Sudut bibir Peter berkedut. Pikirannya mendadak kusut, berusaha dengan keras mengelak apa yang baru saja ia lihat hari ini.
Kerumunan di sekitarnya bahkan tidak mengusik pemikirannya yang kusut. Semua bisik-bisik yang mengatakan jika pelaku dari pembunuhan tersebut benar-benar sangat keji, tidak beradab, dan terkesan seperti seseorang dari suku bar-barian.
Pagi ini, sudut Kota Durham digegerkan dengan penemuan sesosok mayat seorang bangsawan Kota London. Jasadnya terlihat menyedihkan. Tangan dan kakinya patah, bahkan tulangnya mencuat keluar dari balik kulit, gumpalan daging pun berceceran di sekitarnya. Lehernya pun ikut dipatahkan hingga membuat wajahnya terbalik. .
Dan yang paling membuat Peter kaget adalah, identitas dari mayat tersebut adalah Count Amber. Seorang bangsawan yang menjadi pelaku utama dari kasus ‘Pembunuhan Berantai Mask Rabbit’ yang sedang ia tangani.
Namun, apa ini? Kenapa ia menemukan Count Amber tak bern
Senyum Sumringah tidak bisa disembunyikan lagi dari bibir tebal Peter dan juga Sebastian. Keduanya hampir saja bersorak-sorai sembari melemparkan kertas-kertas yang sedang mereka pegang ke udara, jika tidak mengingat bahwa pemilik rumah sewa di London ini akan marah jika membuat kebisingan.Alhasil, keduanya hanya bisa memekik. Bahkan Peter sampai sanggup mengeluarkan sumpah serapahnya terhadap orang-orang yang berhasil masuk ke dalam daftar pencariannya tersebut.“Guild Yancheon ... sebuah nama dari negara timur, bukan?” Sebastian mengeja nama guild yang merupakan penyedia jasa Mask Rabbit tersebut, “Aku tidak pernah menyangka jika mereka akan menggunakan nama Angel’s Baby sebagai nama grup pembunuh bayaran mereka. Pantas saja mereka tidak terlacak dan juga tidak dicurigai.”“Aku justru kagum dengan jaringan informasi Bangsawan Kriminal,” celetuk Peter seraya memperhatikan salah satu bundel dokumen yang
London, Departemen Angkatan Darat.“Apa?! Opium jenis baru?”“Lebih tepatnya, opium yang pernah ada ratusan tahun yang lalu, kembali diproduksikan secara massal oleh sekelompok orang yang mencintai uang daripada kenyamanan masyarakatnya sendiri,” sindir Lucius dengan suara tegasnya sembari membacakan kembali isi laporan dalam bundel dokumen yang ia pegang. “Opium ini diduga dibuat dan didistribusikan oleh mafia yang bermarkas di London. Pecandunya bukan hanya di London, bahkan hingga ke pinggiran kota pun tak luput dari jangkauannya.” Pria itu dengan malas meletakkan bundel dokumen setelah menyampaikan seluruh isinya ke meja, “Hanya uang yang ada di pikiran mereka.”“Ini sama saja menyatakan perang terhadap negara kita!”Lucius melirik pada rekan satu divisinya yang ikut menyerukan keinginan mereka untuk memberantas pelaku penyebaran opium tersebut. Sesosok pria tubuh tinggi menj
Stasiun London Kings Cross. Suara klakson kereta api berbunyi nyaring memekakkan telinga. Ikut menyumbangkan nada, berusaha memecahkan suara kebisingan orang-orang yang berlalu lalang di stasiun. Terlalu berisik dan ramai dikunjungi oleh orang-orang yang hendak bepergian ke mana pun menggunakan kereta api. “Akhirnya kita sampai juga di London,” celetuka Reynox seraya merenggangkan otot tubuhnya yang kaku karena terus mendudukkan dirinya di kursi selama beberapa jam selama perjalanan, “Andai saja kereta tercepat di masa lalu tidak ikut hancur.” Lumiere tersenyum tipis mendengar gerutuan tersebut, “Mau bagaimana lagi. Manusia terlalu berambisi untuk menang, hingga berani menggunakan senjata nuklir dalam Perang Dunia Ketiga. Kemudian ketika dunia mengalami kehancuran, mereka yang berhasil bertahan dan berevolusi mengalami kepahitan karena kehilangan ilmu pengetahuan dan teknologi.” “Perang belum sepenuhnya selesai walaupun dunia telah ha
Suara-suara berisik yang disebabkan oleh jangkrik dan hewan-hewan nokturnal berhasil tertangkap oleh telinga Lumiere.Keadaan gadis itu tampak mengenaskan. Gaun yang berjuntai indah itu kini kotor dan tampak kusut. Surai cokelat madunya pun tak tertata rapi seperti sebelumnya. Seutas kain putih kotor tampak melingkar untuk menutupi mata biru langit indahnya. Kedua kaki dan tangannya pun terikat cukup kuat oleh seseorang.Kemudian suara derit pintu terbuka terdengar, bersamaan dengan suara ketukan sepatu beberapa orang yang memasuki ruangan di mana Lumiere disekap.“Woi! Bangun!”Suara memekakkan dengan penggunaan kata yang tidak sopan itu menyapa telinga Lumiere yang sedari tadi terjaga. Tubuh mungilnya kemudian bergidik karena kedinginan setelah diguyur oleh seember air. Mungkin orang-orang itu mengira dirinya masih tak sadarkan diri.Gadis itu kemudian meringis kecil ketika seseorang melepaskan ikatan di kakinya denga
Pria berambut panjang itu kemudian menatap tajam pada Lumiere yang tampak tenang dan justru memasang sebuah senyuman penuh kelicikan. Suara derodotan senjata api kemudian terdengar, membuat pria itu panik bukan main. Dengan cepat ia berlari menuju ke jendela besar tersebut untuk melihat situasi di luar sana.Kacau. Asap kelabu pekat membumbung menyelimuti area di bawah kastel ini. Puing-puing bangunan yang dihancurkan oleh sebuah bom tampak berserakan di bawah sana, serta sebagian anak buahnya tergeletak tak bernyawa.“Tentara!? Kenapa mereka bisa berada di sini!?”Pria itu menggeram, membalikkan badan kemudian terkejut dengan Lumiere yang berhasil melumpuhkan beberapa anak buahnya yang ada di dalam ruangan ini.“Pasukanmu kurang terlatih, ya? Mengikat sandera saja tidak becus,” ujar Lumiere seraya melepaskan sarung tangan yang panjangnya hingga sesiku dengan gerakan anggun. Di tangannya terdapat sebuah pencapit ya
“Sebastian, apa kamu mengetahui alasan kenapa Peter terlihat gelisah belakangan ini?”Sebastian yang sedang asyik menikmati sarapan paginya itu pun mendongak, menatap sang pemilik rumah sewa di mana ia dan Peter tinggali.“Peter, ya?” gumam Sebastian seraya meletakkan garpu dan pisaunya yang atas meja, “Ah ... sejak menyelesaikan kasus Mask Rabbit ya?” Sebastian kemudian tersenyum jenaka, “Dia seperti itu karena terpikat pada pesonanya putri tunggal Keluarga Wysteria, Nona Jill.”Wanita berusia 32 tahun yang bernama Jill itu lantas membulatkan matanya karena terkejut, “Pria sedingin Peter bisa terpesona karena kecantikan perempuan juga, ya?”“Memangnya dia homo?”“Aku kira begitu karena selama ini dia lebih memilih berkencan dengan setumpuk kasus-kasus kriminal daripada mendatangi pesta dansa para bangsawan.”Sebastian tak bisa lagi menahan t
Jika kau bertanya pada Lucian tentang apakah ada seseorang yang sangat ingin ia bunuh. Maka, jawaban Lucian hanya ada satu.Saat ini juga ia ingin membunuh Peter Compbell Spade. Pria berkacamata itu menatap tajam pada Peter yang tidak mengalihkan sedikit pun pandangannya dari sang kakak.“Ini ... ini hanya gertakan! Mudah bagi Peter untuk menyelidiki kakak dari informasi yang selama ini kumpulkan. Tidak ada bangsawan muda, bahkan seorang wanita yang menjadi proferor pengajar matematika di universitas ternama.” Mata Lucian kemudian melirik pada sang kakak yang terlihat santai, “Jika kakak menyangkalnya, itu membuktikan bahwa kakak terlibat dengan dua kasus itu.”Lucian menggigit pipi bagian dalamnya. Merasa gemas dan juga tidak sabaran untuk menunggu jawaban dari sang kakak yang sedari tadi hanya terdiam. Detik demi detik berlalu begitu saja dalam kesunyian. Tak ada yang membuka suara, me
“Waktunya sangat sempit. Lumie, ayo cepat!”Lumiere tersenyum santai, mengangkat sedikit ujung gaunnya agar mempermudahnya melangkahkan kaki, “Tentu saja.”Lumiere kemudian menoleh pada seorang pegawai kereta yang sedari tadi memperhatikan perdebatan konyol mereka, “Bolehkah saya meminta denah kereta dan dafta nama penumpang?”Pegawai kereta tersebut mengangguk dengan wajah yang memerah karena tersipu malu, “Baik, akan saya bawakan.” Kemudian pria berseragam rapi itu melenggang pergi meninggalkan tempat kejadian perkara untuk membawakan permintaan Lumiere.Peter kembali menghampiri pintu kabin yang terkunci tersebut. Pria itu merosotkan tubuhnya, bertumpu pada sebelah lulutnya kemudian mengutak-atik lubang kunci untuk membuka pintu tersebut.CEKLEK!GREEK!“Kabinnya dikunci oleh pelaku, ya?” gumam Lumiere seraya melangkah mas