Share

Jodoh di tangan Papa

Rasa itu pergi, karena keterpaksaan.

Antara lingkungan, alam dan masyarakat tidak bisa dipisahkan 

dan besar pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat. Berbicara 

mengenai alam, diperkirakan bumi kita ini telah berumur 250 juta tahun. 

Berdasarkan penelitian geologi ditemukan pembagian jaman. Jaman 

Arkaikum, jaman Paleozoikum, jaman Mezoikum dan jaman Neozoikum 

atau Kainozoikum.

Pelajaran paling dasar untuk menjadi seorang angkatan laut yang 

hebat, adalah bagaimana dia bisa bertahan di tengah laut. Dengan 

berbagai cobaan dari sang penguasa lautan. Ombak besar menghantam 

sisi kapal KRI. Tapi tidak menggoyahkan kapal besar nan gagah itu.

Seorang lelaki berpakaian khas angkatan laut, memandang ke 

arah jendela, yang menampakkan bagaimana sang ombak itu berusaha 

membuat kapal gagah yang dia tumpangi itu hancur.

Kapal gagah ini tetap bertahan, kekuatan dan doa dari para awak 

kapal adalah kunci utama dia bertahan dari gempuran keras sang ombak. 

Ombak besar itu akhirnya mengalah, dia memilih menjadi tenang, di saat 

kapal gagah ini melintas dengan damai dan tenang.

"I love the sea," lirihnya.

Dia merogoh agenda yang selalu dia bawa, menyebutnya dengan 

life note. Kisah tentang perjalanan hidupnya dengan berbagai ilusi cinta 

yang membuat hatinya terkoyak.

Tersenyum kecut, saat menyadari jika foto gadis itu masih 

bertengger manis di dalam agenda birunya. Gadis cantik dengan segala 

tingkahnya dan dengan segala impiannya. Gadis yang membuat hatinya 

terkoyak.

Mengusap memutar foto itu dengan ibu jarinya. Setiap kali dia 

berlayar, setiap kali pula dia akan melihat foto itu lagi. Harusnya dia 

sadar, bahwa gadis itu tidak memilihnya, dia bahkan melihat sendiri gadis 

itu memeluk seorang laki-laki yang dia sebut sahabatnya. 

"Mungkin melupakanmu akan lebih muda untuk hatiku." Detik 

selanjutnya, foto itu sudah dia sobek kecil, menguatkan hatinya untuk 

membuang foto itu ke tong sampah. 

Kisah mereka sudah berakhir, sejak gadis itu berpelukan dengan 

sahabatnya. Bahkan sebelum dia mengungkapkan isi hatinya pada gadis 

itu.

"Selamat tinggal, semoga kamu bahagia."

***

Sudah empat tahun Aila tinggal di Surabaya, dia kuliah di 

salah satu universitas negeri Surabaya. Mahasiswi jurusan 

Olahraga. Cita-citanya menjadi guru olahraga masih tetap dan tidak 

berbelok. Hanya saja dia tidak lagi menyukai sosok tentara seperti 

papanya. Bahkan dia merahasiakan pekerjaan papanya.

Aila tidak mau tinggal bersama Akhtar atau Hamzah di 

rumah dinasnya. Aila lebih memilih kos di dekat kampus. Dan 

untungnya kos yang dia tempati adalah milik Akhtar pribadi yang 

tidak diketahui oleh Raya dan anak-anaknya. Akhtar sengaja 

memberikan kos itu untuk Aila, karena Aila tidak mau tinggal di 

rumah dinasnya.

Aila hanya ke rumah dinas Akhtar setiap hari Sabtu dan 

Minggu, kalaupun dia tidak repot. Bahkan Aila masih aktif 

mengikuti kejuaraan pencak silat.

"Ai, besok hari Sabtu, lo pulang ke rumah bokap lo?" tanya

Sania. Sania adalah sahabat Aila sedari kecil, mereka terus bersama 

dalam suka maupun duka.

Sania ada disaat Inara, mama Aila meninggal dan Aila ada 

disaat kedua orang tua Sania bercerai. Ada lagi sahabat mereka 

gadis asli Surabaya bernama Rebecca.

"Hmm." Aila sibuk mengerjakan tugasnya.

"Kalau lo ketemu tentara ganteng itu, lo kasih tahu gue ya 

Ai." Goda Sania. Aila sangat menjauhi tentara, karena dia tidak 

ingin kehidupannya seperti Akhtar.

"Males banget."

Sania menengadahkan tangannya ke atas seperti sikap 

berdoa. "Ya Allah, semoga Aila berjodoh dengan tentara yang 

berwajah datar tanpa ekspresi. Amin." Sania mengusap wajahnya.

"Jodoh ndasmu. Ogah gue, amit-amit jabang bayik." Sania 

semakin terbahak-bahak.

Bang Habib Anak Laut

Share loc, Abang jemput

Kita kencan

Aila Zahira

Share located

❤❤❤

Habib berdiri di depan kantor Akhtar dengan menggunakan 

seragam PDH berwarna biru. Habib adalah anak dari kakak Akhtar 

yang sekarang tinggal di Jakarta sebagai TNI AL. Dan Habib 

mengikuti jejaknya. Sedangkan Hafizh adik Habib, memilih 

menjadi seorang TNI AD seperti Akhtar dan Hamzah. Sedangkan 

Alka anak dari Hamzah sedang menjalani AKMIL di Magelang.

Habib memberikan hormat kepada Akhtar. "Dari tiga bulan 

yang lalu kamu pindah, baru sekarang berani mengunjungi saya?" 

tanya Akhtar. Jabatan Akhtar kini adalah Mayor Jenderal.

"Siap salah. Saya baru saja selesai bertugas. Apa kabar 

Om?" Akhtar berdiri dan memeluk Habib.

"Ayo kita makan siang bersama." Habib mengangguk dan 

berjalan ke luar bersama Akhtar dan Hamzah yang juga ikut di 

restoran terdekat.

Setelah memesan makanan. Habib menimbang-nimbang 

untuk bertanya. "Aila apa kabar Om? Saya kangen sama Aila," 

tanyanya. 

Hamzah diam dan Akhtar menghembuskan napas berat. "Ai 

tidak tinggal sama Om."

"Kenapa?" Akhtar tidak kunjung menjawab. Habib 

menepuk keningnya. "Maaf saya lupa. Karena ke luarga baru Om 

yang belum dia terima?" Akhtar mengangguk.

"Di mana dia sekarang Om?" Akhtar memberikan sebuah 

alamat kos kepada Habib. "Mohon ijin. Saya akan mengajak Aila 

jalan-jalan."

"Silakan Nak. Om harap kamu bisa membawa keceriaan 

kembali pada Aila." Habib tersenyum dan mengangguk.

"Hafizh akan pindah tugas ke sini minggu depan," kata 

Hamzah. Habib mengangguk.

"Ya, benar. Saya harap Hafizh nantinya bisa ada untuk Aila 

kapanpun, di manapun."

“Semoga,” jawab Akhtar.

❤❤❤

Habib menepati janjinya. Dia berdiri di depan kos Aila. 

Aila ke luar berdecak sebal karena Habib masih menggunakan 

PDH miliknya.

"Ganti baju gak bisa apa?" Habib nyengir dan menggeleng. 

"Ayo, sini peluk abang ganteng."

Aila memeluk Habib tanpa rasa malu. Semua para penghuni 

kos putri menjerit histeris melihat Aila berpelukan dengan Habib 

yang masih menggunakan seragamnya.

"Ayo jalan." Aila mengangguk.

"San, tinggal dulu ya," teriak Aila dan Sania mengangguk, 

melambaikan tangannya.

"Bawa makanan kalau pulang," teriak Sania.

"Makanan udelmu San," gerutu Aila dan Sania malah 

tertawa terbahak-bahak. 

"Gue nggak suka udel Ai, gue suka cinta, apalagi yang 

pakai seragam seperti Abang tampan itu. Gue mau 

banget."Tunjuknya pada Habib, Habib hanya menggeleng melihat 

kedua perempuan di depannya.

Habib mengajak Aila berjalan di salah satu mall, 

mengajaknya nonton bioskop dan makan. Banyak perempuan yang 

memandangi mereka.

"Duh lakinya TNI. Mau dong."

"Duh lakinya cakep pake banget."

"Mau dong gantiin ceweknya."

Aila dan Habib tak ambil pusing. Habib mengajak Aila ke 

salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli kemeja dan baju 

untuk Aila.

"Bagus gak Ai?" Habib menempelkan kemeja putih di 

badannya. Aila menilainya dan memberikan jempol ke Habib. 

"Sekarang pilih buat kamu!"

Habib menarik Aila ke deretan baju wanita. Habib 

membelikan Aila baju untuk menghadiri undangan pernikahan

rekan sejawatnya.

"Pokoknya lusa kamu temani abang. Awas kamu lupa, 

abang seret kamu." Aila tertawa mendengarnya. 

"Iya Babang tamvan." Goda Aila pada Habib, yang di 

pandang dengan tatapan ngeri.

"Jijik Dek." Aila kembali tertawa.

❤❤❤

Di sinilah Aila sekarang. Berdiri di halaman rumah dinas 

milik Akhtar. Aila menghela napas panjang sebelum masuk ke

rumah. Di halaman terdapat mobil SUV warna hitam terparkir di 

sebelah mobil milik Akhtar.

"Assalamu'alaikum." Aila melepaskan sneaker dan masuk 

ke rumah. Rasanya, kaki Aila semakin berat jika masuk rumdin 

Akhtar. Apa ada gangguan makhluk halus ya? Batin Aila. 

"Waalaikumsalam," jawab serentak.

"Yee, Kak Ai pulang," teriak Ramzan, anak berumur 

sepuluh tahun itu menghampiri Aila yang sedang berdiri di ambang 

pintu. Aila melihat tamu yang memakai PDH sama seperti Akhtar, 

memilih berakting agar terlihat baik-baik saja.

"Kak, sini Sayang." Akhtar memanggilnya agar dia 

mendekat. Di sana sudah ada Vebby dan Raya yang duduk tak jauh 

dari Akhtar.

"Ini anakku, Aila yang pernah aku ceritakan itu." Laki-laki 

yang memakai pakaian PDH itu mengangguk dan tersenyum 

hangat ke arah Aila. Aila tanpa diminta langsung menyalami laki-

laki yang seumuran dengan Akhtar dan perempuan di sampingnya. 

Aila berhenti di depan lelaki yang mengenakan pakaian doreng 

berwajah datar dan dingin tanpa ekspresi. Aila Hanya menangkup 

tangannya di dada lalu kembali duduk di samping Akhtar.

"Kak, itu Om Wahyu Iskandar dan Tante Regita Cahyani 

sahabat baik papa dan almarhumah mama kamu." Aila diam dan 

mengangguk. "Itu Lettu Azlan anaknya.”

Azlan hanya diam, dia berusaha mengingat wajah Aila. Dan 

detik berikutnya dia ingat, Aila adalah gadis yang menolak 

berkenalan dengan seorang Alvino playboy cap kaki tiga. Azlan 

rasanya ingin tertawa, tapi dia masih saja menampilkan wajah 

datarnya.

"Kedatangan kami kemari adalah untuk melamar anak 

kamu, Tar, biar jadi menantu kami," terang Wahyu. Akhtar 

mengangguk.

"Maaf menyela, anak kami yang mana? Vebby atau Aila?" 

tanya Raya ingin tahu. Akhtar sudah meliriknya dengan tajam. 

Akhtar sangat tidak suka keingin tahuan Raya dan Vebby. Aila 

hanya memandang Raya sekilas tanpa berniat berbicara dengan 

mereka. Sedangkan Vebby, dia sudah memandang Azlan dengan 

wajah mupeng.

"Siapa yang kamu pilih Nak?" tanya Wahyu ke Azlan.

Wahyu berharap, anaknya itu akan memilih Aila. 

Azlan mengamati Vebby dan Aila secara bergantian, 

mereka adalah dua pribadi yang berbeda. Vebby sudah kecentilan 

sedari tadi saat dia tiba dan Aila yang dengan cuek dan wajah 

datarnya duduk tanpa berniat tersenyum ke arah Azlan.

"Izin. Saya memilih Aila." Seketika senyuman Vebby yang 

merekah itu luntur. Aila langsung melongo di depan Azlan dan 

langsung cepat-cepat kembali ke wajah datarnya. Rasanya Azlan 

gemas dengan perubahan Aila yang sangat cepat sekali.

"Pah?" Aila meminta penjelasan ke Akhtar. Akhtar 

membelai kepala Aila lembut.

"Sempurnakanlah Nak. Menikah itu termasuk Ibadah Kak.

Dulu mendiang Mama kamu juga seperti kamu ini". Aila diam tak 

menanggapi lagi.

"Bagaimana Aila? Kamu mau menerima lamaran saya?" 

tanya Azlan. Aila memandang Akhtar yang dibalas dengan 

anggukan kepala darinya.

"Maaf, bolehkah saya berbicara dengan Anda berdua saja di 

taman belakang?" Azlan mengangguk antusias, tapi tidak 

mengurangi kadar kedatarannya yang membuat Aila pengen 

nyakar.

Ada ya muka datar kek dia, jadi pengen nyakar.

Aila berjalan lebih dulu ke belakang dan diikuti Azlan. Aila 

menghembuskan napas berat sebelum berbicara dengan Azlan yang 

tetap dalam mode datarnya. Aila meliriknya tajam, berharap wajah 

datar itu musnah.

"Maaf, tanpa mengurangi rasa hormat, kenapa Anda 

memilih saya? Kita belum pernah mengenal." Azlan hanya 

mengangguk, lalu berjalan mendekat ke arah Aila. Aila bersidekap 

dada dan memandang Azlan.

"Karena kita pernah bertemu. Dan saya juga tidak mau 

memperistri perempuan centil seperti dia." Aila paham siapa yang 

dimaksud Azlan. 

"Kapan ya? Perasaan saya tidak pernah bertemu dengan 

Anda." Aila mencoba mengingat wajah datar Azlan, tapi zonk, dia 

tidak ingat.

Ingin rasanya Azlan tertawa melihat wajah Aila yang dalam 

mode kebingungan, namun masih menggemaskan. Tapi Azlan 

masih saja mempertahankan wajah datarnya.

"Beberapa hari lalu, disaat saya bertugas. Kamu 

meyakinkan saya, bahwa kamu adalah perempuan yang terbaik dan 

tidak centil. Jadi, tunggu apa lagi? Terima saya sebagai calon suami 

kamu."

Pede sekali Bapak ini. Batin Aila.

"Saya masih kuliah. Apa anda tidak keberatan?" tanya Aila 

kembali. 

"Tentu saja tidak Nyonya pesilat."

Lagi-lagi wajah Aila berubah melongo dan Azlan berusaha 

keras menampilkan wajah datarnya. Berdekatan dengan Aila yang 

terlihat menggemaskan sangat susah menjaga ekspresi datarnya.

"Aila, Azlan, ayo masuk," suara Akhtar memanggilnya. 

"Ayo kita makan."

Aila masuk diikuti Azlan. Sebelumnya Akhtar sudah 

bercerita tentang Aila kepada Wahyu, saat Wahyu memang berniat 

melamar Aila untuk Azlan. Wahyu tentu saja tidak masalah.

"Kalian akan menikah dua bulan lagi. Lusa, kamu bisa 

menyiapkan berkas-berkasnya dan mulai untuk pengajuan, nanti 

papa bantu."

What the? Seenaknya aja Papa. Cabutin rambut putih Papa 

secara kasar dosa gak sih?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status