Share

02 • Pelayan.

Sekarang William berjalan menuju ruangan ayahnya, bersama kedua adiknya di samping kanan dan kirinya.

Ada perasaan gugup bercampur senang di hatinya, karena ini adalah pertama kalinya dari sekian lama dia tidak dipanggil oleh ayahnya.

Setelah beberapa saat, sekarang William berdiri didepan pintu salah satu ruangan. Itu adalah ruangan ayahnya.

Saat William ingin membuka pintu. Tangannya entah mengapa terasa sangat berat. 

Lisbet dan Richard yang berada disebelah William, sekarang melihat ekspresi rumit William yang berdiri diam di depan pintu, dengan tangan yang hampir menyetuh gagang pintu.

Keduanya melihat wajah pucat pasi William, yang seperti seseorang sedang merenung dan memikirkan sesuatu yang berat.

"Kakak... kakak tidak apa-apa?" tanya Lisbet dengan khawatir sambil menarik-narik lengan baju William.

Mendengar suara Lisbet, William tersadar.

"E, Ah, ya, ti-tidak, aku tidak apa-apa," jawab William dengan gugup.

Richard melihat kakaknya yang gugup untuk pertama kalinya. Dan dia hanya diam melihat kakaknya dengan wajah khawatir.

"Haa... huuff... " 

William pun berusaha menenangkan dirinya dengan cara menarik nafas dalam-dalam, dan menghembuskan nya perlahan.

Setelah William merasa sedikit tenang. William mengajak kedua adiknya masuk.

"Maaf, ayo masuk," ajak William.

" " Um," " balas keduanya Sambil mengangguk.

William membuka pintu ruangan ayahnya. Pintu itu hanyalah pintu biasa tidak ada yang spesial. Tetapi itu tetap terasa seperti lsangat berat baginya.

Ketika William membuka pintu, dia melihat ada empat orang di dalam.

Seorang pria paruh baya dengan tatapan lelah, sedang duduk sambil melihat dokumen di atas mejanya. Dia memiliki rambut berwarna abu-abu sama seperti warna rambut adiknya Lisbet. Dia adalah Desir Van Bramasta, dia adalah raja kerajaan Brama. Yang juga adalah ayah kandung William.

Sedangkan Pria tua berambut putih yang berdiri tepat di sampingnya adalah perdana menteri Rustar Van Rastain.

Dan dua lainnya yang berdiri di samping depannya ayahnya adalah pria menggunakan pakaian kesatria dan wanita yang berpakaian pelayan.

Ketika William melihat kearah kesatria dan wanita pelayan, William penasaran, siapa mereka.

Itu karena William belum pernah melihat dan berpapasan dengan mereka berdua di istana.

"Ayah, apa ayah memanggil kami?" tanya William.

Mendengar suara itu Desir memandang ke arah suara."Hm?" Walau dia tau dari siapa sumber suara itu berasal. "Oh Richard, Lisbet." sahut Desir.

Desir tidak menyebutkan nama William sama sekali.

"Ya ayah," jawab Lisbet pelan.

"..." Richard hanya diam dan tidak menjawabnya sama sekali.

'Jadi begitu,' batin William.

William hanya diam seolah tidak memperdulikannya. Sebenarnya William sudah menduga, bahwa akan seperti ini.

'Bodohnya aku sampai bertingkah gugup seperti tadi,' batin William.

Terlihat mata William yang sambil tersenyum sedih. Dia seharusnya tahu, tidak mungkin ayahnya akan memanggilnya. Jelas itu hanyalah kebodohannya yang percaya dengan perkataan pelayan itu.

Merasa dirinya hanya diabaikan  William berpikir untuk segera meninggalkan ruangan.

William juga tidak ingin kedua adiknya melihatnya diperlakukan seperti ini.

"Kalau begitu Yang Mulia, saya sudah mengantar Pangeran dan Putri, jadi saya mohon undur diri," ucap William sambil menunduk, berpamitan kepada ayahnya.

" "Kakak!" " keduanya tersentak kaget, karena mendengar kakaknya yang tiba-tiba berpamitan.

William hanya tersenyum ke arah adik-adiknya dan berbalik. Saat dirinya berjalan ke arah pintu untuk keluar,-

"Tunggu William!" Desir memanggilnya.

Mendengar itu, William berbalik dan memandang ke arah ayahnya. Tidak ada jawaban dari mulut William, dia hanya menoleh dan diam.

Saat itu Desir memperkenalkan Kesatria dan Wanita pelayan itu kepada William.

"William, Mereka adalah Reny dan Lilia, mereka yang akan bertugas untuk mengawal dan menyiapkan semua keperluan mu mulai sekarang," kata Desir.

William bingung maksud dari perkataan ayahnya. Mengapa tiba-tiba dia memperkenalkan mereka berdua kepadanya.

Ketika William memandang ke arah kedua orang itu, mereka tersenyum ke arahnya.

Lalu mereka memperkenalkan diri mereka secara bergantian.

"Pangeran, perkenalkan nama ku Reny. Mulai sekarang saya akan bertugas untuk mengawal dan menjaga mu Pangeran. Jadi saya berharap Pangeran menerima saya sebagai pengawal dan penjaga Pangeran."

*Pria kesatria itu namanya adalah Reny. Dia memiliki rambut berwarna cokelat dan berumur 29 tahun, dengan tinggi kisaran 180 cm. Dia mengenakan pakaian khas kesatria dengan pedang panjang bermata dua yang terikat di pinggang kanannya.*

"Pangeran, perkenalkan nama saya Lilia, saya yang akan bertugas menyiapkan keperluan keseharian mu pangeran, saya juga berharap pangeran mau menerima saya." 

*Sedangkan wanita pelayan ini bernama Lilia. Dia seorang wanita dengan rambut pirang sepundaknya. Dia memiliki tinggi 160 cm dan berumur 25 tahun, dia sekarang berpakaian seperti pelayan pada umumnya.*

'Ada apa ini? Mengapa tiba-tiba?!' batin William.

"E-um, Aku senang kalian mau jadi pelayan dan kesatria ku." ucap William dengan perasaan tidak enak. "Tapi, aku tidak membutuhkan pelayan dan pengawal. Jadi aku minta maaf." ucap William dengan wajah sedikit menyesal.

Lilia dan Reny kaget mendengar penolakan William.

"Pangeran?!" Reny kaget.

"Tapi, Pangeran?!" Lilia kaget.

Melihat ekspresi wajah Lilia dan Reny yang terlihat kaget dan sedih. Sekali lagi William meminta maaf kepada keduanya.

"Terima kasih, dan juga maafkan aku," ucap William dengan penuh penyesalan.

William berpikiran, bahwa dia selama ini sudah terbiasa melakukan keperluannya sendiri. Jadi dia merasa bahwa dia tidak perlu pengawal dan pelayan.

"William, ini adalah perintah dari ku, jadi terimalah!" Desir dengan nada tegas.

Ketika William mendengar ayahnya berkata seperti itu, William kaget. Dia hanya tidak bisa mempercayai bahwa ayahnya melakukan ini untuknya.

"Ta-tapi," ucap William dengan nada pelan.

"Kakak, bukankah sebaiknya kakak menerima mereka, kakak pernah memberitahuku bahwa tidak baik menolak kebaikan orang lain, benar kan, Kak?"

Richard mengatakan itu kepada William, yang dilihatnya sangat ragu dalam mengambil keputusan.

"Um," Lisbet mengangguk, membenarkan apa yang Richard katakan.

"William!" Desir memanggil William, seolah meminta jawaban dari William.

Setelah mendengar apa yang Richard katakan, dia hanya tak menyangka bahwa dia bisa lupa dengan apa yang dia ajarkan kepada adik-adiknya.

William menoleh, memandang Reny dan Lilia.

"Kalau begitu, Reny, Lilia, mulai besok saya akan ada dalam perawatan kalian," ucap William.

" "Terima kasih Pangeran!" "

Reny dan Lilia menunduk ke arah William mengucapkan terima kasih dengan senang.

Tetapi bagi William, ada sesuatu yang rumit dirasakannya, entah apa itu.

Merasa sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, William berpamitan kepada Desir untuk meninggalkan ruangan.

"Kalau begitu, saya izin pamit, Yang Mulia," ucap William sambil menunduk hormat.

Desir hanya diam tidak menjawabnya.

Dengan begitu, William pun pergi meninggalkan ruangan.

★★★

Sekarang yang tertinggal di dalam ruangan hanya tersisa enam orang.

Karena keheningan terjadi setelah kakaknya meninggalkan ruangan. Richard pun berpamitan kepada ayahnya untuk ikut meninggalkan ruangan.

"Kalau begitu ayah, saya juga izin pamit," ucap Richard.

Seolah takut di tinggal Richard, Lisbet merespon dengan cara polosnya sendiri.

"A-aku juga," sambung Lisbet.

Mendengar itu, Desir memandang kedua anaknya, yang juga sekaligus membuatnya tersadar dari pikirannya beberapa saat yang lalu.

Tidak ada yang tahu apa yang dia pikirkan, kecuali perdana menteri yang ada di sebelahnya, yang seperti paham tentang apa itu.

"Tunggu Richard, Lisbet. Ada yang ingin aku sampaikan kepada kalian berdua," kata Desir.

Karena penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan ayahnya, Richard bertanya kepadanya.

"Jadi apa itu, Ayah?" tanya Richard.

Seolah mengetahui situasi, saat itu Reny dan Lilia yang berada di tempat itu, meminta izin untuk meninggalkan ruangan.

Reny sambil menunduk. "Kalau begitu, saya mohon pamit Yang Mulia."

Lilia pun berpamitan. "Begitupun dengan saya juga, memohon undur diri Yang Mulia." 

"Tidak! Setelah ini ada yang ingin aku bicarakan kepada kalian berdua," balas Desir.

Mematuhi perintah tuannya, Reny dan Lilia merespon secara bersamaan.

" "Baik, yang mulia," " sahut Lilia dan Reny dengan patuh.

Desir memanggil perdana Menteri Rustar, yang berdiri ada disampingnya.

"Rustar," panggil Desir.

"Baik yang mulia," sahut Rustar sambil mengangguk hormat ke arah Desir.

Lalu melanjutkan.

"Pangeran Richard dan Putri Lisbet, dua tahun lagi pangeran dan putri akan mulai menghadiri sekolah, jadi sampai waktu itu, Pangeran dan Putri akan mengikuti pelatihan pendidikan setiap hari, sampai hari keberangkatan," jelas Rustar.

Mendengarnya, Richard hanya menanggapi itu dengan tatapan tajam kearah perdana Menteri.

Sedangkan Lisbet yang ada sampingnya menunjukkan wajah cemberut dan sedih.

Richard tau apa yang ada di pikiran adiknya.

Richard dengan wajah santai."Jika memang itu. Baik, ayah saya akan lakukan, karena tidak mungkin bukan, jika aku menolaknya? dan juga." Richard manajamkan tatapannya. "Saya berharap tidak ada maksud lain dari hal ini."

Lisbet yang di sebelahnya hanya bisa kaget bertanya, dan tidak percaya dengan apa yang kakaknya katakan.

"Kak Ric!" Lisbet dengan menarik lengan baju Richard dan dengan tatapan kaget.

Lisbet tau, bahwa dengan mereka berdua mengikuti pelatihan, waktu dia dan Richard untuk bertemu William akan berkurang.

Dan sekarang, sebenarnya mereka yang belum mengikuti pelatihan pun, sudah kesulitan menemui William.

Itu karena banyak yang menghalangi mereka. Bagaimana sekarang dengan ditambah pelatihan?

Bukan hal tidak mungkin, dia tidak akan bisa bertemu dengan kakaknya lagi.

"..." Lisbet hanya menunduk diam.

Lisbet hanya diam, dia tidak berani berbicara mengungkapkan kata-kata protes yang ingin dia ungkapkan, dia takut.

Bagi Lisbet, dari keempat saudaranya yang benar-benar memerhatikan dan memberikan kasih sayang kakak kepadanya sebagai adik, hanyalah Richard dan William.

Sedangkan dua saudara lainnya hanya menganggapnya sebagai saudara sedarah, hanya sebatas itu.

"..." Desir hanya diam.

Melihat ayahnya hanya diam memandangnya, Setelah itu Richard memutuskan untuk meninggalkan ruangan.

"Kalau sudah tidak ada yang dibicarakan, Saya mohon pamit, ayah." ucap Richard, dan di ikuti Lisbet. "Aku juga, ayah," sambil menunduk.

Desir yang melihat itu hanya diam dan mengangguk kearah putra dan putrinya, mengizinkan mereka berdua meninggalkan ruangan.

★★★

Setelah melihat Pangeran Richard dan Putri Lisbet meninggalkan ruangan, Reny dan Lilia menatap kearah Desir.

Di Depan mereka sekarang adalah orang yang memegang status tertinggi di kerajaan ini.

"Jadi, Reny, Lilia, ada yang ingin aku tanyakan kepada kalian berdua sekali lagi. Ini adalah pertanyaan yang sebelumnya," kata Desir.

Sambil memandang keduanya dengan penasaran."Mengapa kalian berdua ngotot ingin menjadi pelayan dan pengawal pribadi William, anakku? Aku ingin memastikan hal ini?" tanya Desir.

Itu adalah pertanyaan yang sama dengan sebelumnya dipertanyakan kepada Lilia dan Reny sebelum mereka dipertemukan dengan William.

"Yang mulia, sama seperti sebelumnya. Saya ingin menjadi ajudan pribadi pangeran William. Karena saya memiliki sumpah kepada yang mulia Ratu sebelum beliau meninggal, Yang Mulia," ungkap Reny.

Hal yang sama juga untuk Lilia.

"Begitupun juga sama dengan ku, yang mulia. Saya juga memiliki sumpah kepada Yang Mulia Ratu." ungkap Lilia.

Mendengar itu, Desir bertanya kembali kepada mereka berdua.

"Aku ingin tahu, apa itu?" tanya Desir.

Ditanyakan hal mengenai sumpah mereka, Reny hanya menggelengkan kepalanya. Sedangkan Lilia hanya diam dan tidak menjawab.

Tetapi Reny berkata kepada Desir.

"Sumpah kami kepada yang mulia Ratu ada 5 hal yang mulia, dan dari kelima sumpah itu, yang terakhir adalah,-" Reny diam sejenak dan memandang Lilia.

Seolah tahu apa maksud dari Reny, Lilia menganggukkan kepalanya.

Lalu Reny mulai berbicara. "Yang mulia... Yang mulia ratu memberikan perintah kepada kami, jangan percaya kepada siapa pun di kerajaan ini termasuk kepada yang mulia raja sekalipun. Yang Mulia Ratu berkata, kalian semua, jangan pernah percaya kepada siapa pun di kerajaan ini demi William anakku, dan juga jika kalian memang setia kepada sumpah kalian kepada ku. Jagalah William dan buatlah sumpah kepadanya, buat diri kalian menjadi orang yang diakui sumpah kalian, olehnya." Lalu Reny menatap lurus kearah Desir "Dan jangan pernah menceritakan sumpah yang kalian lakukan padaku kepada siapa pun, kecuali apa yang aku katakan ini. Begitu yang mulia." ungkap Reny.

"Begitu ya," guamam Desir sambil menoleh memandangi lukisan wajah istrinya. "Jadi Kamu juga masih tidak percaya kepada ku, Elsa."

Reny Melihat tatapan Desir ke arah lukisan Ratu yang tertempel di dinding, dengan raut wajah yang sangat sedih.

Disampingnya, Rustar sedang menaruh tangannya yang menggenggam di dagunya. Dia seperti memikirkan sesuatu.

Rustar memandang ke arah Reny dan Lilia sambil berbicara.

"Kalian, jika aku ingat tadi kalian berkata bahwa Yang Mulia Ratu menyebut 'kalian', jadi apakah itu maksudnya saat itu yang bersumpah bukan hanya dua?" tanya Rustar, sambil menatap dan bertanya kearah Reny.

Reny dan Lilia hanya diam tidak menjawab pertanyaannya.

"Jadi tidak hanya kalian berdua, bukan?" tanya Rustar.

Menanggapi pertanyaan itu Reny hanya diam, tetapi tidak untuk Lilia.

"Yah, itu benar," jawab Lilia.

Tentu Reny tidak mencoba menghalangi rekannya yang menjawabnya, karena dia tau setiap maksud dan perkataan semua rekan-rekannya.

Tentu Desir yang penasaran bertanya kepadanya.

"Jadi ada berapa orang yang bersumpah pada istriku, seperti kalian?" tanya Desir penasaran.

Mendengar itu Lilia hanya tersenyum sombong kearah Desir dan Rustar, dan berkata ke arah mereka, dengan nada tegas.

"Untuk apa kalian berdua tau," Lilia dengan wajah sombong.

Desir mengerutkan wajahnya, tetapi berbeda dengan Rustar yang benar-benar terpancing emosinya.

"Beraninya kamu berkata seperti itu!" Bentak Rustar. "Untuk siapa kau bekerja di negara ini!? Untuk siapa sumpah kalian, ha?!"

Melihat Rustar yang marah kepadanya, Lilia hanya tersenyum, dan menanggapinya dengan santai.

"Apa kau sudah mulai tuli dan pikun, pak tua?" ejek Lilia.

Lalu Lilia dan Reny berkata secara bersamaan untuk menegaskan siapa mereka dan kepada siapa mereka menaruh sumpah mereka berdua.

" "Kami, hanya bersumpah Kepada Baginda Ratu Elsa van Bramasta, dan salah satu Putranya yaitu William Van Bramasta." " kata keduanya.

Mendengar itu Rustar benar-benar tidak tahu harus berkata apa lagi, tetapi yang jelas dia sangat marah sekarang.

"BERANINYA KALIAN!"

"Rustar hentikan!" Desir dengan tegas.

Desir memotong perkataan Rustar yang benar-benar marah, dan menyuruhnya berhenti.

"Ta-tetapi yang mulia!" 

Rustar Mencoba mengajukan protesnya, tetapi Desir memandangnya dengan tajam dan berkata kepadanya.

"Ini perintah," ucap Desir dengan dingin.

Reny hanya diam melihat itu. 

Desir berbalik memandang ke Reny dan Lilia, lalu berbicara.

"Kalau begitu, Reny, Lilia. Aku mengakui sumpah kalian kepada istriku, dan Aku akan percayakan William kepada kalian," ucap Desir.

Reny dan Lilia yang disampingnya mendengar itu menunduk, dan membalasnya bersamaan.

" "Tanpa harus kamu perintah, Yang Mulia," " balas keduanya dengan nada santai.

Reny benar-benar tidak peduli dengan sopan santunnya saat ini, yang mana kata yang keluar dari mulutnya adalah hal yang saling bertolak belakang dengan tindakan sopan nya, begitu juga dengan Lilia, dan itu sekali lagi memancing amarah Rustar.

"KALIAAN!" Rustar berteriak.

"Diam!" Sentak Desir.

Tetapi Desir sekali lagi menyuruhnya diam.

"Ugh!" Rustar Terdiam.

Reny yang melihat itu semua, hanya diam tak peduli sama sekali, dan memutuskan untuk pergi meninggalkan ruangan.

"Kalau begitu Yang Mulia, saya mohon undur diri," ujar Reny.

Dan itu pun sama dengan Lilia.

Reny Juga berpamitan. "Begitupun dengan saya."

"Ya," balas Desir.

Setelah mendengar jawaban dari Desir, Reny dan Lilia pun meninggalkan ruangan.

Tetapi bagi Reny walau jika mereka tidak dipersilakan pergi, mereka berdua akan tetap pergi, tanpa peduli.

★★★

Setelah keluar Reny berjalan ke arah yang lain dari Lilia, Lilia yang menyadari itu pun bertanya kepadanya.

"Reny ke arah mana kamu pergi?" tanya Lilia.

Reny pun menjawabnya tanpa berbalik.

"Menuju tempat Pangeran William.

"Hee, sepertinya kamu juga berpikiran sama dengan ku, ya? Aku berencana ke dapur mengambil makanan untuk Pangeran William istirahat, setelah latihan," ucap Lilia.

Keduanya sudah tahu kebiasaan William sehari-harinya. Karena mereka berdua selama ini selalu memata-matai william dari jauh. Dan itu dilakuan mereka agar mereka sedikit mengenal William.

"...Terserah kamu," balas Reny.

Reny tau bahwa William menyuruhnya dan Lilia untuk mulai bekerja besok. Tetapi dia dan Lilia sepertinya memiliki pemikiran yang sama.

Yaitu berpura-pura bodoh dan tidak peduli dengan apa yang dikatakan William kepada mereka.

Reny melanjutkan berjalan berlawanan dengan Lilia. Tetapi mereka memiliki satu tujuan yang sama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status