Share

Meikha

Meikha baru saja turun dari sebuah bus. Dia melangkahkan kakinya keluar terminal bus antar kota itu. Dia terlihat kebingungan. Karena untuk pertama kalinya dia datang ke Kota Jakarta. Dan sama sekali dia tak punya tujuan.

Statusnya sebagai seorang residivis membuat Meikha harus keluar jauh dari kota halamannya. Dia tidak mau ada seorang pun yang mengenalinya dan kembali lagi menghakiminya sebagai seorang penipu.

Dan sekarang dia sudah berada di Kota Jakarta. Dia berharap di kota ini, tidak akan ada orang yang mengenalinya. Dia tidak ingin ada orang yang mengenalinya sebagai gadis penipu atau gadis kriminal.

Langkah pertama yang harus Meikha lakukan adalah mencari kamar sewa yang paling murah. Karena dia hanya punya sedikit uang tabungan untuk menyewa kamar sebulan atau dua bulan sebelum dia memiliki sebuah pekerjaan

Meikha menyeret kakinya yang sudah lelah berjalan kaki. Di tangannya secarik kertas dia tenteng sambil tak henti seluruh matanya menyapu jalanan mencari nama jalan yang tertera di sebuah kertas yang ia bawa. Sebuah alamat rumah yang dia cari. Alamat itu adalah sebuah rumah yang ia catat sebelumnya dari sebuah iklan di koran. Sebuah tempat yang biaya sewa per bulannya sangat murah.

‘Gile bener, ini sebenarnya alamatnya ada di negeri ini, apa di negeri antah berantah, dari tadi muter kagak ketemu-ketemu,’ sungut Meikha duduk di trotoar jalan sambil memijit kakinya yang pegal. Belum pundaknya terasa pegal karena membawa ransel berisi barang-barangnya. Penampilan Meikha dengan barang bawaannya mirip anak pecinta alam yang nyasar di jalanan ibu kota bukan di hutan.

Kriuk.

Suara perut Meikha yang dari tadi pagi belum diisi semakin menagih. Sejak sampai di terminal bus tadi, dia hanya sempat minum sebotol air mineral. Dan belum sepotong makanan pun yang masuk ke dalam perutnya. Meikha kemudian menoleh ke arah sekitarnya mencari sebuah kios tempat makan atau pedagang kaki lima yang mangkal di sekitar dia duduk. Dari ujung perempatan, dia bisa melihat satu gerobak penjual bakso yang mangkal di perempatan itu. Meikha pun bangkit dari duduknya dan menuju ke sana untuk mengisi perutnya dengan bakso.

"Bang, bakso campur satu ya, dan jangan lama!" pesan Meikha kemudian langsung menghempaskan pantatnya di bangku panjang yang menghadap meja panjang juga. Meikha kemudian  melirik-lirik pelanggan bakso yang lain yang sedang makan juga. Iseng sambil menunggu pesanan baksonya datang. Dia melihat tembok pagar tinggi yang menjadi pembatas tempat mangkal bakso itu. Berbagai brosur dan poster berbagai macam bentuk tertempel di sana. Meikha pun membaca semuanya sambil menunggu pesanan baksonya yang belum datang. Dia melihat-lihat, barangkali ada lowongan kerja yang cocok untuknya. Sebenarnya banyak keahlian dan keterampilan yang dia dapat di dalam Lapas selama dua puluh bulan di Lapas. Menjahit, menganyam, membatik, dan membuat berbagai macam kerajinan dari bambu dan bahan-bahan bekas. Tapi tak ada satu pun iklan lowongan kerja di sana. Mungkin Meikha harus memberi koran terbaru lagi untuk mencari lowongan kerja di Jakarta.

Sebenarnya Meikha mempunyai otak yang cerdas dan lumayan jenius, namun karena dia tidak mempunyai orangtua, ibu Panti tidak bisa membiayai kuliah Meikha. Jadi Meikha pun tak bisa melanjutkan pendidikannya sampai sarjana.

Setelah lulus SMA, Meikha langsung mencari kerja. Tetapi rupanya mencari kerja tanpa jaminan uang dan keahlian sangatlah susah. Lulusan SMA sepertinya hanya bisa bekerja di sebuah pabrik atau sebagai karyawan toko. Tapi Meikha setiap dia melamar pekerjaan, dia harus menyerahkan uang jaminan kerja yang sama sekali dia tidak punya.

Oleh karena itu, Meikha akhirnya hanya bisa menjadi seorang gadis penipu. Itu pun awalnya dari ketidaksengajaan Meikha menemui salah seorang ibu muda yang meminta bantuannya untuk berpura-pura sebagai pembeli barang imitasinya supaya menarik minat orang lain. Dan dari situlah, pengalaman dia sebagai seorang penipu dimulai.

Semangkok bakso kini sudah berada tepat di hadapannya. Tanpa menunggu lama, Meikha segera menyantapnya baksonya yang sebelumnya sudah dia campur dengan berbagai tambahan saos kecap, sambel dengan beberapa takaran sendok. Meikha memang juara makan pedas.

"Gila cantik bangeet tuh cewek, gue seneng liat cara dia makan ... lihat ...lihat!" Beberapa anak SMA tampak memperhatikan Meikha yang sedang menyantap bakso super pedesnya.

Salah satu dari mereka ada yang mengabadikan saat Meikha menyantap baso itu. Mereka tidak menyangka kalau ada seorang cewek cantik makan baso super pedas super cuek seperti itu. Biasanya yang sering mereka lihat cewek cantik kalau sedang makan di depan umum akan terlihat anggun dan kalem.

Meikha yang begitu lahap makan baksonya karena memang sedang kelaparan cuek saja anak SMA itu memotret dan mengambil videonya saat makan. Setelah menghabiskan bakso pedasnya yang hanya memakan waktu tidak lebih dari lima menit, Meikha kemudian meminum air botol mineral sekali teguk. Dan membuat anak-anak SMA itu semakin heboh karena cara Meikha minum jauh dari kata anggun.

Meikha kemudian bangkit dan mengambil ransel beratnya. Lalu dia menghampiri kumpulan anak SMA itu. Mereka menjadi kaget karena Meikha sudah berada duduk di antara mereka.

"Eh Ka-Kakak ada apa duduk di sini?" tanya salah satu dari anak SMA itu. Seorang gadis cantik berambut pendek itu terlihat gugup.Karena takut kalau Meikha mengetahui kalau dia sudah memoto dan memvideonya diam-diam.

"Kalian tahu tidak kalau seseorang mengambil foto diam-diam tanpa izin dan  berniat mendistribusikannya di media sosial bakal terjerat Pasal 43 Undang-Undang ITE dan sanksinya lumayan lho, bisa kena sanksi penjara dan denda 4.5 juta rupiah," kata Meikha dengan cuek memandang satu per satu wajah mereka yang mulai kelihatan menegang.

"Ma-maaf Kak, kami hanya iseng. I-iya ini bakal kami hapus!" seru gadis yang berambut pendek itu ketakutan lalu berniat menghapusnya.

"Tidak usah, Kakak hanya ngasih tahu aja, kalau cuma buat iseng dan disebar it's okay, tapi sebagai gantinya kalian harus bayar bakso yang tadi Kakak makan, deal!" kata Meikha sambil menepuk bahu pelajar itu.

"A-apa Kak, bayarin ... eh ..eh kalian bawa duit lebih kagak?" tanya gadis itu mulai panik dan malah nodong ke teman-temannya yang lain.

"Oke, thanks ya!" Meikha kemudian pergi dari tempat jualan bakso itu.

"Bang, bakso yang tadi mereka yang bayar!"kata Meikha cuek dan berjalan santai meningggalkan abang tukang bakso yang langsung menatap keji pada anak-anak SMA yang sedang sibuk mengeluarkan recehan mereka untuk patungan membayar bakso yang sudah dimakan Meikha tadi.

Setelah jauh dari gerobak bakso tadi. Meikha menarik napas panjang.

"Pffuhhh .... akhirnya bisa makan gratis, jadi jatah makan siang gua aman hari ini, hihihihihi .... ada untungnya juga gua punya wajah yang menarik," kata Meikha narsis menepuk-nepuk wajah cantik alaminya yang entah dia dapat dari siapa dan dari mana. Karena dia tidak tahu rupa kedua orangtuanya itu.

Karena perutnya sudah diisi, langkah Meikha sedikit bertenaga, meskipun hanya makanan yang tidak baik sebenarnya di saat dia harus makan makanan yang lebih baik dan bergizi dibandingkan makanan junk food tadi.

Dan Meikha masih kebingungan mencari Jalan Kelapa Puan IV. Andai dia punya sebuah ponsel, mungkin dia sudah bisa pake maps.

Meikha tidak patah semangat, dia pun harus bisa menemukan alamat itu walau bagaimana caranya. Tak segan dia harus bertanya pada seseorang di jalan. Sampai pada akhirnya, Meikha menemukan alamat itu. Sebuah rumah dengan halaman yang luas berpagar besi yang tidak terlalu tinggi, dan di gerbang rumah itu terdapat plang papan bertuliskan "TERIMA KAMAR SEWA UNTUK GADIS".

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status