Selama perjalanan pulang Danilla makin asyik mengobrol dengan Akbar. Kiano menatap tajam dari spion kaca mobil. Wajah Kiano terlihat begitu garang. Dia mulai mengerutkan kedua alisnya. Dia mulai mengertakkan giginya.
“Bapak kenapa ngelihatin kita sampai segitunya?” tukas Danilla.
“Nggak apa-apa,” jawab Kiano dengan mengembuskan napas berat. Ia mulai mengertakkan rahangnya yang kokoh. Ia berusaha menyembunyikan amarahnya.
“Dia kenapa ya?” tanya Akbar sedikit berbisik.
“Udah cuekin aja dia,” jawab Danilla dengan memutar bola matanya. Ia seolah enggan membahas pria yang sedang duduk sendiri di bangku belakang. “Kita memang sah sebagai s
Mungkinkah tumbuh benih-benih cinta diantara Kiano dan Danilla? Jawabannya ada di next episode Second Women.
Sebuah perasaan kagum yang terlihat di kedua mata Reihan tentang perempuan pemilik hati bagaikan bidadari tak bersayap. Cinta yang semurni berlian terlihat begitu pekat bahkan sinarnya begitu sangat terang sekali. Pesonanya membuat hati Reihan dimabuk panah asmara. “Seandainya saja aku bisa memiliki perempuan seperti dia. Mungkin aku akan setia seutuhnya demi dia.” Reihan begitu berdebar-debar jantungnya. Ketika menatap perempuan seperti Vira. Perempuan yang hampir punah di dunia ini. Bagaimana bisa dia melakukan semua itu dengan kata ikhlas. Ia juga sabar menghadapi pria sedingin Kiano yang selalu mengaggapnya tidak ada sama sekali. Dia memang perempuan yang sangat berbeda. “Dulu aku mengira kamu menerima lamaran dari keluarga Rayn untuk menikah dengan Kiano untuk bisa menjadi pewaris tunggal di keluarga Rayn. Karena kekayaan keluarga Rayn tidak akan pernah habis hinga tujuh turunan sekalipun. Tapi sayan
Kesunyian malam yang begitu panjang. Aroma cinta itu mulai menyerua ke udara hingga membuat perasaan tercampur aduk. Sebuah kata tanya itu mulai hadir menyapa dalam jiwa yang sepi. “Mungkinkah aku jatuh cinta kedua kalinya?” pikir Kiano yang sedang setia menunggu Danilla yang tertidur lelap dalam sebuah ranjang. Ia pun menatap wajah ayu nan cantik perempuan yang dia nikahi secara sembunyi-sembunyi. Dia pun mulai membelai rambut lembut hitam pekat milik Danilla. Perempuan itu sama sekali tidak terganggu. Efek kelelahan membuatnya tertidur pulas di atas ranjang tanpa menghiraukan Kiano sama sekali yang mengusap-usap perut buncit Danilla yang kehamilannya sudah menginjak minggu ke - 28. Kiano merasakan sebuah tendangan kecil di perut Danilla. Ia merasakan kalau bayi dalam kandungannya tahu dia adalah calon ayahnya kelak. Ia pun mengecup kening Danilla, “Aku ber
Tidur di siang bolong memang paling enak. Apalagi sambil dengerin musik lagu-lagu klasik yang membuat makin mengantuk. Danilla seharian ini menghabiskan waktu untuk tidur dan ngemil. Ia tidak peduli dengan hal apapun. TOK! TOK! TOK! “Astaga, jam segini kenapa masih ada yang mengetuk pintu rumah keras sekali!” gumam Danilla sambil menguap berulang kali. “Ke mana semua pelayan yang biasanya sudah siap membukakan pintu?” Danilla pun terpaksa turun dari sofa ruang tamu. Ia pun mulai menampakkan kedua kakinya di atas lantai marmer. Kedua kakinya mulai berdiri dengan berjalan tertatih-tatih. Ia merasakan tubuhnya sangat berat sekali. “Aduh, ternyata jadi orang hamil i
Danilla masih belum sadarkan diri. Dia segera dilarikan ke rumah sakit. Pelayan sudah memanggilkan mobil ambulan untuknya. “Tuan, mobil ambulannya sudah datang,” ujar salah satu pelayan. Kiano pun segera mengendong Danilla ala bridal style. Ia terlihat sangat mencemaskan kondisi Danilla. Ia berharap kalau Danilla dan bayinya akan baik-baik saja. “Semoga kamu baik-baik saja, La. Aku nggak ingin kamu kenapa-kenapa,” batin Kiano sambil membawa Danilla menuju ke mobil ambulan. Danilla pun di masukkan ke dalamnya. Beberapa perawat mulai menanganinya. Kondisi Danilla terlihat sangat lemah sekali hingga harus terus dipantau dengan beberapa tim medis di dalam
“Apa yang harus aku lakukan?” sebuah kata tanya tanpa sebuah jawaban yang pasti. Vira pun hanya menatap sebuah mendung. Hingga air matanya jatuh lalu terurai begitu saja. “Sungguh kenyataan ini betapa pedihnya. Secarik kertas dalam sebuah perasaan. Aku mencintaimu tapi kamu tidak bisa mencintaiku. Apa dia yang kamu cinta?” Vira melihat semua itu dari jauh. Ia merasakan sebuah luka yang begitu sangat dalam. Ingin rasanya ia berlari dari sebuah kenyataan yang ada. Air matanya terjatuh begitu saja. Ia mulai menarik napas perlahan-lahan. “Sungguh berat hubungan yang berstatus, namun terasa tanpa sebuah status. Aku adalah istrinya namun berasa sebagai orang asing dalam sebuah ikatan pernikahan.” Vira pun berlari dengan berurai air mata di kedua pelupuk matanya.&
Semua secara drastis berubah dengan cepat. Sebuah pandangan menelusuri sudut ruangan yang awalnya terisi kini hanya sebuah kehampaan. Menginggat sebuah bayangan yang kini telah pergi begitu cepat. Sesekali kenangan itu semakin membekas dalam sebuah ingatan. Berubah? Semuanya sangat berubah hingga ingatan itu masih ada sebuah lintasan senyuman yang kini mengitari. Helaan napas begitu sangat berat hingga tidak sanggup lagi bila dituliskan dalam sebuah lembaran buku yang harus ditutup secara paksa. “Bagaimana kabar dia sekarang?” Kiano hanya mampu mengenangnya dalam sebuah ingatan. Waktu memang bergulir dengan cepat namun masih mengisahkan sebuah kisah yang harus diakhiri di dalamnya. “Sebuah ketidakmungkinan untuk menghapuskan segala rasa yang ada hingga melepaskan semua perasaan yang ada.”  
Brak! Kedua mata Danilla terbelalak. Pertemuannya kembali dengan dia yang pernah ada dalam kehidupannya. Aroma papermint begitu sangat menyengat di kedua rongga hidungnya. Kedua mata Danilla Anatasya dengan pria itu saling bertemu satu sama lain. Mereka terdiam dalam beberapa detik lamanya. Danilla mulai mengumam dalam hati, "Kenapa aku bertemu dia kembali?" Rasa sesak itu terasa di dadanya ketika mengingat sebuah masa lalu. Dia cukup sadar diri dengan siapa dia. Dia telah pergi tanpa pamit sama sekali. Ehem! Deheman itu membuat Danilla tersadar dari lamunannya. Laki-laki itu mengulurkan sebuah tangan ke dia, namun telah ditepiskan olehnya. "Aku nggak butuh bantuanmu!" Tolaknya dengan menekan setiap kalimat dalam kata-katanya. Danilla berusaha bangkit, ia merasakan pantatnya sangat sakit sekali setelah menyentuh aspal. Ia berusaha menahan sakitnya. Laki-laki itu mencoba menolong Danilla yang jatuh tersungkur di atas jalanan aspal. Namun
Pukul 07.00 pagi Danilla segera menuju ke sebuah terminal bus. Dia akan kembali menuju kota metropolitan."Hati-hati, Nak," kata ibunya. Terlihat wajah sedih wanita tua itu ketika putrinya telah meninggalkan rumah. Padahal Ia masih ingin bersama dengan putrinya. Namun ia tidak dapat mencegahnya sama sekali apalagi biaya untuk suaminya terlalu tinggi.Danilla sebenarnya merasa begitu sangat berat sekali. Namun dia berusaha agar bisa melawan hatinya. Kepergian dia hanya untuk bekerja mencari biaya operasi ayahnya. Dia bahkan tidak menggunakan uang pemberian dari Kiano, mantan suami kontraknya.Pelukan hangat seorang ibu akan selalu Danilla rindukan. Ia berjanji akan berjuang untuk keluarganya. "Apapun itu aku akan melakukannya," gumamnya dalam hati kecil.Danilla pun segera pergi, ia akan memulai sebuah kehidupan barunya. Kedua kakinya mulai melangkah keluar dari pintu rumahnya. Embusan napas terasa sangat berat. Jauh dari sebuah rumah sungguh b