Bismillah
"SUAMI DARI ALAM LAIN"
#part_3
#by: R.D.Lestari.
"Say cheese, buncis, satu, dua,tiga," sahut kami berbarengan.
Cekrek! cekrek! cekrek!
Rena segera menarik handphone di tanganku, jemarinya asik bermain dengan raut wajah yang tampak aneh. Keningnya mengkerut seperti orang yang sedang berpikir keras.
"Ges,ges! lihat ini ...," ia lalu menyerahkan handphonku dan menunjukkan hasil foto selfie kami tadi.
"Aneh banget ga, ges! kok blur semua ya?" ujar Rena dengan mengernyitkan keningnya,heran."Mungkin tangan Indri kali yang goyang-goyang," sahut Sri dengan mengangkat bahu.
"Ga, Sri. Rena bener, kamera ga bisa fokus," jawabku sembari memutar handphone dan mencoba memotret kembali. Hasilnya tetap sama. Blur.
"Aneh banget. Apa hapeku yang rusak ya?" gumamku.
"Coba pake hapemu, Ren," ujarku. Rena langsung mengeluarkan hapenya dan mulai mengarahkan kamera ke sana dan ke sini.
"Sama aja, In, blur juga," sahutnya.
"Aneh, benar-benar aneh, kok bisa samaan, ya?" Rena berdecak sambil tolak pinggang.
"Ini benar-benar aneh, woy," Sri mulai menatap kami takut.
"Sudah, sudah. Jangan berpikiran buruk dulu. Sekarang ayo kita nikmati dulu dan istirahat. Katanya kita akan di antar besok. Jadi, nikmati waktu kita di sini," jawabku menenangkan hati kedua sahabatku.
Mereka mengangguk dan naik ke atas peraduan yang super empuk dan nyaman. Rasanya seperti tidur di atas awan. Lembut dan wangi.
Tok! Tok! Tok!
Baru saja kami ingin terlelap, tetapi suara ketukan memaksa untuk membuka mata. Aku bangkit dan menyuruh kedua temanku untuk tetap melajutkan istirahat.
"Biar aku aja, kalian lanjuti tidurnya," ucapku sembari beranjak mendekati pintu.
Krietttt!
Pintu ku buka pelan. Kepalaku menyembul keluar. Tampak seorang lelaki berpakaian pelayan berdiri di depan pintu dengan senyum ramahnya.
"Selamat malam, Nona. Makan malam sudah siap. Mari kita makan bersama," ajaknya.
"Tapi, kedua temanku nampaknya amat lemah jika harus berjalan. Mereka sedang tidur," jawabku seraya menatap kedua temanku yang sudah tertidur.
"Nanti saya bawakan makanan, kalau-kalau mereka lapar jika malam terbangun," tutur nya sopan.
"Tapi, aku tak mungkin makan bersama dengan yang lain, pakaianku kotor dan belum mandi. Biar aku makan di sini saja," tolakku.
"Nona bisa ambil pakaian di lemari. Di kamar lengkap semua perlengkapan, silahkan Nona mandi dulu. Saya akan menunggu di sini," jawabnya.
Aku beringsut mundur dan kembali ke dalam kamar. Mencari pakaian seperti yang di katakan pelayan di luar.
Mataku terperangah melihat isi lemari yang penuh dengan pakaian wanita, sepatu dan juga tas branded. Mimpi apa aku semalam?
Aku berjingkat dan membangunkan kedua sahabatku .
"Ges .... gaesss! bangun! bangun!" ucapku sambil menggoyang tubuh kedua temanku ini. Namun mereka hanya diam saja. "Tidur kerbo ini namanya," sungutku kesal.
Dengan kesal ku langkahkan kaki menuju kamar mandi.
"Huahhhh, amazing!" aku berdecak kagum. Kamar mandinya luas dengan perabotan mahal. Sampo ,sabun semua serba mahal. Benar-benar merasa amat di manjakan.
Setelah mandi, aku mematut diri di depan cermin. Bermake up ria. Memakai pakaian berwarna senada dengan sepatu, warna pastel menjadi pilihanku.
Aku merasa bak putri raja. "Cakep juga," pujiku pada diri sendiri. Hidungku menjadi tampak mancung , bulu mataku menjadi lentik , wajah yang nampak merona dan lipstik natural menambah kepercayaan diriku saat ini.
"Mana tau ada yang nyantol , hi-hi-hi," ucapku sambil senyam-senyum sendiri.
***
Aku sempat merasa dag-dig-dug saat akan memasuki ruang makan bersama pelayan yang sejak tadi setia menunggu.
Krietttt!
"Silahkan masuk, Nona," ia membuka pintu dan mempersilahkan ku masuk.
Aku mengangguk dan dengan kaki yang gemetar berusaha masuk ke dalam ruangan dengan jantung yang berdenyut kencang.
Bola mataku membesar sempurna, apa yang aku pikirkan sungguh jauh berbeda . Tak banyak orang di dalam ruangan. Hanya seorang lelaki duduk membelakangiku. Tubuh nya yang tegap menatap meja indah dengan lilin , bunga mawar dan makanan enak.
"Ini , makan malam berdua?" gumamku.
Srekkk!
Ia bangkit dan menggeser kursi. Berbalik dan menatapku dengan senyum yang amat manis.
Lelaki itu ... Aku hampir terjatuh melihat ketampanannya yang amat sempurna. Ternyata jika memakai baju biasa, aura ketampanannya sungguh luar biasa.
"Ayo, makan bersama. Aku sudah menunggumu lama," ucapnya seraya meraih tanganku . Harusnya aku menepis tangan itu. Namun , entah kenapa aku menurut saja seperti terhipnotis dengan ketampanannya.
***
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_4#by: R.D. Lestari. "Indri, makan. Kamu pasti suka," ia menawarkan makanan yang tersedia di atas meja. Ada steak,udang goreng, daging sapi barbeque,salad,roti-roti, buah-buahan segar dan mahal. Aku mencoba beberapa menu yang sukses membuat lidahku bergoyang karena kenikmatan rasanya. Lelaki tampan itu nampak senyum-senyum melihatku yang kalap menikmati makanan nikmat tanpa memperdulikannya. "In...," ia mengulurkan tangannya. Tubuhku seketika beku. Mau ngapain dia? Kurasakan usapan lembut tangannya di dekat bibirku. "He-he-he, kamu makan nya belepotan," ia terkekeh. Wajahku berubah merah padam. Beruntung ruangan temaram karena hanya di sinari beberapa lilin sebagai pemanis. "Terimakasih, Pak Bima," ujarku. Wajahnya tampak amat ta
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_5#by: R.D. Lestari. "Sudah siap semua?" Kak Bima menatap kami bergantian. Rena dan Sri salah tingkah, aku pun juga. Gimana ga salah tingkah gitu, ni orang gantengnya kebangetan. Bakalan terjadi perebutan di antara kami kayaknya. Kami mengangguk serentak. Perlahan mobil berjalan. Kami mulai melalui jalan tanah yang bergelomang dan berbatu. Sebenarnya dalam hati menyimpan keanehan. Bagaimana bisa di dalam hutan begini ada jalan yang cukup bagus seperti di daerah perkampungan. Walaupun di kanan kiri pepohonan tinggi dan lebat menjulang. Seingatku selama perjalanan menuju basecamp tak pernah melihat ada jalan. "Hei, ngapain ngelamun, In?" suara Sri membuyarkan lamunanku. Aku segera berpaling padanya. "Ah, nggak, Sri. Aku hanya menikmati pemandangan aja," bohongku.
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_6#by: R.D. Lestari. "Sebulan? aku hilang sebulan?" "Ya, Nak. Ibu, Bapak, Kakek, Paman dan semua keluarga sudah putus asa mencarimu. Bapak mengadakan tahlilan tujuh hari karena Bapak kira kamu sudah tiada," jelas Bapak. "Ya Allah, Nduk--Nduk," Ibu tak henti mengusap pipiku dengan tangannya yang kulitnya mulai mengeriput. Terisak tak henti. Tak menunggu lama ruangan rumah sudah sesak oleh kerumunan orang. Mereka semua berbondong-bondong menuju rumahku karena tak percaya jika aku sekarang pulang dengan selamat sampai rumah. Ada pula yang mengira jika aku ini arwah yang gentayangan. Pantas sewaktu perjalanan pulang ketika aku berjalan, banyak orang yang melihat lari tunggang-langgang. Berarti mereka mengira jika aku ini hantu? "Kamu beneran Indri, tah?" seseorang berkul
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_7#by: R.D.Lestari. "Indri ...," suara seseorang membuatku seketika menoleh. "Kak Bima?" aku menatap takjub pria di hadapanku. Ia Bima? tapi mengapa ia tampak amat berbeda? Ia memakai kemeja putih dengan kancing yang dibiarkan terbuka, dadanya yang putih, dan berkotak-kotak membuat mataku tak ingin berpaling darinya. Dan itu, apa? sayap. Ya, sepasang sayap berwarna putih yang amat cantik. Apakah dia seorang malaikat? Wajah tampannya bersinar dan mata birunya memancarkan pesona yang amat indah. Rambutnya berkibar di terpa angin sepoi yang menenangkan, dan sepasang sayapnya mengepak manja. Ia berjalan perlahan menuju ke arahku. Diriku hanya terdiam mematung. Pesona lelaki itu bukan sekedar memanjakan mata, tapi juga semua indraku. Ingin rasanya kupeluk dan mengusap se
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_8#by: R.D. Lestari. [Cepat kerumah Rena, In. Penting] Tut-tut-tut! Tanpa menunggu lama aku segera bangkit dari kasur dan bersiap kerumah Rena.Ibu sempat heran melihatku yang amat bergegas tanpa memperdulikan Ibu yang sedang menonton TV. "Mau kemana, In?" tanya Ibu ketika aku hendak melangkahkan kaki keluar pintu. "Ada keperluan sebentar, Ibu. Indri harus bergegas," Aku menghentikan langkahnya sejenak seraya menatap Ibu yang tampak kebingungan. Ia menghela napas dalam. "Hati-hati, Nak," Ibu mengulas senyum simpul dan melambai padaku. Aku hanya mengangguk pelan dan mengayunkan langkahku menuju motor yang terparkir di teras rumah. Brummm! Motor kupacu secepat yang aku mampu. Rasa gusar menyelimut
Bismillah "Suami Dari Alam Lain"#part_9#by: R.D. Lestari. Assalamualaikum semua jangan lupa like dan subscribe ya, komennya juga di tunggu. Semoga suka dan siap-siap baper ya, terimakasih 🤗*** Drap-drap-drap! Derap langkah kaki kuda semakin mendekat. Kuda hitam besar dengan bulunya yang bersinar berhenti tepat di hadapanku. Seseorang yang menungganginya turun perlahan dan tersenyum manis menatap wajahku. Tubuh nya yang berotot di biarkan tanpa sehelai benang pun, seolah hendak memamerkan otot dada dan perut nya yang memang mempesona. "Hai, kamu akhirnya datang juga," ia mendekat dan menyambut kedatanganku dengan ramah. Aku terpaku melihat wajahnya yang amat tampan. Desiran aneh mulai merajai sekujur tubuhku,seolah ada getaran magnet asmara yang membuatku benar-benar terpesona oleh ketampanannya. Bima ... mengapa ia b
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_10# by: R.D. Lestari. Dug-dag-dig-dug! Irama detak jantungku bak musik yang tak beraturan nadanya. Wajah yang bersemu merah saat kami bertemu pandang. Bima, mengapa wajahmu bisa setampan ini? Lagi-lagi pikiranku mengucap kata tampan itu entah untuk yang keberapa kali. Mungkinkah ia mendengar bisikan-bisikan itu? "Indri, kamu jangan ngeliatin aku terus dong, inget tujuanmu datang kemari. Nyawa temanmu dalam bahaya," kata-kata Bima membuatku terperanjat. Benar katanya, aku harus sesegera mungkin mengembalikan barang ini. "Oh--oh, maaf Kak Bima," aku mulai menundukkan pandangan dan berbalik untuk membuka pintu lemari. Malu sekali rasanya. "Sini, biar aku yang buka," tangan kekarnya menelusup di antara lengan dan pinggangku, membuatku sema
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_11# by: R.D.Lestari. Deru mobil terdengar amat pelan, ya, mobil memang melaju lambat. Seolah lelaki disampingku ini ingin berlama-lama denganku. "Geer? harus dong, kalau enggak kenapa Bima ga ngebut aja? lambat begini apa yang dicari sebetulnya," aku tersenyum sendiri mendengar omongan di otakku. "Kek ada gila-gilanya kurasa," aku terkekeh tanpa sebab. "Ehemm," deheman Bima membuatku tersentak dan menatapnya tajam. "Apa?" tanyaku. "Sudah dengan pikiran anehmu, itu?" ia balik bertanya dengan senyum yang terulas amat manis. "Pikiran apa?" Aku memalingkan wajahku ke jalan. Berpura-pura jutek, padahal dalam hati aku menertawai diriku sendiri. Jika Bima bisa membaca pikiranku tadi, alangkah malunya aku. Dia tak menjawab. Tangannya masih asik ber