Bismillah
"SUAMI DARI ALAM LAIN"
#part_4
#by: R.D. Lestari.
"Indri, makan. Kamu pasti suka," ia menawarkan makanan yang tersedia di atas meja. Ada steak,udang goreng, daging sapi barbeque,salad,roti-roti, buah-buahan segar dan mahal.
Aku mencoba beberapa menu yang sukses membuat lidahku bergoyang karena kenikmatan rasanya.
Lelaki tampan itu nampak senyum-senyum melihatku yang kalap menikmati makanan nikmat tanpa memperdulikannya.
"In...," ia mengulurkan tangannya. Tubuhku seketika beku. Mau ngapain dia?
Kurasakan usapan lembut tangannya di dekat bibirku.
"He-he-he, kamu makan nya belepotan," ia terkekeh. Wajahku berubah merah padam. Beruntung ruangan temaram karena hanya di sinari beberapa lilin sebagai pemanis.
"Terimakasih, Pak Bima," ujarku. Wajahnya tampak amat tampan terkena cahaya lilin.
"Aku belum terlalu tua, oia berapa umurmu?" ia menyunggingkan senyumnya.
"Dua puluh satu," sahutku.
"Aku dua puluh enam. Kita terpaut hanya lima tahun," ucapnya.
"Jadi saya harus panggil apa?" mataku memutar, bingung.
"Kakak aja, lebih nyaman di dengar," ia memundurkan tubuhnya dan bersandar di kursi.
"Iya, Kak Bima," lirihku.
"Nah, iya, kan enak di dengar. Mmm, kamu sudah punya pacar?"
Aku salah tingkah. Mau jawab apa? kalau bilang masih jomblo, malu-maluin ga ya?
"Mmm, belum Kak,"jawabku.
"Owhh, ya-ya-ya," ia manggut-mamggut sambil senyum-senyum.
"Saya sudah kenyang, Kak. Boleh saya kembali ke kamar," aku beranjak dan menggeser kursi, bersiap untuk kembali ke kamar.
"Ayo, aku antar," tawarnya. Ia pun beranjak dari duduknya dan berjalan beriringan denganku menuju kamar.
Hatiku bergetar hebat ketika ia di sampingku. Tubuhnya yang tinggi dan atletis membuatku kagum. Tampan dan juga wangi tubuhnya membuatku berandai-andai. Jika punya suami setampan ini, pasti aku tak akan pernah bisa jauh-jauh. Nguwel-nguwel di keteknya pasti asik.
Aku sempat meliriknya, hidung dan matanya serta kulit putihnya memang mempesona.
Dugh!
"Aww!"
Karena asik menatap wajahnya, aku tak menyadari jika kakiku menyandung sesuatu hingga tubuhku limbung dan jatuh ke lantai.
"In, kamu tak apa-apa?" serta merta Bima membantuku berdiri. Aku meringis kesakitan.
"Te--Terima kasih, Kak," ucapku pelan. Ia mengangguk dan kami melanjutkan langkah menuju kamar.
"Besok pagi aku yang akan mengantar kalian, tidurlah yang nyenyak malam ini," paparnya ketika sudah sampai di muka pintu kamar.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis padanya. Berarti malam ini malam terakhir aku melihatnya. Ia berbalik dan berjalan meninggalkan aku yang masih tegak mematung. Dengan wajah tertunduk aku membuka pintu. Melangkah gontai mendekati kedua temanku yang masih terlelap tidur. Merebahkan tubuh dan ikut tidur sambil memeluk guling, berharap bermimpi indah malam ini. Seindah pemandangan yang tersedia di kamar ini.
***
"In ... In, bangun dong, jangan tiduran terus. Kita sudah di tunggu nih ," suara Sri membuatku terpaksa membuka mata, padahal masih sangat mengantuk.
"Masih, pagi. Tuh lihat masih gelap belum nampak matahari," aku mengerjap dan menunjuk arah jendela. Diluar masih gelap. Berarti masih subuh.
"Tapi, In. Jam di handphone sudah menunjukkan waktu jam tujuh pagi," Rena menyahut.
"Ada yang tidak beres dengan tempat ini, In. Ayo kita segera pergi. Lama-lama aku takut," Sri bergidik ngeri.
"Ayolah kita segera berkemas. Aku mandi dulu," aku segera melompat dari ranjang empuk yang membuatku nyaman tertidur, segera berlari menuju kamar mandi.
"Sri, Ren, kalian sudah lihat dalam lemari, ga? Itu isinya pakaian mewah semua," ucapku ketika keluar dari kamar mandi dengan masih menggunakan handuk.
"Serius, In?" mereka serentak menatapku dengan pandangan tak percaya.
Kedua temanku itu lantas berbalik dan berebut membuka pintu lemari. Mereka terpaku melihat semua benda-benda mewah di hadapan mereka.
"Boleh bawa satu, ga, ya?" Rena mengambil satu tas dan bergaya di depan cermin.
"Jangan, Ren! bukan punya kita!" aku mencegahnya untuk mengambil barang itu.
"Huh, iya--iya, aku tahu," ia mencebik dan kembali duduk di atas ranjang.
Tok! Tok! Tok!
"Maaf Nona-Nona, tuan Bima sudah menunggu di bawah," seru seseorang dari luar kamar.
"Cepat, In. Kita sudah di tunggu," desak Sri. Aku pun mengangguk dan segera bersiap-siap.
***
Mata kami terperangah melihat Bima sudah menunggu kami, ia sedang bersandar di sebelah mobil lamborgini kuning dengan gaya casual . Memakai kaos polo berwarna senada dengan mobilnya , celana jeans dan sepatu Nike. Keren , teramat keren. Kami yang melihat sontak melongo karena ketampanannya. Apalagi ketika ia memakai kaca mata hitamnya. Jantungku nyaris copot karena nya.
"Gaess! ganteng banget!" Sri mencengkeram lenganku .
"Hust! tahan , jaga image!" seruku . Padahal hatiku juga melonjak-lonjak tak karuan.
Ia kemudian melambaikan tangan dan menyuruh kami naik ke mobil mewahnya. Kami berjingkat dan sedikit berlari menuju ke arah Bima. Rena dan Sri mulai tebar pesona. Hanya aku sendiri yang bersikap biasa saja. Padahal aku tahu beberapa kali Bima melirik ke arahku , tapi aku pura-pura tak tahu.
Aku melirik jam di handphone. Jam delapan, tapi suasana masih terlihat seperti jam lima subuh, dan sedari kemarin tak ada sinyal. Aneh. Sebenarnya di mana kami? kenapa di dalam hutan ada mobil mewah?
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_5#by: R.D. Lestari. "Sudah siap semua?" Kak Bima menatap kami bergantian. Rena dan Sri salah tingkah, aku pun juga. Gimana ga salah tingkah gitu, ni orang gantengnya kebangetan. Bakalan terjadi perebutan di antara kami kayaknya. Kami mengangguk serentak. Perlahan mobil berjalan. Kami mulai melalui jalan tanah yang bergelomang dan berbatu. Sebenarnya dalam hati menyimpan keanehan. Bagaimana bisa di dalam hutan begini ada jalan yang cukup bagus seperti di daerah perkampungan. Walaupun di kanan kiri pepohonan tinggi dan lebat menjulang. Seingatku selama perjalanan menuju basecamp tak pernah melihat ada jalan. "Hei, ngapain ngelamun, In?" suara Sri membuyarkan lamunanku. Aku segera berpaling padanya. "Ah, nggak, Sri. Aku hanya menikmati pemandangan aja," bohongku.
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_6#by: R.D. Lestari. "Sebulan? aku hilang sebulan?" "Ya, Nak. Ibu, Bapak, Kakek, Paman dan semua keluarga sudah putus asa mencarimu. Bapak mengadakan tahlilan tujuh hari karena Bapak kira kamu sudah tiada," jelas Bapak. "Ya Allah, Nduk--Nduk," Ibu tak henti mengusap pipiku dengan tangannya yang kulitnya mulai mengeriput. Terisak tak henti. Tak menunggu lama ruangan rumah sudah sesak oleh kerumunan orang. Mereka semua berbondong-bondong menuju rumahku karena tak percaya jika aku sekarang pulang dengan selamat sampai rumah. Ada pula yang mengira jika aku ini arwah yang gentayangan. Pantas sewaktu perjalanan pulang ketika aku berjalan, banyak orang yang melihat lari tunggang-langgang. Berarti mereka mengira jika aku ini hantu? "Kamu beneran Indri, tah?" seseorang berkul
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_7#by: R.D.Lestari. "Indri ...," suara seseorang membuatku seketika menoleh. "Kak Bima?" aku menatap takjub pria di hadapanku. Ia Bima? tapi mengapa ia tampak amat berbeda? Ia memakai kemeja putih dengan kancing yang dibiarkan terbuka, dadanya yang putih, dan berkotak-kotak membuat mataku tak ingin berpaling darinya. Dan itu, apa? sayap. Ya, sepasang sayap berwarna putih yang amat cantik. Apakah dia seorang malaikat? Wajah tampannya bersinar dan mata birunya memancarkan pesona yang amat indah. Rambutnya berkibar di terpa angin sepoi yang menenangkan, dan sepasang sayapnya mengepak manja. Ia berjalan perlahan menuju ke arahku. Diriku hanya terdiam mematung. Pesona lelaki itu bukan sekedar memanjakan mata, tapi juga semua indraku. Ingin rasanya kupeluk dan mengusap se
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_8#by: R.D. Lestari. [Cepat kerumah Rena, In. Penting] Tut-tut-tut! Tanpa menunggu lama aku segera bangkit dari kasur dan bersiap kerumah Rena.Ibu sempat heran melihatku yang amat bergegas tanpa memperdulikan Ibu yang sedang menonton TV. "Mau kemana, In?" tanya Ibu ketika aku hendak melangkahkan kaki keluar pintu. "Ada keperluan sebentar, Ibu. Indri harus bergegas," Aku menghentikan langkahnya sejenak seraya menatap Ibu yang tampak kebingungan. Ia menghela napas dalam. "Hati-hati, Nak," Ibu mengulas senyum simpul dan melambai padaku. Aku hanya mengangguk pelan dan mengayunkan langkahku menuju motor yang terparkir di teras rumah. Brummm! Motor kupacu secepat yang aku mampu. Rasa gusar menyelimut
Bismillah "Suami Dari Alam Lain"#part_9#by: R.D. Lestari. Assalamualaikum semua jangan lupa like dan subscribe ya, komennya juga di tunggu. Semoga suka dan siap-siap baper ya, terimakasih 🤗*** Drap-drap-drap! Derap langkah kaki kuda semakin mendekat. Kuda hitam besar dengan bulunya yang bersinar berhenti tepat di hadapanku. Seseorang yang menungganginya turun perlahan dan tersenyum manis menatap wajahku. Tubuh nya yang berotot di biarkan tanpa sehelai benang pun, seolah hendak memamerkan otot dada dan perut nya yang memang mempesona. "Hai, kamu akhirnya datang juga," ia mendekat dan menyambut kedatanganku dengan ramah. Aku terpaku melihat wajahnya yang amat tampan. Desiran aneh mulai merajai sekujur tubuhku,seolah ada getaran magnet asmara yang membuatku benar-benar terpesona oleh ketampanannya. Bima ... mengapa ia b
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_10# by: R.D. Lestari. Dug-dag-dig-dug! Irama detak jantungku bak musik yang tak beraturan nadanya. Wajah yang bersemu merah saat kami bertemu pandang. Bima, mengapa wajahmu bisa setampan ini? Lagi-lagi pikiranku mengucap kata tampan itu entah untuk yang keberapa kali. Mungkinkah ia mendengar bisikan-bisikan itu? "Indri, kamu jangan ngeliatin aku terus dong, inget tujuanmu datang kemari. Nyawa temanmu dalam bahaya," kata-kata Bima membuatku terperanjat. Benar katanya, aku harus sesegera mungkin mengembalikan barang ini. "Oh--oh, maaf Kak Bima," aku mulai menundukkan pandangan dan berbalik untuk membuka pintu lemari. Malu sekali rasanya. "Sini, biar aku yang buka," tangan kekarnya menelusup di antara lengan dan pinggangku, membuatku sema
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_11# by: R.D.Lestari. Deru mobil terdengar amat pelan, ya, mobil memang melaju lambat. Seolah lelaki disampingku ini ingin berlama-lama denganku. "Geer? harus dong, kalau enggak kenapa Bima ga ngebut aja? lambat begini apa yang dicari sebetulnya," aku tersenyum sendiri mendengar omongan di otakku. "Kek ada gila-gilanya kurasa," aku terkekeh tanpa sebab. "Ehemm," deheman Bima membuatku tersentak dan menatapnya tajam. "Apa?" tanyaku. "Sudah dengan pikiran anehmu, itu?" ia balik bertanya dengan senyum yang terulas amat manis. "Pikiran apa?" Aku memalingkan wajahku ke jalan. Berpura-pura jutek, padahal dalam hati aku menertawai diriku sendiri. Jika Bima bisa membaca pikiranku tadi, alangkah malunya aku. Dia tak menjawab. Tangannya masih asik ber
Bismillah "SUAMI DARI ALAM LAIN"#part_12#by: R.D.Lestari. "Eh, iya, Kak. Bukan gitu, Kak. Orang-orang di sekitarku ngomong begitu," pungkasku. "Kamu itu In, jangan dikit-dikit percaya gosip. Mereka ga tau aja kalau ada kota seindah Uwentira. Kamu juga belum masuk ke pusat kota aja udah begitu takjubnya, 'kan?" Bima menoleh ke arahku. Kali ini tanpa ekspresi dan tanpa senyum sedikitpun. Glek! Aku menelan ludah. Merasa salah tingkah. Ga enak dengan pikiran yang sejak tadi berkecamuk di pikiranku. Pandanganku sekarang tertuju pada gerbang besar berlapis emas dan kristal. Uwentira. Kota gaib yang selama ini di gadang-gadang orang di sekitarku. Apa ini yang mereka maksud? Baru saja memasuki gerbang mataku bak di suguhkan pemandangan yang menakjubkan. Di samping kiri dan kanan jalan berjejer rumah mewah dengan