Share

Desa Uru

Desa Uru yang terkenal dengan desa yang pernah dilenyapkan iblis dalam satu malam kini sudah tidak berwujud seperti sebuah desa pada umumnya, padahal dulu sudah dibangun ulang, sekarang hanya seperti lapangan basah yang belum dirapikan. Jika biasanya desa akan ada rumah, orang-orang yang berkeliaran, atau tumbuhan asri maka di desa Uru semua tidak ada, manusia lenyap, hutan menuju sungai hilang di telan tanah, dan rumah sama ratanya dengan tanah.

Angin topan, banjir bandang, dan gempa mistislah yang membuat semuanya hancur seperti ini, seakan ini adalah penghapusan dosa kepada umat-umat yang membangkang. Mengerikan.

Tenda-tenda dengan lambang kerajaan Knokitia sudah berdiri tegak di tanah lapang dan sebuah bendera besar kerajaan menjulang tinggi seperti hendak menyentuh langit. Api unggun sudah menyala sangat besar untuk menghangatkan tubuh prajurit, dan pihak istana yang kedinginan. Mungkin karena tidak ada tumbuhan sama sekali yang menahan hawa dingin menjadikan malam ini sangat dingin bagi mereka dalam melakukan evakuasi korban bencana. Sudah seratus sepuluh korban yang mereka temukan di bukit maupun di daerah desa, tapi mereka belum menemukan seseorang yang diramalkan akan mengakhiri masa paling gelap dunia ini.

Sepertinya kemungkinan selamat dari bencana ini adalah nol persen, lihatlah desa yang sudah menjadi tanah lapang ini, membuktikan bahwa bencana hari ini sangat dahsyat. Harapan untuk kehidupan seseorang itu adalah nol persen, membuat Liquitta terus menangis dengan didampingi dayang-dayang, sedangkan suaminya sedang membantu menjalankan evakuasi.

Bukan hanya Liquitta yang sedang mengalami hari yang berantakan, melainkan juga orang-orang yang telah percaya bahwa mereka akan selamat dari bencana besar di tahun yang akan datang. Mereka sama-sama kehilangan orang yang mereka pikir sudah mereka awasi sangat ketat, siapa sangka pengamat dan orang itu ikut musnah. 

Tapi ada seorang prajurit yang paling merasa kehilangan di antara banyaknya orang di sana. Ia kehilangan desa yang membesarkannya, ia kehilangan ibu yang ia bangga-banggakan, ia kehilangan kakak perempuannya yang selalu menghukumnya ketika ia melanggar aturan keluarga, ia kehilangan kakak sepupunya yang selalu judes ketika ia ketahuan bermain dengan teman-temannya, dan ia kehilangan Jeri yang hakikatnya ia cintai sebagai laki-laki. Desa ini menyimpan banyak luka, bahkan desa ini juga yang membuat ia kehilangan segala. 

Air mata prajurit itu jatuh kepada wajah ibunya yang diselimuti tanah basah, ketiga keluarganya sudah di temukan dan kini berada di depannya. Hatinya benar-benar pecah menjadi ribuan keping, air matanya terus berlinang meski ia ingin berhenti, dan tubuhnya seakan ingin ikut seperti ibu, kakak, dan sepupunya. Ia juga ingin mati jika kehilangan segalanya, ia ingin mati! ia sudah tidak bisa melangkah tanpa semangat dari orang-orang yang ia cintai, ia tidak dapat.

Dengan gerakan brutal ia memukuli tanah di bawahnya, meluapkan segala emosinya, memperlihatkan betapa sadisnya dunia memisahkannya dengan mereka. 

Prajurit-prajurit yang melihat keterpurukan salah satu teman kereka juga ikut merasakan sakit itu, mereka sadar bahwa hanya Ken---prajurit itu---yang berasal dari desa ini. Mereka ingin menghampiri tapi takut jika membuat Ken marah lalu mengusir mereka, alhasil mereka memandang Ken dari jauh.

Tidak jauh dari sana ada Genius yang juga memandang tersiksanya Ken saat di tinggal keluarganya, membuat ia teringat dengan kisahnya ribuan tahun lalu dan rasanya sampai sekarang ia memiliki rasa kehilangan itu. Tanpa ia sadari kepalan di tangannya mulai terbentuk, tapi kemudian ia kembali menenangkan diri. Ia tidak mau mereka melihat perubahan bentuknya.

Disaat mereka sibuk menatap Ken, sang putra mahkota malah sibuk menggotong tubuh yang sudah kaku ke tempat pengumpulan korban bencana bersama ayahnya yang juga menemukan manusia tak bernyawa di dekat sungai. Anak dan ayah itu seakan tidak memiliki rasa lelah untuk menggotong tubuh-tubuh kaku itu padahal ini sudah jam istirahat, mereka juga mengerti bagaimana rasanya jadi kedua orang tinggi itu.

"Ayahada, apa dia benar-benar meninggalkan kita?" Dengan wajah sendu setelah menaruh mayat yang ia bawa, Harry menanyakan seseorang itu ke ayahnya.

Zeth menatap Harry kemudian menarik anaknya ke dalam pelukannya. "Anak itu pasti baik-baik saja, nak."

Zeth mengusap-usap punggung Harry, ia tidak tahu bagaimana caranya menenangkan orang lain ketika ia sendiri juga dalam keadaan buruk, ia juga sedang khawatir dalam diam tanpa sepengetahuan orang lain. "Semua akan baik-baik saja, pasti.."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status