"Alyssa! Harus berapa kali kukatakan padamu, jangan membuka tas orang lain sembarangan!"George ingat, sebelum dia melancarkan aksinya itu, dia sempat bertengkar dengan gadis yang namanya ia sebutkan dengan keras. Alyssa senang sekali membuka tas George, dan dia selalu memasukkan surat-surat tak jelas ke dalam tas anak laki-laki itu.Bukan hanya sekali dua kali saja, tapi sudah sering sekali Alyssa melakukannya. George tak pernah suka ada yang membuka tasnya tanpa sepengetahuannya. Ketika dia tahu Alyssa lah pelakunya, George tak bisa memaafkan perbuatan gadis itu, meski dia tahu Alyssa melakukannya karena ingin menarik perhatiannya.Di kemudian hari, George tahu jika kematian Alyssa menjadi peluang untuk seseorang yang juga menyukai dirinya."Aku tak suka kau membuka tasku, Alyssa!" George kembali berkata kepada sang gadis.Gadis berambut cokelat gelap yang perbuatannya diketahui oleh anak laki-laki itu hanya bisa tersipu malu. "Maafkan aku, George," ucapnya dengan wajah yang memerah
"Kapten Smith!"Mendengar teriakan seorang laki-laki yang memanggil namanya dengan begitu keras, memancing keingintahuan Smith yang sedang memeriksa sebuah komputer yang dibawanya dari laboratorium. Dia menebak-nebak pemilik suara itu, apa mungkin Niels?Mungkin saja, sebab dia masih belum hafal suara laki-laki muda itu.Smith memandangi komputer sekolah yang berisi tentang data-data lab. Barangkali, di sana ada petunjuk mengenai hewan-hewan peliharaan yang dikandang di tempat itu. Seperti percobaan apa yang dilakukan dan spesies apakah yang diteliti? Smith ingin mengetahuinya."Kapten! Jika ada mendengarku, tolong jawab!"Terdengar lagi suara teriakan.Smith pun membalas, "Niels, aku di sini! Di dekat tangga lantai tiga!" Suara Smith tak kalah nyaringnya.Niels menolehkan kepalanya ke kiri-kanan dengan cepat, mencari tahu sumber suara itu. Otaknya berusaha mencerna informasi yang didapat. Hingga akhirnya Niels memutuskan untuk mengitari lorong lantai dua."Kapten!" Niels berteriak la
Penemuan Niels bagaikan penyejuk pikiran mereka yang telah kelelahan mencari barang bukti di seluruh penjuru sekolah. Meski mungkin yang ditemukan Niels terlihat tak bermakna dan tak ada apa-apanya, tetapi Smith beranggapan sebaliknya. Itu adalah penemuan penentu, bisa saja sesuatu yang kecil adalah sumber masalah yang besar."Di mana kau menemukannya, Niels?" tanya Smith dengan cepat. "Tolong ceritakan secara detail.""Saya menemukan ini di toilet, Kapten. Tergeletak di dekat sepatu saya ketika saya sedang asyik bercermin di sekitar toilet laki-laki dan perempuan."Perasaan tak enak langsung dirasakan Smith begitu kulitnya menyentuh sesuatu yang ditemukan sang rekan. Saat berhadapan dengan Niels yang membawa sesuatu itu, dia tak merasa takut sama sekali. Sedangkan saat benda itu ada di tangannya dan terkena kulitnya secara langsung, rasanya sedikit gatal dan membuat tak nyaman. Smith tak tahu apakah tebakannya ini benar atau tidak, setidaknya dia akan memberitahunya dulu ke Niels. "
"Niels, bertahanlah. Sebentar lagi kita tiba di sana.""Baik, Kapten! Terima kasih." Niels mengangguk mantap, sepenuhnya menaruh kepercayaan kepada Kapten Smith-nya. Bagi Niels, Smith adalah sosok yang memberikannya semangat untuk tetap bertahan hidup demi menggapai cita-cita.Smith memang tak mengenalnya, atau mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya, tetapi Niels mengenal dan mengetahui siapa gerangan Smith Hegner. Dan dia adalah orang yang Niels hormati.Demi meraih impiannya, Niels bekerja keras dan belajar dengan giat. Walau dia bukan berasal dari keluarga kaya, tetapi dia akan membuktikan bahwa seseorang yang orang tuanya bekerja sebagai petani juga bisa menjadi seorang detektif terkenal dan sukses di negeri orang.Berbekal tekad dan doa dari adik-adik tersayangnya, Niels pun berangkat ke Portugal seorang diri, kemudian tinggal di kota yang kini menjadi tempat tinggalnya. Lalu yang terpenting dari semua itu adalah Niels bisa bertemu langsung dan menjadi partner sang idola. Betap
Dua minggu telah berlalu sejak hari di mana Niels keluar dari rumah sakit karena pemeriksaan racun pada tubuhnya berlangsung lebih cepat dari perkiraan. Kondisi terakhir Niels baik-baik saja, tidak ada satu pun yang kurang.Beruntung, tak ada efek fatal sama sekali pada tubuh Niels setelah terkena racun tersebut. Yang menusuk jari Niels itu ternyata hanyalah taring biasa yang tak lagi memiliki racun di dalamnya.Niels benar-benar beruntung. Jika racun tersebut tersisa banyak di taring sekecil itu, nyawanya akan terancam dan justru Niels lah yang akan menjadi korban menggantikan Alyssa.Pemuda itu kembali mengatupkan tangan dan mulai berdoa untuk keselamatan jiwa sang gadis. Kematian yang menyakitkan, semoga tidak menyisakan dendam. "Amen." Niels menghela napas dan menerawang jauh. Meski dia tak mengenal Alyssa secara langsung, tetapi Niels paham perasaan kehilangan itu.Karena dia sudah kehilangan kedua orang tuanya dalam kecelakaan. Niels pun merantau demi mengirimkan uang kepada adi
Niels masih bertanya-tanya, apa yang akan dikatakan oleh seniornya sore hari nanti? Dia tak tahu apa itu, tetapi Niels adalah pemuda yang percaya dengan insting dan perasaannya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres pada kasus ini."Niels, kau dipanggil Kapten Smith ke kantornya." Rebecca datang menghampiri Niels dan menyampaikan sesuatu yang membuat Niels terkejut. Jantungnya berdetak cepat, apa yang harus dia lakukan sekarang?"Thanks, Rebecca." Niels membalas sambil tersenyum tipis kepada wanita dengan payudara besar itu. Niels bukannya tidak sopan, dia hanya berbicara apa adanya dan karena Rebecca memiliki bentuk tubuh dan dada yang indah, sebab itulah Niels berani mengomentarinya dalam hati."Sama-sama," ucap Rebecca seraya berlalu meninggalkan Niels yang memandangi bagaimana Rebecca berjalan dengan bentuk tubuhnya yang indah.Sambil menarik napas perlahan dari hidung dan mengeluarkannya dari mulut, Niels berusaha menjaga sikap sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkah pergi k
"Tunggu, George!"Anak laki-laki bernama lengkap George Owens yang dipanggil itu pun menoleh, kepada guru yang memanggil namanya ketika ia berjalan santai melewati ruang guru."Ya, Bu?"Guru perempuan dengan riasan wajah yang tipis namun bergaya modis itu tiba-tiba saja menarik George masuk ke dalam bilik ruangannya. "Ibu ada perlu denganmu!""Langsung saja," sang guru menyerahkan flashdisk berwarna hitam metalik kepada George, "tolong kauperiksa semua data dari teman-teman seangkatanmu. Buat keterangan tambahan di lembar berkas baru, dan simpan lagi di dalam flashdisk ini."Meskipun George sudah kelas tiga, dan sedang sibuk-sibuknya, tapi Ibu tetap mempercayakanmu hal ini. Anak baik seperti George tentu mudah saja melakukannya, bukan?"George tersenyum, "Tentu, Bu Rebecca. Percayakan saja kepada saya. Lagipula, jadwal saya hari ini sedang kosong. Saya akan mengurusnya di lab komputer sepulang dari ruang musik nanti.""Bagus, terima kasih, George." Bu Rebecca menepuk pundak George, ba
"Anak kami mati dengan cara yang tidak adil! Di mana letak keadilan di negara ini?!"Niels masih mengingat dengan jelas kalimat yang dilontarkan oleh orang tua dari Alyssa, gadis tak beruntung yang meninggal karena digigit laba-laba beracun beberapa bulan yang lalu.Kasus gadis tak beruntung itu memang telah ia selidiki selama tiga bulan lebih bersama Smith, rekan kerjanya. Seluruh pikiran dan tenaga mereka kerahkan demi menguak pelaku dan mencari bukti-bukti lainnya. Namun sejauh mereka mencari kebenaran, nyatanya hanya kesia-siaan saja yang mereka berdua peroleh.Bahkan Smith, yang terang-terangan berkata tidak akan menyerah begitu saja terhadap kasus ini, mengatakan dengan jelas bahwa kasus ini ditutup. Artinya mereka tidak akan menyelidiki kasus ini lagi kedepannya."Saya tak mau tahu! Kalian semua harus mengusut tuntas kasus ini hingga kalian menemukan sang pelaku!"Namun berkat ancaman dan tangisan pilu dari orang tua yang kehilangan anaknya dengan cara yang tragis, membuat Niel