Anita melirik jam tangan Alexander Christie yang melingkari pergelangan tangannya yang ramping. Sepertinya hari sudah mulai siang, dia ada janji dengan pimpinan redaksi majalah Femina yang akan menggunakan butik miliknya sebagai wardrobe pemotretan edisi bulan ini.Dia pun berjalan ke belakang rumahnya dimana mess karyawan berada karena Anita ingin meminta Agus mengantarnya ke kantor redaksi majalah Femina di Jakarta Selatan. Dengan langkah kaki ringan yang anggun, Anita mendekati paviliun yang asri itu.Namun, sontak matanya membulat terperangah ketika melihat pemandangan tubuh pria yang hanya mengenakan celana pendek kain di teras mess karyawan. Otot-otot dada dan perut pria itu terpahat sempurna berlekuk dalam, berkulit sawo matang seperti roti sobek cokelat yang biasa Anita sering makan untuk camilan.Sementara si pria yang tak lain adalah Agus sedang berjemur sambil duduk bersandar santai di kursi kayu dengan posisi kaki mengangkang lebar. Dia memejamkan matanya dengan nyaman mer
Tanpa perlu disuruh, Agus membantu Anita membawakan gantungan baju yang cukup banyak. Total ada 10 baju yang dibawa oleh Agus di tangannya. "Berat nggak, Mas? Apa aku bantu bawain sebagian ya?" ucap Anita sungkan karena Agus membawakan semua baju-baju untuk pemotretan model majalah Femina itu sendirian."Nggak usah, Mbak. Saya bisa kok ...," jawab Agus sembari melempar senyum tipisnya.Mereka berjalan berdampingan menuju ke parkiran basement mall lalu naik ke mobil sedan Camry hitam itu.Siang itu cuaca begitu cerah tanpa awan mendung sedikitpun. Anita menyalakan radio mobilnya mencari siaran stasiun yang memutar lagu yang sedang populer. Akhirnya dia berhenti memindah saluran radio setelah mendapat lagu My Universe yang dinyanyikan Coldplay dan BTS."Mbak Anita suka lagu barat yang heboh begini ya?" tanya Agus sambil menyetir ke arah Kota Bunga di Cianjur, Jawa Barat.Anita menoleh ke sebelahnya lalu menjawab, "Nggak juga, Mas. Sukanya yang asik aja, lagu Indonesia juga suka kok kay
Sesampainya di rumah, Anita segera turun dari mobil Camry hitam miliknya dan langsung bergegas ke kamar tidurnya. Pasalnya, mobil Radit sudah terparkir rapi di garasi. Dia senang suaminya pulang sore dan tidak ada rapat hingga malam seperti biasanya."Mas Radit!" panggil Anita manja lalu menubruk tubuh suaminya dari belakang dan memeluknya.Radit sedang berdiri di tepi ranjang menata pakaian bersih ke dalam koper. Dia pun tersenyum mengetahui istrinya sudah pulang."Hai, Nita Sayang! Ini dateng kok langsung peluk-peluk, kangen apa sama aku?" godanya sambil membalikkan badannya. Anita mendongakkan kepalanya menatap suaminya yang ganteng itu sembari tersenyum lebar. "Kangenlah, jarang di rumah juga ... Mas Radit sibuk melulu! Ini lagi, sudah muat baju ke koper pula. Mas Radit mau kabur kemana lagi sih?! Nita ditinggalin melulu iihh!" cerocos wanita itu dengan gemas.Dengan tiba-tiba, Radit membanting tubuh Anita ke atas ranjang, dia menyurukkan wajahnya ke lekuk leher istrinya yang men
Berkendara di jam berangkat kantor di jalanan ibu kota memang harus ekstra sabar. Untungnya Pak Bandi, sopir Radit sudah puluhan tahun berjibaku dengan kemacetan dan gaya berkendara orang-orang Jakarta yang senggol bacok karena semua mau cepat sampai di tujuan.Akhirnya mobil Fortuner hitam itu sampai di balai kota dimana Radit bekerja. Pria berkedudukan tinggi itu segera turun dari mobil dan bergegas menuju ke ruangan kantornya. Dia melirik jam tangan bermerk mahal di pergelangan tangannya dan berdecak. Pasalnya gadis magang bernama Sheila Paramitha itu belum nampak batang hidungnya, padahal sudah pukul 09.15 WIB.Radit pun memberikan briefing terlebih dahulu kepada staf yang akan ikut ke Jepara bersamanya. Ada 3 orang yang dia ajak untuk membantunya selama di lokasi survey nanti sekaligus nantinya membuat laporan kerja perjalanan dinas."Permisi, Pak Radit ...," ucap suara lembut nan merdu itu saat masuk ke ruang kerja Radit.Tatapan mata Radit memindai penampilan gadis itu dari ata
Pagi itu Agus mengantar Anita ke butiknya yang ada di Senayan City Mall. Wanita itu seperti melamun dengan mata yang menerawang jauh di sebelah kursi pengemudi.Agus menduga itu karena suami majikannya itu pergi dinas keluar kota lagi. Apa memang seorang pejabat sesibuk itu? pikirnya ragu. Lagipula apa tidak bisa mengajak istrinya dalam perjalanan dinas daripada ditinggalkan sendiri di rumah.Dia tidak berani bertanya kepada Anita karena takut dianggap lancang. Namun, rasanya gemas saja melihat wanita itu bengong dengan wajah bermuram durja. Andai saja dia bisa menghiburnya, batin Agus."Mbak Anita kok tumben nggak dengerin lagu-lagu?" tanya Agus basa-basi memecahkan keheningan yang menggantung di dalam mobil.Perjalanan ke Senayan City masih sekitar 20 menit paling cepat kalau mengikuti panduan gmap di ponselnya yang dibelikan oleh Anita."Lagi males aja, Mas. Pengin tenang ... nanti dengar lagu sedih malah tambah baper, kalau lagunya rame nggak sesuai sama mood aku pagi ini," jawab
Mendengar tawaran Anita yang tidak pernah Agus duga sebelumnya, pemuda itu merasa bimbang. Sebenarnya ia pun suka pada wanita itu dan kesempatan seperti ini mungkin tak akan datang dua kali. Maka Agus pun menjawab ..."Mbak Anita, serius? Saya ikut aja maunya gimana," ujar Agus tersenyum tipis menatap wajah cantik Anita yang terbingkai rambut panjangnya yang hitam legam.Mereka berdua berjalan keluar dari studio 2 karena ruangan itu sudah kosong dan tersisa mereka berdua saja yang masih di sana. Anita menggandeng erat jemari tangan pria di sisinya, ada rasa bahagia karena Agus tidak menolak tawarannya."Kita makan malam dulu ya, Mas? Aku sudah lapar karena tadi siang nggak makan," ajak Anita sembari melangkah pasti ke restoran masakan Korea yang sedang booming di mall itu."Iya, Mbak. Makan dulu biar nggak sakit," sahut Agus pengertian.Untungnya masih ada sebuah meja yang kosong di pojok ruangan restoran masakan Korea itu. Dengan segera mereka menempati meja itu. Anita benar-benar me
Anita menyeret tangan Agus untuk menemaninya bergoyang di lantai dansa night club itu. Awalnya pemuda itu masih belum terbiasa dan terkejut-kejut dengan kelakuan binal bosnya di lantai dansa. Namun, lama kelamaan mulai terbiasa, yang penting tahan napsu.Tubuh wanita itu menempel di bagian depan tubuh Agus dan bergoyang menggoda meliuk-liuk sensual. Dia menangkap tangan Agus dan menaruhnya di perutnya dari belakang sambil terus bergoyang non stop."Dugg jedug ... jedugg ...jedugg ... jedugg." Suara musik remix DJ Anthony yang menghentak mengiringi goyang para pengunjung night club yang setengah teler di lantai dansa.Menjelang tengah malam, Anita sudah teler berat dan rebah di pelukan Agus yang tidak menyentuh lagi minuman keras yang dipesan Anita tadi. Sebenarnya dia merasa eman-eman, tapi Agus harus menyetir pulang ke rumah Anita, dia tidak boleh ikutan teler."Mbak, kita pulang sekarang ya?" ajak Agus sembari menepuk-nepuk pipi wanita itu. Mata Anita terasa begitu berat akibat ef
Setiap pagi Agus bermain bola di lapangan kampung belakang komplek perumahan elit tempat rumah Anita berada. Teman-teman barunya di sana banyak karena dia jago menggocek bola dan melesakkannya ke gawang yang dijaga kiper yang tak sanggup membendung keras dan jitu tendangannya."GOOOOLLLL!" Teriak bapak-bapak suporter yang berjejer di pinggir lapangan sepak bola dengan heboh. Mereka memiliki kebiasaan baru di pagi hari semenjak Agus bermain bola setiap pagi di sana. Sebelum berangkat ngantor wajib nonton tanding bola di lapangan.Sementara Agus melakukan selebrasi gol kedua yang dia cetak pagi ini dengan goyang ngebor ala Inul Daratista yang sontak mendapat sorakan riuh tawa bapak-bapak penggemarnya di kampung itu."Wah sudah jamnya kerja nih. Aku pamit pulang dulu ya, Pakdhe-pakdhe! Besok pagi disambung lagi main bolanya," ujar Agus sembari mencopot kaosnya yang basah kuyup oleh keringatnya."Waduh ... Gus, badanmu serem bener! Bisa kotak-kotak begini ... kalau kita-kita mah tebel ..