Beranda / Semua / Dream first class / 8. Mati, meninggal, atau bunuh diri?

Share

8. Mati, meninggal, atau bunuh diri?

Penulis: SunšŸŒ…
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-28 00:04:13

Bu Ros message. 15 jan 18:55.

—[Uang kos bulan kemarin belum dibayar. Tolong segera dilunasi. Trms.]

22 jan 20:23.

—[Batas pembayaran terakhir sampai akhir bulan. Tolong segera dilunasi.]

25 jan 15:30.

—[Tolong segera!]

Aku terduduk, memantukkan kepala di atas meja belajar. Melempar ponselku hingga membentur tembok dan menutup laptop yang masih menyala dengan cukup kesal. Jarum jam di dinding lagi-lagi berdetak, saling beradu dengan detak jantung juga cenat-cenut dikepala. Aku mengintip ke luar jendela dimana cahaya emas senja sudah mulai memanjang pada tembok, dan ini  sudah hampir akhir bulan. Nyawaku tinggal sedikit.

Kini, pertanyaan-pertanyaan yang sudah lama kupendam dalam benak pun menyuarakan diri.

ā€œSebenarnya, untuk apa sih, kamu hidup?ā€

Bukan untuk yang pertama kali, ini sudah sering kali merundungku sampai-sampai berhasil membuat mata ini tidak bisa terpejam setiap

SunšŸŒ…

Hai hai semua. Aku mw disclaimer ya walau terlambat. Jadi cerita ini lumayan serem karena ada adegan self harm-nya. Sangat tidak disarankan untuk anak dibawah umur 18 tahun. Kalau kalian punya pengetahuan lebih tentang self harm atau self injury, kalian boleh banget kok share di sini biar kita sama-sama belajar, ya. Thank u so much for reading my story! see you in the next part! fighting!

| 2
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dream first classĀ Ā Ā 71. Sky Diving (Tamat)

    Esa mengepak pakaian seadanya. Ia memasukan baju dan celana panjangnya secara serampangan ke dalam koper. Aku yang bersandar pada kusein pintu, yang sudah siap pergi dengan berpakaian rapi dan cantik, langsung tergerak untuk mendekat, membantunya mengeluarkan baju-baju itu kembali untuk dilipat. Ia menunggu dengan sabar di sampingku sementara aku berusaha tersenyum sambil mengusap pipinya. *** Hari H menuju kematian. Bandara Nusawiru, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Pukul 08.30, Esa memasangkan goggles padaku setelah dirinya selesai memakai jumpsuit. Perlengkapan untuk olahraga berbahaya ini sudah disiapkan oleh tim manajemen NSW Paracenter, namun entah mengapa ia lebih memilih untuk membeli semuanya sendiri. Dan itu tidak murah. ā€œKenapa nggak sewa aja, sih? Kan kita pakainya sekali.ā€ Esa mengancingkan helmnya dengan erat. Lalu menghela napas sambil menaruh tangan di pinggang. ā€œAku sih, sekali. Tapi apa iya kamu hanya sekali?ā€ ā€œMaksudmu aku a

  • Dream first classĀ Ā Ā 70. On the clock

    Pagi hari pukul 08.30 wita. Seperti biasa, aku melingkari angka dikalender. Tak terasa 6 bulan berlari begitu cepat secepat citah. Kuharap setelah melewati hari-hari penuh pemikiran yang dalam ini, Esa bisa mengubah keputusannya.Sejak hari terakhir kami di Gili Trawangan, pemuda berinisial E itu banyak melamun. Ia tidak lagi mengkonsumsi kafein secara berlebih. Tidak lagi menyisihkan sayur di piring makannya. Ia bahkan tidak pernah mengatakan kata-kata perpisahan selama kami menghabiskan seluruh sisa rencana kami hingga tanpa tahu, 6 bulan telah berlalu begitu saja. Apakah keputusannya sudah benar-benar berubah? Aku tak berani bertanya karena takut ia jadi terkecoh. Namun sebagai gantinya, aku berusaha ada disetiap kali ia butuhkan.Aku mendengarkannya bercerita, ikut memancing, berbicara padanya, bermain game di warnet, mencium pipinya ketika ia minta, membaca buku yang tidak begitu kusuka, mendengarkan musik Rock n roll kesukaan dia, menonton Netflix, bergandengan tangan di malam h

  • Dream first classĀ Ā Ā 69. Minta doa

    Berjalan-jalan sambil bergandengan tangan sepertinya bagian favorite Esa juga. Sebagian waktu kami dihabiskan untuk berjalan kaki sambil bergandengan tangan. Saat duduk makan, kami bergandengan tangan. Menari dan menikmati suasana pesta malam, bergandengan tangan. Berdansa, bergandengan tangan. Mengobrol dan bercerita sambil bergandengan tangan. Bahkan saat mau tidur setelah memesan dua kamar di satu hotel, Esa menawariku satu kasur berdua supaya bisa berpegangan tangan.Aku tahu dia punya rencana untuk memenggal waktunya sebentar lagi, namun tak lantas membuat kami harus tidur bersama—menghalalkan segala cara.ā€œKalau kamu mau fight untuk hidupmu dalam waktu yang lama …. pasti aku akan tidur sambil pegangan tangan setiap waktu sama kamu. Menghabiskan hari tua bersama. Jangan khawatir.ā€Ia tentu mengerti maksudku dengan terdiam kaku di atas kedua kakinya. Menatap penuh kehampaan di depan pintu kamarnya sendiri. ā€œAku ngerti, kok. Mengambil keputusan sampai di detik ini pasti nggak mud

  • Dream first classĀ Ā Ā 68. Gili Trawangan

    Kami terdiam di mobil. Mengisi energi setelah mengobrol panjang dengan keluarga Pak Imron seharian. Esa tadi sempat meminta bantuan kepada Pak Imron untuk menghubunginya jika ada yang membutuhkan perabotan rumah tangga. Dan keesokan harinya rumah Esa tak henti-hentinya didatangi mobil pick up untuk mengangkut barang. Rumahnya menjadi kosong. Kami bahkan duduk termenung di tengah-tengah ruangan beralaskan lantai marmer tersebut. Merasakan sepi yang merasuki ulu hati. ā€œKamu nggak menyesal, kan?ā€ tanyaku. Takut kalau-kalau ini tak sesuai ekspetasinya. Namun hebatnya ia mencebik sambil menggeleng. Meletakan kertas wish list di sampingnya dengan tenang. ā€œAku nggak pernah menyesali segala keputusanku, Nom. Ini udah seperti yang aku bayangkan, kok.ā€ *** Wush~ ā€œAyo kejar aku!ā€ kataku mengejeknya ketika mengkayuh pedal sepeda lebih cepat di sore hari. Pada naik-naikan jalan, pemuda itu ternyata sudah ngos-ngosan. Tak disangka ia lebih payah dariku yang bertubuh gempal begini. Aku menghen

  • Dream first classĀ Ā Ā 67. Jodoh

    ā€œBapak ada siapa aja nih, di rumah?ā€ tanya Esa sesudah mencium tangannya. Aku secara otomatis juga melakukan hal tersebut sambil senyam-senyum canggung.ā€œIstri sama anak saya, si Soleh.ā€ Pak Imron langsung membalik muka seratus delapan puluh derajat. Mengumpulkan semua energi di dalam mulut sebelum menyemburkannya keras-keras ke dalam rumah.ā€œBUK! ADA TAMU INI, BUK! LEH! KELUAR LEH!ā€ Teriaknya semangat. Kemudian berbalik lagi. ā€œAyo! Ayo! mari masuk dulu.ā€Soleh sang anak tiba-tiba keluar dengan tergupuh-gupuh. Sontak Esa langsung mengajaknya untuk mengambil TV di mobil.ā€œNah, ini! Ayo bro, bantu aku ambil TV kamu di mobil. Siapa lagi temannya?ā€ā€œSendiri.ā€ā€œOke, deh. Ayo kita let’s go!ā€Si Soleh meski dengan alis yang terangkat riang, tak bisa memungkiri kebingungannya setengah mati. Ia tanpa mengerti kondisi langsung saja mengiyakan permintaan Esa yang sok akrab merangkulnya—mengajak keluar secara paksa. Cara menyapa laki-laki ini memang agak bar-bar. Maklumi saja. Aku terdiam bingu

  • Dream first classĀ Ā Ā 66. Project amal pt 2

    ā€œTapi …. tapiā€”ā€ā€œUdahlah sayang. Nggak usah terlalu dipikirin. Nih, kukasih tahu cara kerjanya.ā€Esa membuka laptopnya di atas meja bar dekat kolam. Aku ikut duduk di sampingnya sambil membawa rasa penasaran yang cukup besar dalam genggaman. Ia membuka laman facebook di website dan mengklik market place.ā€œKarena yang kita mau jangkau orang-orang disekitaran Lombok aja, jadi kita pakai ini,ā€ katanya. Jari-jarinya begitu cepat mengoperasikan benda tersebut. ā€œUpload di sini gambarnya,ā€ jelasnya. ā€œPilih kategori barangnya, terus barang dalam kondisi bagus-bekas klik centang, terus tentukan harganya centang, dan isi deskripsinya, deh.ā€ā€œKamu kan mau memberi, bukan menjual.ā€ā€œIya mangkanya tinggal diisi deskripsinya sayang.ā€ Aku mengangguk. Menatap dengan kagum saat ia mulai mengetikan deskripsinya.Tidak dijual. Barang bekas mau pindahan. Khusus bagi orang yang membutuhkan. Kalau deal bisa langsung angkut ke rumah. Alamat:blablabla. Tidak pakai perantara. Siapa cepat dia dapat.Dan begitu

  • Dream first classĀ Ā Ā 65. Project amal

    ā€œDi sini ada yang suka baca?ā€ Tidak ada yang menjawab. Mereka semua meski tertib di suruh duduk rapi dan punya semangat untuk selalu berteriak-teriak heboh setiap saat, namun dalam hal respon tanggap mereka lumayan lambat. ā€œAda yang mau jadi penulis?ā€ tanyaku lagi. Kali ini ada satu anak berkepala plotos yang mengacungkan telunjuknya. Aku menjadi antusias. ā€œSiapa namanya, sayang?ā€ ā€œAli.ā€ ā€œOh, Ali,ā€ sahutku pelan. Namun Esa menyahut jenaka. ā€œKepanjangannya siapa Ali? Alibaba?ā€ Sontak membuat anak-anak tertawa. Aku mencoleknya dengan siku sambil memastikan kondisi wajah Ali. ā€œAli. Hm, aku mau tanya dong. Kenapa kamu mau jadi penulis?ā€ Tidak dijawab. Mungkin anak laki-laki dengan muka polos sepolos kepalanya tersebut belum mengetahui alasan mengapa ia ingin menjadi penulis. ā€œTapi Ali tahu, kan, penulis itu apa?ā€ Ia mengangguk. ā€œKira-kira, penulis itu apa, sih?ā€ pancingku lagi agar ia mau berusaha berpikir. ā€œYang nulis cerita?ā€ tanyanya memastikan. Aku langsung menepuk tangan se

  • Dream first classĀ Ā Ā 64. Do Dream

    Ia tidak lantas menjawab karena teralihkan pada alisku yang bergerak-gerak aneh. ā€œKamu baca whatssapp-ku, ya?ā€ tanyanya curiga. Yang tak disangka-sangka tahu padahal sudah kupastikan tadi dia sama sekali tidak menoleh. Hal itu sungguh membuatku tak bisa berkilah. ā€œHm, anu, akuā€”ā€ ā€œLain kali jangan kayak gitu, ya.ā€ Membuat lidahku menggantung di langit-langit. Mengira ia bakal marah besar, ternyata hanya sebatas peringatan. ā€œOke!ā€ seruku kemudian. Berusaha memperbaiki suasana. ā€œTapi, untuk beberapa hari ke depan …. kamu bakal membahas hal ini, kan?ā€ Esa menghirup cairan di hidungnya keras-keras setelah berpikir keras, sekeras menyedot cairan itu. ā€œNggak dulu,ā€ katanya. Menelisik visi yang seolah sedang tergambar jelas di depan hidungnya. ā€œAku hanya ingin hidup 6 bulan lagi. Di waktu 2 bulan terakhir …. mungkin aku bakal bahas itu.ā€ *** Aku mengamati kalender tahun 2020 yang menempel di badan pintu kamar kosan. Di zaman serba cepat saat itu, bisa-bisanya seorang Noumi Roula meng

  • Dream first classĀ Ā Ā 63. Sisa Waktu

    Esa mengeluarkan semua uneg-unegnya sebelum berakhir mengurung diri di kamar. Ia tidak bisa mengunci pintunya karena aku yang pegang. Lantas, setelah lama memberinya waktu menyendiri, aku pun akhirnya pelan-pelan mengarahkan kenop pintu ke bawah untuk melangkahkan kaki masuk ke dalam. Ia sedang duduk memunggungi pintu di ujung kasur. Menunduk terseguk-seguk. ā€œHei,ā€ kataku menghampirinya. Mengulurkan tangan kanan dengan legowo. ā€œAku minta maaf, ya.ā€ Seperti anak kecil yang tidak sengaja membuat temannya menangis. Ia mengusap mukanya sendiri sebelum dengan berat hati mengangkat dagu. Dari sudut pandangku, ia tidak pernah malu memperlihatkan air mata dan muka jeleknya saat menangis. ā€œā€¦.ā€ Aku masih mengulurkan tangan. Mengangkat alis untuk mengajaknya berbaikan. Namun ia tak berminat diajak salaman. Bokongnya malah bergeser untuk meraih obat di atas laci yang membuatku jadi menemukan luka dibalik kerah lengannya. ā€œItu kenapa?ā€ tanyaku. Ia secara spontan menarik kerah itu lalu menepis

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status