigakan tanpa menoleh sedikitpun kepada Clara yang menatapnya sinis.

"Mom, are you okay?" tanya Anggie dengan raut wajah khawatir.

"I'm okay, An. Thank you," jawab Clara dengan senyum menenangkan.

Lalu ia mengobati luka di telapak tangannya, dan bergabung dengan Anggie. Memerhatikan Dave melanjutkan masakannya yang terhenti.

"Mom ... apa Mose sungguh bisa masak?" tanya Anggie dengan polosnya.

Dave melirik ke arah dua wanita tersebut. Tatapannya bertemu dengan Clara yang juga meliriknya sambil terkekeh.

"Hm ... Mom tak yakin. Tapi semoga masakannya enak," jawab Clara.

Keduanya terkekeh geli dan menjadi pemandangan indah bagi Dave yang sudah menuangkan masakannya ke dalam piring.

***

Anggie hendak memasukan sepotong brokoli yang diambil dari atas piringnya.

"Hati-hati, An. Masih panas," ujar Dave memperingati.

Anggie mengangguk dan meniup-niupkan brokolinya terlebih dulu sebelum memasukan ke mulutnya.

"Good girl," puji Dave sambil mengusap-usap rambut bocah tersebut.

Clara tersenyum menatap kehangatan dari sikap Dave kepada Anggie. Sungguh ia bersyukur untuk itu. Tidak seperti pemikirannya selama ini, bahwa Dave akan membenci anak tersebut karena membuatnya berpisah dengan Clara.

Diluar ekspetasinya selama ini, Dave seolah menerima kehadiran Anggie dikehidupannya saat ini, walau ia belum menjelaskan apapun; siapa Anggie dan bagaimana bisa ia mengingkari janji dan malah membual tentang kehidupannya saat ini.

Clara berpikir selama ini, Dave akan marah dan meninggalkannya langsung tanpa mau mendengar penjelasan sama sekali saat melihat Anggie bersamanya.

Namun Pria itu malah penasaran dan dengan sikap dewasa yang dimiliki Dave sejak dulu. Pria itu rela menunggu dirinya sampai siap menjelaskan semuanya, walau kebohongannya tetap akan terungkap.

Dan mengingat kebohongan itu, ia harus mengabari ayah Anggie untuk membantunya kali ini. Ia rela memohon agar pria menyebalkan itu mau membantunya untuk membuat Dave percaya.

Clara mencoba mengirimkan pesan kepada ayah Anggie, agar bisa diajak kerjasama untuk membohongi Dave.

To : Anggie's Dad

[Dave menemukanku ... bantu aku untuk mengatakan bahwa Anggie anak kita. Dia sudah di rumah.]

Clara mendongak dan terkejut saat Dave menatapnya menyelidik, Clara menyembunyikan ponselnya kembali ke saku celananya dan berdeham, lalu meminum air bening dari gelas miliknya.

"Mom tak makan?" tanya Anggie.

"Hm ... Mom masih kenyang. Kau saja sayang," jawab Clara lalu tersenyum sambil mengusap pipi Anggie yang menyembul penuh dengan brokoli.

"Hati-hati sayang, nanti kau tersedak," tutur Clara menimpali.

Lalu dia kembali menatap Dave yang menatap kagum padanya, tatapan itu masih sama seperti waktu yang lalu. Tatapan teduh yang menyejukkan hatinya setiap kali masalah datang kedalam hidupnya. Seketika rasa hangat menjalar hingga ke hatinya.

"Kenapa kau menatapku begitu?" tanya Dave memahami tatapan kagum Clara kepadanya.

Seketika Clara tersentak, dia salah tingkah dan disaat yang sama, ponselnya berdering seolah menyelamatkannya dari pertanyaan Dave.

"A-aku akan menjawab teleponku," pamit Clara.

Melangkah ke halaman belakang rumahnya. Lalu menutup pintu kaca yang membatasi ruang makan dan halaman belakang rumah tersebut.

Sementara Dave kembali menatap Anggie yang hampir selesai menghabiskan makanannya, lalu bocah itu menenggak minuman dan mengucap syukur atas makanannya siang itu.

"Kau sudah kenyang?" tanya Dave.

Anggie mengangguk. "Apa kau sungguh teman Mom?" tanya Anggie.

Dave mengangguk pasrah sebelum semuanya jelas. Dia tak ingin membuat anak seusia Anggie harus ikut terseret memikirkan masalahnya dengan Clara.

"Iya ...  Bukankah tadi kau sudah bertanya," kata Dave.

Anggie menoleh ke arah ibunya, lalu menunduk sambil bergumam. "Kau terlihat dekat dengan Mom, sementara Mom begitu menjaga jarak dengan Dad. Kau bahkan memeluk ibuku saat baru tiba, lalu tadi ..., kau menciumnya," cicit Anggie.

Terdengar takut jika ia salah bicara.

"Kau melihatnya?" tanya Dave mengernyit.

Anggie mengangguk dengan perlahan. "Sedikit, ketika Mom mendorongmu," ujar Anggie.

"Aku tak pernah melihat Mom dan Dad saling mengecup dan memeluk seperti yang dilakukan orang tua lain pada umumnya. Mom bahkan memilih tidur denganku, dibandingkan dengan Dad," ungkap Anggie berceloteh.

Membuat kerutan di kening Dave semakin dalam, sambil melirik Clara yang terlihat sedang berargumen dengan seseorang yang meneleponnya.

"Benarkah begitu?" tanya Dave.

Anggie kembali mengangguk dengan ragu. Wajahnya terlihat murung sambil menatap Clara yang mencoba tersenyum kepadanya.

"Aku ... takut. Grandma mengatakan, aku bukan anak Mom. Tapi, kata Mom dan Grandpa serta Grandma yang berada di Manhattan ... Aku anak Mom dan Dad," ungkap Anggie.

Terlihat gurat kesedihan di wajah polosnya yang murung, mengingat ucapan sang nenek.

Nenek mana yang dengan teganya mengatakan hal menyedihkan seperti itu kepada bocah seusia Anggie. Dampaknya membuat anak itu memikirkan hal yang tidak seharusnya menjadi beban pikiran bocah tersebut.

"Siapa nama Grandma yang mengatakan kau bukan anak ibumu?" tanya Dave semakin penasaran.

"Grandma Victoria," jawab Anggie.

"Victoria?" gumam Dave semakin dalam kerutan di keningnya.

Tatapannya langsung terarah kepada Clara yang masih mondar-mandir sambil memijat kepalanya. Dave menggeleng tak percaya... dia kembali menatap Anggie yang terus menatap Clara.

Ini tak mungkin, apa Victoria yang dimaksud Anggie adalah ibuku? Dan kalau tidak salah dia juga ibu dari ... No! Jangan sampai pemikiranku benar! Dave mengelak dalam hatinya, jika yang dikatakan Anggie benar, dan dugaannya benar. Semuanya sungguh mustahil.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status