Share

Pengangguran

"Na ... Natha?" Kenzie nampak kesulitan menelan salivanya sendiri. Ia bahkan mengulangi perkataan lelaki yang ada dihadapannya dengan terbata. 

"Dimana Adikku? Maaf saya lancang. Perkenalkan saya Alvin, Kakak kandung Natha. Saya sudah mendengar semua dari Ayah saya," penglihatan Alvin mengedar berusaha menerobos ke dalam kamar Kenzie, sambil mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Kenzie.

"Saya Kenzie, maaf kami sudah membuat masalah. Sebaiknya kita bicarakan masalah ini diluar saja." Kenzie buru-buru menutup pintu kamar, ia menyadari gerak-gerik Alvin yang berusaha mencari keberadaan Natha.

Tingkah Kenzie, membuat Alvin curiga. "Apa dia ada di dalam?" Perkataan Alvin membuat Kenzie kaget dan membulatkan matanya dengan sempurna.

"Sebaiknya kita bicarakan di tempat lain saja." Kenzie berusaha membujuk Alvin agar mau meninggalkan kamar hotel miliknya.

Alvin hanya menurut dan mengekor dibelakang Kenzie, entah lelaki itu akan membawanya kemana?

Langkah kaki mereka terhenti tepat di taman belakang hotel itu. 

Pandangan Alvin tak lepas dari Kenzie, bahkan matanya terus saja melihat semua yang ada pada diri Kenzie dari atas hingga bawah.

"Ehmm ... " Kenzie yang merasa tidak nyaman, ketika diperhatikan dengan intens.

"Umur dan pekerjaan?" Alvin langsung memberondongi pertanyaan kepada Kenzie.

"27 tahun, saya tidak bekerja." Kata Kenzie dengan santai.

"Apa? Kamu pengangguran?" Alvin memekik saat mengetahui suami dari adiknya tidak bekerja.

"Saya memang tidak bekerja, tapi anda tenang saja. Jika hanya menafkahi dan membiayai kuliah Natha sampai S-3 saya masih sanggup." Kata Kenzie dengan santai.

Alvin semakin bingung dengan yang dikatakan oleh Kenzie.

Pengangguran?

Nafkah?

Kuliah?

S-3?

Apa lelaki yang ada di hadapanku ini waras? Pikiran liar Alvin mulai berkelana kesana kemari. Ia terus menghujani tatapan mengintimidasi kepada Kenzie.

Adikku yang malang, kenapa nasibmu tidak pernah beruntung. Bahkan menikah pun harus dengan cara yang memalukan. Lihatlah lelaki yang penampilannya sangat acak-acakan ini.

Alvin semakin gusar memikirkan nasib adiknya kedepan.

"Kenapa? Anda tidak yakin dengan perkataan saya?" Kenzie mengernyitkan dahinya, melihat raut wajah Alvin yang berubah, seketika mendengar dirinya tak bekerja.

"Anda jangan bercanda, ini masalah serius. Saya tidak ingin adik saya jatuh kepada pria yang salah." Alvin berusaha menjelaskan keinginannya. 

Ya kali, masak aku kasih adikku sama pengangguran kayak gini. gejolak di dalam hati Alvin semakin membuatnya tak karuan.

"Baiklah-baiklah, sebenarnya saya memang tidak pernah bekerja. Saya akan menjelaskannya. Semoga anda bisa faham, apakah anda sudah siap mendengarnya?" Kata Kenzie

"Silahkan, saya akan mendengarnya."

"Apakah anda tau, perusahaan IT yang bergerak di bidang game?" 

"Perusahaan game yang mana? Perusahaan game kan banyak!" Kata Alvin.

"NT CORP, anda tau itu?"

"Iya, saya tau. Banyak sekali game yang telah diluncurkan baru-baru ini oleh perusahaan itu. Tunggu, apa hubungannya dengan anda?" Alvin mulai penasaran.

"Saya adalah CEO sekaligus pemilik perusahaan itu."

GLEG

Pemilik?

CEO?

Apa lagi ini Alvin?

Mana ada CEO berpenampilan seperti ini.

Seandainya aku mampu mengeluarkan kata itu. 

Alvin bahkan bersusah payah menelan salivanya sendiri. Mencoba mencerna perkataan yang keluar dari mulut Kenzie. 

"Kenapa, anda masih tidak percaya? Silahkan datang langsung ke perusahaan dan temui pria yang bernama Kevin Julian. Mungkin dia bisa menjelaskan lebih detail mengenai siapa saya. Jujur saja, saya bukan type orang yang suka bertele-tele."

Kenzie mengatakan dengan penuh ketegasan. Ia mengulurkan sebuah kartu nama kepada Alvin.

Alvin menerima kartu itu dengan wajah yang masih tidak percaya. 

"Sesulit itukah, orang mempercayai bahwa aku adalah CEO." Gumam Kenzie.

Kenzie mulai bosan dengan orang-orang yang selalu melihatnya hanya melalui penampilannya saja. Keseharian Kenzie, hanya mengenakan celana jeans robek-robek sampai ke lutut dan t-shirt sehari-hari, kaca mata tebal ditambah rambut gondrong sebahu yang menutupi sebagian wajahnya. Bahkan orang akan mengira dirinya hanya gembel yang luntang-lantung tak jelas.

Kenzie memang tidak pernah terjun langsung dalam urusan pekerjaanya, dia selalu mengandalkan Kevin dan bersembunyi dari balik layar. Namun otaknya yang genius, dari balik layar pun bisa mengendalikan perusahaan raksasa yang dia miliki.

"Oh ... satu lagi. Sekarang Natha sudah resmi menjadi istri saya. Apapun yang menyangkut dengan Natha, semua sudah menjadi tanggung jawab saya. Saya bukan laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Ketika saya sudah membuat keputusan saya akan menjalankannya dengan sungguh-sungguh. Begitupun dengan pernikahan. Jangan khawatir dengan adik anda. Saya akan menjaganya!"

"Saya pegang kata-kata anda Tuan, seorang lelaki harus menepati apa yang keluar dari mulutnya." Alvin menatap Kenzie dengan tatapan yang mematikan.

"Ingat! jangan suka menilai orang hanya dari tampilan luarnya saja. Dan tolong rahasiakan pekerjaan saya dan identitas saya dari Natha. Biarkan dia tau saya yang seperti ini." Kali ini Kenzie mengatakan dengan penuh permohonan.

"Tolong jaga adik saya, mungkin akan banyak masalah yang akan dia buat kedepannya. Dia bukan gadis biasa seperti remaja pada umumnya. Jangan heran, jika sewaktu-waktu anda mendapatkan panggilan mendadak. Yang pasti saya sudah memberikan peringatan kepada anda" 

"Saya akan mengurusnya. Anda tenang saja!" Kenzie .engatakan dengan penuh percaya diri.

"Baiklah sampaikan salam saya kepada Natha, saya akan kembali karna besok saya ada jadwal kuliah pagi." Alvin mengulurkan tangan dan langsung diterima oleh Kenzie. Alvin pergi meninggalkan Kenzie yang masih berdiri di taman belakang sambil menampilkan smirk-nya.

**

Setelah pertemuan dengan Alvin, Kenzie kembali ke kamar miliknya. Dia mendapati sang istri sudah tertidur dengan pulas diatas kasur king size miliknya.

Kenzie mendekatkan dirinya kepada Natha, ia merapikan anak rambut yang menutupi wajah Natha. Kemudian menaikkan selimut sampai ke perut Natha.

"Cantik! Mimpi indah ya Nath." Lirih Kenzie.

"Enghh ... " Natha tiba-tiba menggerakkan tangannya, pergerakannya mengenai wajah Kenzie. 

PLAK!

Tamparan keras mendarat di pipi mulus milik Kenzie, wajah putihnya berubah menjadi merah. Kenzie memegangi pipinya yang terasa panas karena ulah Natha. Ia pergi meninggalkan Natha dan kembali tidur di sofa.

"Dasar perempuan bar-bar, bahkan saat tidur pun masih saja buat orang celaka," ingin sekali rasanya Kenzie mengumpat. Namun, apalah daya wanita yang ada di seberangnya sekarang telah menyandang status sebagai istrinya. 

Kenzie mengambil laptop miliknya dan mulai menyalakannya. Ia masih penasaran bagaimana bisa Alvin menemukannya?

Dengan otak encer miliknya ia langsung mengetahui penyebab Alvin bisa mengetahui lokasinya. Hanya bermodal laptop dan ponsel milik Natha, yang bahkan memakai pasword ia bisa membukannya dengan mudah.

Kenzie mulai mendekati Natha lagi, ia memperhatikan dengan seksama mencari sesuatu yang menyebabkan keberadaan mereka bisa terlacak. Penglihatannya terhenti pada kalung yang dikenakan oleh Natha. Kenzie meraih liontin kalung milik Natha, dengan perlahan memperhatikan dengan seksama lalu meletakkannya kembali.

Setelah mengetahui sumber masalah Kenzie kembali lagi ke sofa ia melanjutkan pekerjaan yang memang selalu dia kerjakan di malam hari.

Memeriksa email yang dikirim oleh asistennya. Kenzie memang bukan orang yang mudah untuk di jumpai, apalagi jika di kantor. Bahkan belum tentu dalam 6 bulan dia menginjakkan kakinya di perusahaan miliknya itu.

Semua perkerjaan selalu Kevin yang menyelesaikannya. Sementara Kenzie yang tak ingin dirinya terekspose memilih untuk bersembunyi di balik layar. Berlindung dibalik Kevin yang berperan sebagai tameng untuknya. Agar dia terbebas dari urusan-urusan meeting.

Setelah merasa lega ia pun memutuskan untuk tidur mengarungi alam mimpi miliknya. 

Ting!

Ting!

Notifikasi dari ponsel Natha membuat Kenzie membulatkan kedua matanya. 

"Ck ... siapa lagi sih?" Buru-buru Kenzie membuka ponsel milik Natha memastikan siapa yang mengiriminya pesan selarut ini. Waktu telah menunjukkan pukul 11.59 malam.

Angga

[Woy ... Nath, kemana aja lo? Seharian nggak ada kabar. Gue tunggu di tempat biasa. Anak-anak udah pada nungguin. Malam ini hadiahnya 10 juta. Yakin lo gak mau ikut?]

"Angga? Hadiah?" Kenzie nampak bingung, dia langsung meletakkan kembali ponsel milik Natha lalu melanjutkan tidurnya.

Namun rasa penasaran Kenzie membuatnya tak bisa memejamkan matanya dengan tenang. Fikirannya melayang entah kemana.

"Apa yang biasanya dia kerjakan dimalam hari seperti ini? Mencurigakan. Besok dia harus menjelaskannya kepadaku. Eh ... kenapa malah aku jadi kepikiran sih?"

Kenzie mengacak-acak rambutnya lalu kembali memejamkan matanya. 

"Bisa-bisanya dia tidur dengan begitu pulasnya. Manusia macam apa gadis itu?" Bukannya tidur Kenzie malah terkena insomnia dia mulai duduk dan membuka kembali laptopnya dan mulai bermain dengan keyboard lalu mulai mengotak-atiknya.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Karena terlalu asik dengan game, Kenzie sampai lupa bahwa dirinya sudah terlalu lama bermain. Rasa ngantuk yang menyerang hingga tak kuasa ia menahannya. Akhirnya ia tertidur dengan laptop yang masih menyala. 

Bersambung ...


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status